Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Artikel

Industri Peternakan Sapi Perah

Gambar 36. Kandang Sapi Perah Model Lose Housing Barn

(Sumber : Koleksi Pribadi)

 

INDUSTRI PETERNAKAN SAPI PERAH

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

A. PENTINGNYA INDUSTRI PETERNAKAN SAPI PERAH

Industri peternakan sapi perah memainkan peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dari sudut pandang ekonomi, sosial, maupun kesehatan masyarakat. Peternakan sapi perah merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak peternak di pedesaan. Industri ini membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga peternak melalui penjualan susu dan produk olahannya. Industri ini menciptakan banyak lapangan kerja, mulai dari sektor hulu (peternakan, pengolahan pakan, penyediaan bibit) hingga sektor hilir (pengolahan susu, distribusi, pemasaran).

Beberapa produk susu dan olahannya diekspor ke luar negeri, sehingga industri ini berkontribusi dalam meningkatkan devisa negara. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang kaya akan nutrisi penting seperti kalsium, vitamin D, dan berbagai asam amino esensial yang diperlukan tubuh. Konsumsi susu membantu dalam pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat, serta mendukung kesehatan secara keseluruhan. Selain susu segar, produk olahan susu seperti yogurt, keju, dan mentega juga menjadi bagian penting dari diet masyarakat. Produk-produk ini memberikan variasi gizi dan rasa dalam makanan sehari-hari.

Industri peternakan sapi perah mendorong pengembangan teknologi dalam bidang peternakan, termasuk teknik pemuliaan, manajemen kesehatan hewan, dan sistem pemeliharaan modern yang efisien. Industri ini juga mendorong inovasi dalam produk olahan susu, menciptakan produk-produk baru yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, seperti susu rendah lemak, susu bebas laktosa, dan produk susu organik. Dengan produksi susu yang stabil, industri ini berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan, terutama dalam penyediaan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat luas. Industri peternakan sapi perah sering kali terhubung dengan komunitas lokal, memberikan peluang bagi pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan pelestarian budaya setempat melalui kegiatan peternakan tradisional. Industri peternakan sapi perah juga memiliki tantangan dalam hal pengelolaan limbah. Namun, dengan teknologi yang tepat, limbah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik atau biogas, yang pada gilirannya dapat mengurangi dampak lingkungan dan memberikan manfaat tambahan.

Industri peternakan sapi perah tidak hanya penting sebagai sumber pendapatan dan nutrisi, tetapi juga memiliki dampak positif yang luas pada perekonomian, sosial, budaya, dan inovasi teknologi. Pentingnya pengelolaan yang baik dan berkelanjutan dalam industri ini akan memastikan bahwa manfaat yang diperoleh bisa terus dirasakan oleh masyarakat secara luas.

 

B. POTENSI BISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN

 Potensi bisnis sapi perah di Indonesia sangat besar mengingat tingginya permintaan akan produk susu dan olahannya di dalam negeri, serta berbagai faktor yang mendukung pengembangan industri ini.

Tingkat konsumsi susu di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan peningkatan kesadaran akan pentingnya gizi yang seimbang. Meskipun tingkat konsumsi per kapita masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, ada tren positif peningkatan konsumsi, terutama di kalangan masyarakat perkotaan. Pertumbuhan kelas menengah yang pesat di Indonesia mendorong peningkatan permintaan akan produk susu berkualitas, termasuk susu segar, susu UHT, yogurt, keju, dan produk olahan lainnya.

Saat ini, Indonesia masih mengimpor sebagian besar kebutuhan susu nasional, terutama dalam bentuk susu bubuk. Dengan meningkatkan produksi susu dalam negeri, ada peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kemandirian pangan. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk mengurangi impor susu melalui berbagai program peningkatan produksi susu nasional, termasuk melalui insentif untuk peternak sapi perah dan peningkatan kualitas bibit sapi perah.

Indonesia memiliki banyak wilayah dengan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah, seperti di dataran tinggi dan daerah dengan iklim sejuk. Wilayah-wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra memiliki potensi besar untuk pengembangan industri sapi perah. Potensi bisnis sapi perah juga mencakup pemberdayaan peternak lokal, yang sebagian besar masih tergolong peternak kecil. Dengan peningkatan kapasitas, akses ke teknologi, dan pasar yang lebih baik, peternak lokal dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.

Selain produksi susu segar, potensi bisnis juga terletak pada pengembangan industri hilir, termasuk pengolahan susu menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti yogurt, keju, mentega, dan es krim. Produk-produk ini memiliki permintaan yang terus meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor. Tren menuju produk organik dan susu premium memberikan peluang bisnis baru bagi peternak yang mampu memenuhi standar kualitas yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya produksi dan pengolahan susu, industri sapi perah berkontribusi secara langsung terhadap peningkatan pendapatan nasional. Sektor ini tidak hanya berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian, tetapi juga menciptakan nilai tambah di sektor industri pengolahan. Industri sapi perah dan sektor turunannya (seperti distribusi dan pengolahan) menciptakan banyak lapangan kerja, mulai dari peternak, tenaga kerja di pabrik pengolahan, hingga tenaga pemasaran dan distribusi. Ini berkontribusi pada pengurangan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peternakan sapi perah seringkali berlokasi di daerah pedesaan, sehingga berperan dalam pembangunan ekonomi daerah dan mencegah urbanisasi yang berlebihan. Ini juga mendorong pembangunan infrastruktur di daerah pedesaan.

Gambar 37. Kandang Sapi Periode Kering (Dry Period) dan Kandang Pedet

(Sumber : Koleksi Pribadi)

Meskipun potensinya besar, bisnis sapi perah di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk masalah produktivitas yang rendah, akses terbatas ke pakan berkualitas, serta penyakit hewan. Namun, dengan inovasi dan dukungan kebijakan, tantangan ini dapat diatasi. Selain memenuhi kebutuhan domestik, ada peluang untuk mengembangkan produk susu untuk pasar ekspor, terutama di negara-negara tetangga yang membutuhkan produk susu berkualitas.

Potensi bisnis sapi perah di Indonesia sangat besar, dengan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan produksi susu, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan industri hilir. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan pemberdayaan peternak lokal, industri ini dapat menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan.

Memahami Potensi Ancaman Kesehatan dari Dunia Kesehatan Hewan

MEMAHAMI POTENSI ANCAMAN KESEHATAN
DARI DUNIA KESEHATAN HEWAN
Oleh: Farissa Romadhiyati

Masyarakat Dunia memperingati Hari Zoonosis setiap tanggal 6 Juli tiap tahunnya. Hari ini dipilih untuk menghormati kontribusi besar dari ilmuwan Louis Pasteur dalam sejarah medis khususnya untuk pencapaian vaksinasi pertama terhadap penyakit rabies. Pada tanggal 6 Juli 1885, Louis Pasteur berhasil melakukan vaksinasi yang sukses terhadap seorang anak laki-laki bernama Joseph Meister yang digigit oleh seekor anjing yang terinfeksi virus rabies. Joseph Meister merupakan pasien pertama yang menerima vaksin rabies dari Pasteur dan akhirnya bertahan hidup. Kejadian ini menandai tonggak sejarah dalam perawatan penyakit rabies. Peringatan Hari Zoonosis Sedunia tidak hanya memperingati pencapaian medis ini, tetapi juga menyoroti pentingnya kesadaran akan zoonosis serta upaya pencegahan dan pengendaliannya.

Zoonosis adalah sebuah fenomena yang melibatkan penularan penyakit dari hewan vertebrata ke manusia (atau sebaliknya) dan menjadi fokus utama dalam kesehatan masyarakat global. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1951, zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang dapat ditularkan secara alami antara hewan vertebrata dan manusia. Patogen penyebab zoonosis dapat berasal dari berbagai jenis, termasuk bakteri, virus, parasit, jamur, prion, dan agen lain yang tidak lazim. Penularan zoonosis dapat terjadi melalui beberapa jalur, termasuk makanan, air, vektor seperti nyamuk atau kutu, kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi lingkungan atau benda mati. Lebih dari 250 jenis zoonosis telah diidentifikasi oleh Komite Ahli Zoonosis WHO, dengan lebih dari 60% patogen yang menginfeksi manusia berasal dari zoonosis.

Gambar 1: Penyakit Zoonosis ditularkan antara hewan dan manusia

(Sumber: CDC)

ZOONOSIS SEBAGAI ANCAMAN KESEHATAN GLOBAL

Fenomena emerging atau re-emerging zoonotic disease semakin sering terjadi seiring waktu, yang menunjukkan bahwa tantangan kesehatan masyarakat dari zoonosis tidak statis dan terus berubah. Kedekatan manusia dengan hewan dalam sektor pertanian, interaksi dengan hewan peliharaan, dan hewan liar menjadi faktor utama dalam penyebaran zoonosis. Frekuensi dan distribusi zoonosis sangat bervariasi untuk setiap penyakit, tergantung pada reservoir alami penyakit, jenis agen penyebab, kepadatan populasi, dan efektivitas tindakan pengendalian yang diterapkan. Oleh karena itu, pengelolaan zoonosis memerlukan pendekatan lintas sektoral yang melibatkan sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengurangi risiko penularan dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat global.

Ancaman yang ditimbulkan oleh zoonosis sangat signifikan dan mencakup beberapa aspek penting yang mempengaruhi kesehatan masyarakat global serta stabilitas ekonomi:

  1. Dampak pada Kesehatan Masyarakat: Zoonosis dapat menyebabkan timbulnya jutaan kasus penyakit pada manusia setiap tahunnya. Infeksi ini sering kali berujung pada kematian dan menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan keluarganya. Contoh kasus yang sering dikaitkan dengan zoonosis termasuk influenza, rabies, dan beberapa jenis penyakit diare yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen dari hewan.
  2. Beban Ekonomi yang Besar: Konsekuensi ekonomi dari zoonosis sangatlah besar. Hewan yang terinfeksi atau mati dapat mengakibatkan kerugian langsung bagi industri pertanian dan peternakan. Biaya produksi pertanian meningkat karena upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit, seperti vaksinasi hewan dan pengelolaan lingkungan yang lebih ketat. Di samping itu, biaya untuk pengobatan dan pencegahan pada manusia juga merupakan beban ekonomi yang signifikan bagi sistem kesehatan.
  3. Ancaman Emerging/Re-emerging Zoonotic Disease: Fenomena penyakit zoonosis yang baru muncul atau kembali muncul (emerging/re-emerging) menimbulkan tantangan yang besar bagi sistem kesehatan masyarakat global. Perubahan iklim, urbanisasi yang cepat, migrasi manusia, dan perubahan dalam penggunaan lahan dapat mempengaruhi penyebaran penyakit-penyakit baru atau penyakit yang sudah ada menjadi lebih sulit untuk dikendalikan.
  4. Ancaman terhadap Keamanan Kesehatan Global: Zoonosis diakui sebagai ancaman serius terhadap keamanan kesehatan global karena kemampuannya untuk menyebar melintasi batas negara dengan cepat. Infeksi zoonotik dapat mempengaruhi populasi di seluruh dunia dengan sangat cepat, terutama dalam konteks globalisasi dan mobilitas manusia yang tinggi saat ini.

Pemahaman masyarakat tentang apa itu penyakit zoonosis sangat penting untuk mengurangi risiko penularannya. Ketika memahami zoonosis, masyarakat lebih mungkin untuk mengenali gejala awal penyakit pada hewan atau diri mereka sendiri. Hal ini memungkinkan penanganan yang cepat dan pencegahan penyebaran lebih lanjut. Pengetahuan tentang  bagaimana cara zoonosis ditularkan dapat membantu masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif misalnya dengan menjaga kebersihan, membatasi kontak dengan hewan liar, atau mengikuti protokol vaksinasi hewan peliharaan. Pemahaman zoonosis juga mengajarkan masyarakat tentang bagaimana faktor-faktor lingkungan seperti perubahan iklim atau perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi penyebaran penyakit dari hewan ke manusia. Ketika masyarakat sadar akan potensi wabah zoonosis, mereka lebih siap untuk berpartisipasi dalam respons kesehatan masyarakat yang terkoordinasi dan membantu dalam upaya pencegahan dan pengendalian.

PENDEKATAN YANG HOLISTIK DALAM MENCEGAH DAN MENGENDALIKAN ZOONOSIS

Pengendalian zoonosis memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Prinsip umum serta strategi yang dapat diterapkan dalam pengendalian zoonosis meliputi pengobatan individu yang terkena, vaksinasi, pembatasan pergerakan hewan, pengendalian populasi hewan, pengujian dan pemusnahan, edukasi kepada masyarakat, surveillance untuk deteksi dan identifikasi, dan kolaborasi multidisiplin.

Pengobatan efektif pada individu yang terinfeksi adalah langkah pertama untuk mengurangi dampak penyakit zoonosis. Penanganan medis yang tepat mengurangi gejala, menghilangkan patogen, dan mengurangi risiko penularan lebih lanjut. Vaksinasi pada hewan sehat membantu mencegah timbulnya penyakit zoonosis. Vaksinasi juga penting untuk manusia yang berisiko tinggi terkena zoonosis melalui kontak langsung dengan hewan. Selanjutnya, pembatasan dan karantina pada hewan yang terpapar penyakit adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran penyakit. Regulasi pergerakan hewan juga membantu mengurangi risiko penyebaran penyakit ke wilayah lain. Pengelolaan populasi hewan, termasuk pengurangan kepadatan hewan dan pemusnahan hewan yang terinfeksi, dapat mengurangi penyebaran penyakit. Pengendalian ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kesehatan hewan. Pengujian rutin pada hewan untuk mendeteksi penyakit zoonosis secara dini memungkinkan penanganan cepat dan pemusnahan hewan yang terinfeksi jika diperlukan untuk mencegah penyebaran. Pendidikan masyarakat tentang praktik kebersihan, biosekuriti, dan interaksi aman dengan hewan penting untuk mencegah infeksi zoonosis. Kesadaran yang tinggi dapat membantu mengurangi risiko penularan. Sistem surveilans yang efektif diperlukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen zoonosis. Analisis data epidemiologis dan pemantauan gejala membantu dalam mengidentifikasi kecenderungan penyakit dan faktor risiko yang mungkin bertanggung jawab terhadap penularan penyakit. Kolaborasi antara dokter hewan, tenaga medis, ahli epidemiologi, dan spesialis lingkungan merupakan kunci untuk pengendalian zoonosis yang efektif. Pendekatan One Health mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk penanganan yang lebih holistik dan komprehensif.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip umum pengendalian penyakit, menggunakan surveilans yang efektif, dan memastikan kolaborasi multidisiplin yang erat, kita dapat mengurangi risiko zoonosis dan melindungi kesehatan manusia dan hewan dengan lebih baik.

INDONESIA SEBAGAI HOTSPOT ZOONOSIS

Indonesia memiliki potensi besar sebagai hotspot zoonosis yang merupakan tantangan serius bagi kesehatan masyarakat dan konservasi lingkungan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megadiverse di dunia dengan ekosistem yang sangat beragam. Keanekaragaman ini mencakup berbagai spesies hewan, baik liar maupun domestik. Kehadiran banyak spesies hewan ini meningkatkan kemungkinan bahwa beberapa di antaranya bisa menjadi reservoir alami untuk berbagai penyakit zoonosis. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan memiliki hubungan erat dengan hewan domestik seperti ayam, babi, dan sapi. Interaksi langsung dengan hewan-hewan ini, baik untuk konsumsi atau pekerjaan sehari-hari, meningkatkan risiko penularan penyakit zoonosis dari hewan ke manusia. Praktik pertanian intensif dan perdagangan hewan di Indonesia yang kurang terkontrol dapat mempercepat penyebaran penyakit zoonosis di antara hewan ternak. Kurangnya pengawasan terhadap standar keamanan pangan dan pengelolaan limbah yang memadai juga berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit ini. Perubahan lingkungan yang kerap terjadi di Indonesia turut menjadi alasan Indonesia beresiko besar sebagai lokasi Perubahan lingkungan seperti deforestasi, urbanisasi yang cepat, dan perubahan iklim dapat mempengaruhi habitat hewan vektor atau memaksa hewan-hewan tertentu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat mengubah pola penyebaran penyakit zoonosis dengan cara yang sulit diprediksi. Di beberapa daerah Indonesia, terutama di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, akses terhadap perawatan kesehatan masih terbatas. Hal ini dapat menyulitkan upaya deteksi dini, diagnosis, dan pengendalian penyakit zoonosis sebelum menyebar secara luas.

Keputusan Menteri Pertanian No. 237/Kpts/PK.400/M/3/2019 di Indonesia merupakan salah satu langkah strategis dalam menangani penyakit zoonosis. Latar belakang dari Keputusan tersebut adalah karena pengendalian penyakit zoonosis memerlukan pendekatan yang terkoordinasi antara sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Keputusan ini mencerminkan upaya untuk memprioritaskan penyakit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan. Penanganan zoonosis memerlukan kerjasama antara berbagai instansi pemerintah, lembaga kesehatan, serta masyarakat. Keputusan ini mendorong kolaborasi antara kementerian dan pihak-pihak terkait dalam penanganan penyakit zoonosis. Selain itu, keputusan ini sejalan dengan strategi nasional dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sistem kesehatan masyarakat dan pertanian. Prioritas pada penyakit zoonosis diatur untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya dan strategi pencegahan yang efektif. Mengingat potensi wabah penyakit zoonosis, penting untuk memiliki rencana dan kapasitas yang siap untuk merespons secara cepat dan efektif. Terakhir, keputusan ini juga membantu menetapkan fokus dan alokasi sumber daya untuk kesiapsiagaan dan respons terhadap potensi wabah. Dengan menetapkan prioritas untuk beberapa penyakit zoonosis, Keputusan Menteri Pertanian ini bertujuan untuk mengurangi dampak penyakit tersebut pada kesehatan masyarakat dan ekonomi pertanian, serta meningkatkan kapasitas nasional dalam menghadapi ancaman zoonosis secara lebih efektif. Berikut adalah daftar penyakit yang diprioritaskan berdasarkan keputusan tersebut:

  1. Avian Influenza (flu burung)
  2. Rabies (penyakit anjing gila)
  3. Anthraks
  4. Brucellosis
  5. Leptospirosis
  6. Japanese B. Encephalitis
  7. Bovine Tuberculosis
  8. Salmonellosis
  9. Schistosomiosis
  10. Q Fever
  11. Campylobacteriosis
  12. Trichinellosis
  13. Paratuberculosis
  14. Toksoplasmosis
  15. Cysticercosis/Taniasis

PERAN VITAL DOKTER HEWAN

Peran dokter hewan dalam gerakan pengendalian zoonosis sangat penting dan meliputi beberapa aspek krusial. Dokter hewan berperan dalam mengobati dan mencegah penyakit pada hewan yang merupakan sumber utama zoonosis. Hal ini mengurangi risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia. Dokter hewan juga terlibat dalam penyelidikan dan penanganan wabah zoonosis. Mereka membantu dalam identifikasi penyebab, penyebaran, dan kontrol penyakit agar tidak menyebar ke manusia. Dalam membantu dalam deteksi dini potensi wabah zoonosis serta pengendalian prevalensi penyakit, dokter hewan memiliki peran dalam membangun dan mengelola sistem surveilans untuk memantau kesehatan populasi hewan. Selain itu, dokter hewan terlibat dalam regulasi dan pembatasan pergerakan hewan yang berpotensi menularkan penyakit zoonosis. Langkah ini membantu mengurangi risiko penularan melalui perdagangan hewan atau migrasi populasi hewan. Dokter hewan juga memantau kesehatan satwa liar yang dapat menjadi reservoir penyakit zoonosis. Langkah ini penting untuk memahami dan mengelola potensi risiko penularan dari satwa liar ke manusia. Peran vital lain yang dimiliki seorang dokter hewan adalah sebagai penghubung alami antara dokter manusia, ahli ekologi, dan spesialis lingkungan. Kolaborasi lintas disiplin ini sangat diperlukan dalam pengendalian zoonosis yang efektif.

Dengan semboyan Manusya Mriga Satwa Sewaka, dokter hewan di Indonesia menegaskan komitmen mereka untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia melalui pemahaman dan perlindungan terhadap dunia hewan, termasuk dalam upaya pencegahan dan pengendalian zoonosis. Maka dari itu untuk dapat berkontribusi, seorang dokter hewan haruslah memiliki kesadaran diri untuk selalu meningkatkan kapasitas dan kompetensi diri terutama dalam gerakan pengendalian zoonosis. Kemampuan dan pengetahuan yang terus diperbarui serta keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan sangat penting dalam menghadapi tantangan zoonosis yang terus berkembang dikemudian hari. (FR)

Author:

Farissa Romadhiyati 

  • Doctor of Veterinary Medicine
  • Master of Animal dan Food Hygiene
  • Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BPKH) Cinagara – Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2018-2024).

SUMBER

Beran, G. W., & Reilly, R. R. L. (Eds.). (2018). Zoonoses: Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans. CRC Press.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2022). Zoonotic Diseases. Retrieved from [CDC Website](https://www.cdc.gov/onehealth/basics/zoonotic-diseases.html)

Emerging Zoonotic Diseases: A Review of Current Trends. (2015). Clinical Microbiology Reviews, 28(4), 638-658. [DOI: 10.1128/CMR.00066-14](https://cmr.asm.org/content/28/4/638)

Food and Agriculture Organization (FAO). (2020). The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO. Retrieved from [FAO Website](http://www.fao.org/3/ca9229en/CA9229EN.pdf).

Kilpatrick, A. M., & Randolph, S. E. (2012).Drivers of Zoonotic Emerging Infectious Disease. Journal of the Royal Society Interface, 9 (71), 1237-1249. [DOI: 10.1098/rsi.2012.0276](https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rsi.2012.0276)

Morrison, M. L., & Hodge, B. S. (2021). One Health Approaches to Zoonotic Disease Surveillance. Journal of Public Health Management and Practice, 27 (2), 149-156. [DOI: 10.1097/PHH.0000000000001168](https://journals.lww.com/jphmp/Fulltext/2021/27020/One_Health_Approaches_to_Zoonotic_Disease.10.aspx).

Natterson-Horowitz, B., & Bowers, K. (2012). One Health: People, Animals, and the Environment. Harvard University Press.

Quinn, P. J., Markey, B. K., Carter, M. E., Donnelly, G. R., & Leonard, F. C. (2011). Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Wiley-Blackwell.

The Impact of Climate Change on Zoonotic Diseases. (2020). International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(5), 1622. [DOI: 10.3390/ijerph17051622](https://www.mdpi.com/1660-4601/17/5/1622)

World Health Organization (WHO). (2009). Global Health Risks: Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risks. World Health Organization. Retrieved from [WHO Website](https://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/global_health_risks/en/)

Belajar Dari P4S Mawar Biru – Fattening Domba

Gambar 34. Penggemukan Domba Garut dan Pakan Silase Daun Jagung Di P4S Mawar Biru

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia. Sistem pemeliharaan yang masih tradisional dengan sifat usaha yang hanya merupakan usaha sampingan, menyebabkan produktivitas ternak domba rendah. Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas domba adalah pemberian pakan dan gizinya. Manajemen pemeliharaan yang masih tradisional menyebabkan performa pertumbuhan domba tidak optimal. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas domba adalah perbaikan manajemen, baik manajemen pakan maupun pemeliharaan.

Kandang panggung koloni adalah tipe kandang untuk ternak, khususnya untuk domba, yang menggabungkan konsep kandang koloni dengan desain panggung atau lantai yang terangkat dari tanah. Konsep ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan kesehatan ternak.

Fitur Kandang Panggung Koloni

Kandang ini memiliki lantai yang terangkat dari tanah, sering kali menggunakan struktur kayu, besi, atau beton. Lantai yang terangkat membantu menghindari kontak langsung dengan tanah, yang dapat mengurangi risiko penyakit dan parasit. Desain panggung memungkinkan sirkulasi udara yang lancar dan cahaya matahari masuk, menjaga kebersihan dan mengurangi kelembapan di dalam kandang.

Biasanya dirancang untuk menampung sejumlah domba dalam satu area, dengan pemisahan yang memungkinkan pergerakan bebas dan akses ke makanan serta air. Ada area khusus untuk makan, minum, dan beristirahat, dengan sistem pemisahan yang memudahkan manajemen dan pemantauan kesehatan.

Dengan lantai yang terangkat, ventilasi menjadi lebih efektif, mengurangi kelembapan dan meningkatkan kualitas udara. Lantai biasanya dirancang dengan sistem drainase yang efisien untuk membuang kotoran dan menjaga kebersihan.

Keuntungan Kandang Panggung Koloni

  1. Lantai terangkat mengurangi paparan langsung terhadap kotoran dan kelembapan tanah, yang dapat membantu mencegah penyakit dan infek
  2. Sirkulasi udara yang lebih baik mengurangi risiko gangguan pernapasan dan infeksi lainny
  3. Lantai  panggung   memudahkan   pembersihan   kotoran   dan   limbah,   sehingga kebersihan kandang lebih mudah terjag
  4. Mengurangi paparan langsung terhadap parasit tanah, yang dapat meningkatkan kesehatan ternak secara keseluruhan.
  5.  Sistem  pakan  yang  baik  dan  akses  mudah  untuk  makanan  dan  air  membantu memastikan semua domba mendapatkan asupan yang memadai.
  6. Dengan lantai terangkat, kelembapan di dalam kandang dapat dikontrol dengan lebih baik, menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi tern

Pertimbangan Membuat Kandang Panggung Koloni

  1. Biaya Konstruksi

Membangun kandang panggung koloni mungkin memerlukan investasi awal yang lebih besar dibandingkan dengan kandang tradisional.

  1. Pemeliharaan Struktur

Struktur panggung harus dirawat secara berkala untuk memastikan kekuatan dan keandalannya, serta mencegah kerusakan.

  1. Perencanaan yang Tepat

Perencanaan  desain  harus  mempertimbangkan  sirkulasi  udara,  drainase,  dan aksesibilitas untuk memastikan efektivitas sistem.

Pakan Silsase Daun Jagung

Pakan silase adalah pakan fermentasi yang berasal dari berbagai bahan tanaman yang difermentasi secara anaerobik (tanpa oksigen) untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas pakan. Silase sering digunakan dalam peternakan sebagai sumber pakan terutama untuk hewan ruminansia seperti sapi dan domba. Untuk penggemukan domba, silase dapat menjadi pilihan pakan yang efektif.

Silase daun jagung adalah jenis silase yang terbuat dari daun jagung, sering kali bersama  dengan  bagian  tanaman  jagung  lainnya  seperti  batang  dan  biji.  Silase  ini merupakan pakan fermentasi yang dirancang untuk memberikan nutrisi yang baik bagi ternak, termasuk domba, dengan manfaat tertentu.

Pastikan silase yang diberikan berkualitas baik dan tidak terkontaminasi oleh jamur atau bakteri yang merugikan. Silase yang buruk dapat menyebabkan masalah kesehatan pada domba.  Silase harus digunakan sebagai bagian dari ration pakan yang seimbang. Domba juga memerlukan sumber pakan lain seperti konsentrat dan mineral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka.   Monitor kesehatan domba secara berkala, terutama saat menggunakan pakan baru atau perubahan diet, untuk memastikan tidak ada masalah pencernaan atau defisiensi nutrisi.

Proses Pembuatan Silase Daun Jagung

  1.  Pemilihan dan Persiapan Bahan

Pilih daun jagung yang segar dan bebas dari penyakit atau kerusakan. Daun jagung dari tanaman jagung yang masih muda dan sehat biasanya menghasilkan silase dengan kualitas yang lebih baik.

Potong daun jagung bersama dengan bagian tanaman jagung lainnya (jika diinginkan), seperti batang atau biji. Ukuran potongan sebaiknya sekitar 1-2 cm untuk mempercepat proses fermentasi.

  1.  Pengolahan Bahan:

Cacah daun jagung dan bagian tanaman jagung lainnya menjadi potongan kecil untuk memudahkan proses fermentasi dan pencernaan oleh ternak.

Jika menggunakan bahan tambahan seperti leguminosa (kedelai, kacang tanah), campurkan bahan tersebut untuk meningkatkan kandungan protein.

  1. Pengemasan dan Fermentasi:

Tempatkan bahan yang telah dipotong dalam silo, bal, atau kantong plastik. Pastikan bahan terkompaksi dengan baik untuk menghilangkan udara yang bisa mengganggu fermentasi.

Proses fermentasi memerlukan waktu beberapa minggu. Selama fermentasi, bahan akan mengalami perubahan kimia yang mengubahnya menjadi silase. Pastikan kondisi anaerobik (tanpa oksigen) selama proses ini.

  1.  Penyimpanan:

Setelah fermentasi selesai, simpan silase di tempat yang kering dan terlindung dari kelembapan berlebih untuk mencegah pembusukan dan menjaga kualitas pakan.

Manfaat Silase Daun Jagung

  1. Kandungan Nutrisi:

Daun jagung mengandung serat yang baik untuk pencernaan serta vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan ternak.

Jika dicampur dengan bagian jagung lainnya, silase daun jagung dapat menyediakan sumber energi dan protein yang cukup untuk penggemukan domba.

  1. Efisiensi Pakan:

Silase daun jagung dapat digunakan untuk mengurangi biaya pakan, terutama jika tersedia dalam jumlah besar selama musim panen jagung.

Silase  memiliki  masa  simpan  yang  panjang,  sehingga  dapat  digunakan  untuk memastikan ketersediaan pakan selama periode kekurangan pakan.

  1.  Kesehatan Pencernaan:

Kandungan serat dalam silase daun jagung membantu mendukung kesehatan pencernaan domba dan mencegah masalah seperti sembelit.

Mikroorganisme Lokal sebagai Pelengkap Pakan Domba

Mikroorganisme lokal dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi pakan domba. Mereka sering digunakan untuk fermentasi pakan, pembuatan probiotik, dan meningkatkan kesehatan pencernaan ternak.

Jenis Mikroorganisme Lokal untuk Pakan Domba :

  1. Bakteri Asam Laktat

Bakteri ini memainkan peran kunci dalam fermentasi silase dan pakan fermentasi lainnya. Mereka membantu mengubah karbohidrat dalam bahan pakan menjadi asam laktat, yang menurunkan pH dan mengawetkan pakan. Contohnya Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum.

  1. Bakteri Probiotik

Probiotik membantu menyeimbangkan mikrobiota usus domba, meningkatkan pencernaan dan penyerapan nutrisi, serta memperkuat sistem kekebalan tubuh. Contohnya : Bifidobacterium dan Lactobacillus acidophilus.

  1. Ragi

Ragi dapat digunakan dalam fermentasi pakan untuk meningkatkan kandungan protein dan kualitas pakan. Mereka juga dapat membantu mengurai bahan pakan yang sulit dicerna. Contohnya : Saccharomyces cerevisiae.

  1.  Jamur

Jamur seperti Aspergillus dan Penicillium dapat digunakan dalam fermentasi pakan untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi dan mencegah pembusukan. Contohnya : Aspergillus oryzae dan Penicillium spp.

Aplikasi Mikroorganisme Lokal dalam Pakan Domba

  1.  Pembuatan Silase

Menggunakan kultur bakteri asam laktat lokal untuk fermentasi daun jagung, rumput, atau bahan pakan lainnya. Bakteri ini membantu mengawetkan pakan dan meningkatkan nilai gizinya. Silase yang terfermentasi dengan baik lebih tahan lama dan memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik.

  1. Probiotik dalam Pakan

Menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam pakan domba untuk meningkatkan kesehatan pencernaan dan penyerapan nutrisi. Mengurangi gangguan pencernaan, meningkatkan pertumbuhan, dan memperbaiki kesehatan umum domba.

  1. Fermentasi Pakan

Menggunakan ragi atau bakteri untuk fermentasi pakan seperti dedak, biji-bijian, atau limbah pertanian. Proses ini meningkatkan nilai nutrisi pakan dan mengurangi risiko penyakit. Pakan fermentasi lebih mudah dicerna dan dapat meningkatkan efisiensi konversi pakan.

  1.  Pengolahan Limbah Pertanian

Menggunakan mikroorganisme lokal untuk mengolah limbah pertanian menjadi pakan ternak yang bernutrisi, seperti fermentasi jerami atau sisa tanaman. Mengurangi limbah dan memproduksi pakan tambahan yang bermanfaat.

Cara Menggunakan Mikroorganisme Lokal untuk Pakan Domba

  1. Mengidentifikasi mikroorganisme lokal dari lingkungan sekitar yang memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pa Ini bisa dilakukan dengan isolasi dari tanah, rumput, atau bahan pakan yang sudah ada.
  2. Mengembangkan mikroorganisme dalam kultur laboratorium untuk mendapatkan jumlah yang cukup sebelum diaplikasikan pada pakan.
  1. Menambahkan mikroorganisme  lokal  ke  dalam  campuran  pakan  atau  proses ferm Pastikan untuk mengikuti petunjuk mengenai dosis dan cara aplikasi untuk hasil yang optimal.
  1. Memantau efek mikroorganisme lokal pada kesehatan dan produktivitas domba Evaluasi perubahan dalam pertumbuhan, pencernaan, dan kesehatan secara berkala.

Pertimbangan dalam Penggunaan Mikroorganisme Lokal

  1. Pastikan  mikroorganisme   yang   digunakan   tidak   mengandung   patogen   atau kontaminan yang dapat membahayakan domb
  2. Monitor dan  evaluasi  efektivitas  mikroorganisme  dalam  meningkatkan  kualitas pakan dan kesehatan terna
  3. Mikroorganisme harus digunakan sebagai bagian dari ration pakan yang seimbang untuk memastikan domba mendapatkan semua nutrisi yang diperlu
  4.  Pertimbangkan    kondisi    lingkungan    lokal    saat   memilih    dan    menggunakan mikroorganisme, karena mikroorganisme lokal beradaptasi dengan baik pada kondisi spesifik.

Gambar 35. Penimbangan Domba Priangan (Sumber : Koleksi Pribadi)

Peran Teknologi Reproduksi Dalam Peningkatan Mutu Genetik Sapi Lokal

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Perkembangan teknologi reproduksi di bidang peternakan digunakan untuk memperbaiki mutu  genetik. Teknologi  reproduksi   yang berkembang   saat ini   adalah inseminasi  buatan,  sexing  spermatozoa, transfer embrio, fertilisasi in vitro, clonning, dll. Akan  tetapi  tidak semua  hasil  teknologi reproduksi tersebut dapat diaplikasikan di masyarakat, karena masih belum efisien.

Inseminasi buatan (IB) adalah suatu teknologi di bidang reproduksi yang memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin.  Teknik  ini  sudah  lama berkembang di  Indonesia   dan  teknik  ini  telah  dapat digunakan untuk meningkatkan berat badan anak, oleh sebab itu perlu dipikirkan pejantan mana  yang  akan  digunakan untuk meningkatkan berat badan anak tersebut.

Transfer embrio

Transfer  embrio  adalah  suatu  teknologi   reproduksi   yang  dapat  memanfaatkan pejantan  dan  betina  unggul  semaksimal  mungkin.  Di  negara maju  teknik  ini  suda h diaplikasikan di peternakan berskala besar, sedangkan di Indonesia dengan sistem peternakan yang berskala kecil  relative masih belum optimal untuk diaplikasikan.

Sexing spermatozoa

Sexing   spermatozoa   atau  pengaturan  jenis  kelamin  anak  sesuai   dengan  yang

diharapkan,   dikembangkan   untuk   mendukung    IB   dan   Transfer   Embrio.   Sexing

spermatozoa  ini dikembangkan dengan berbagai metode, yang paling mutakhir adalah dengan flow cytometry. Berhubung peralatannya cukup    mahal,    maka telah dikembangkan berbagai metode (misal sentrifugasi gradien densitas percoll, sephade x dan  gradien putih  telur) yang  secara  laboratorium telah  berhasil  dibekukan  dengan kualitas yang layak untuk IB, pada skala penelitian lapang menunjukkan bahwa spermatozoa hasil sexing memungkinkan untuk diaplikasikan di lapang.

Clonning

Clonning embryo atau sel  somatic sudah banyak dilakukan di  negara maju, dan telah banyak dilakukan penelitian di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, akan tetapi tingkat keberhasilannya  masih  rendah, sehingga di dalam aplikasinya masih belum bisa. sebab itu strategi dalam pemilihan bibit adalah yang terpenting.

Menggunakan bangsa sapi yang sejenis

Perbaikan mutu sapi lokal dapat dilakukan dengan inseminasi buatan dengan pejanta n sapi lokal yang merupakan hasil seleksi yang telah terstandarisasi. Hal ini penting sekali bagi pejantan agar dapat terjamin mutu genetik dari keturunannya.

Keuntungan dari menggunakan ternak lokal unggul    adalah    ternak    tersebut    sudah mempunyai   daya   adaptasi   yang   baik   terhadap   lingkungannya,   sehingga   kita berpeluang untuk meningkatkan    produktivitasnya    dengan   cara memperbaiki manajemen pemeliharaannya  terutama dalam hal  pakan dan pengendalian terhadap penyakit.

Persilangan

Respon  terhadap  persilangan (heterosis)  akan  luar  biasa  bila  disilangkan  dengan bangsa lainnya dengan syarat juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Respons akan terlihat nyata pada persentase kelahiran, penurunan angka kematian, memperpendek umur pubertas, memperpendek jarak    kelahiran, meningkatkan produksi  susu dan umumnya pertumbuhannya  lebih baik. Banyak hasil penelitian menginformasikan bahwa  persilangan antara  bangsa  sapi  lokal dengan Bos taurus  atau  Bos  indicus  menunjukkan  respons  yang  baik.  Oleh sebab  itu  pemilihan pejantan  perlu dipertimbangkan dengan baik, dan untuk  mengetahui  informasi  yang benar  maka perlu dilakukan Pencatatan  yang teliti  sehingga diketahui  dengan benar bahwa   hal   itu   merupakan   respons   dari persilangan tersebut.

Keberhasilan dari pemanfaatan teknologi sangatlah tergantung dari kualitas sumber daya manusianya, sehingga tingkat pendidikan dan budaya setempat berpengaruh terhadap keberhasilan    dari    pemanfaatan   teknologi tersebut, hal ini juga terjadi pada penggunaan teknologi reproduksi. Sumberdaya  manusia  dalam hal  ini  bisa dibedakan menjadi: a. Pengelola (Dinas, Balai Inseminasi Buatan), b. Inseminator, c. Peternak

  1.  Sumber daya   manusia   dalam   hal pengelolaan manajemen IB berperan dalam keberhasilan IB, misalnya dalam mengelola semen  beku.   Semen   beku   harus  selalu dalam keadaan terendam nitrogen cair, apabila sekali saja kekurangan nitrogen maka kualitas semen beku akan menurun, Selain itu juga kesalahan dalam pengambilan semen beku.
  1. Sumber daya manusia dalam hal pembuatan semen beku juga berperan didalam memproduksi semen beku dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu memproduksi semen beku dengan kualitas baik.
  2. Sumber daya    manusia    yang    mampu melakukan seleksi pejantan untuk mendapatkan elite bull sehingga mutu genetiknya dapat dipertanggung jawabkan.
  3. SDM     dari     Inseminator     yang     ada     di  Indonesia  tidak  seragam jenjang pendidikannya.   Syarat  dari  inseminator   saat  ini  adalah  pernah  mengikuti   kursus

Inseminator.  Ketidak seragaman pendidikan  ini nantinya  akan berpengaruh terhadap keberhasilan IB. Inseminator sangat berperan terhadap keberhasilan IB, yaitu saat thawing, teknik IB dan juga ketepatan waktunya. Oleh sebab itu para Inseminator perlu dibekali pengetahuan tentang 1) manajemen semen beku agar kualitasnya tetap baik, 2) teknik  IB  yang  benar,  3) waktu IB yang tepat, juga pengetahuan tentang fertilitas dan manajemen pemeliharaan sapi betina agar IB yang dilakukannya sekali saja bisa berhasil.

  1.  Peternak. Pemeliharaan sapi oleh peternak sangat dipengaruhi oleh budaya dalam pemeliharaannya. Apabila secara budaya sistem  pemeliharaannya  tidak  intensif, maka sulit  untuk  penggunaan  IB, karena  IB  membutuhkan  ketepatan  waktu.  Pengetahuan tentang pengawasan tanda-tanda birahi perlu diberikan, juga kesadaran untuk melakukan manajemen perkawinan sehingga jarak beranaknya pendek. Faktor yang tidak langsung juga berdampak terhadap  kegagalan kebuntingan  yaitu pemberian pakan yang  jel ek, penyakit dll

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga para peternak kiranya  termotivasi  untuk mengguankan teknologi  reproduksi pada sapi lokal( sapi Bali, sapi Pasunda, Sapi Aceh, Sapi Madura, Sapi Jabres, sapi Katingan dll)  yang dipeliharanya  .  Sapi lokal mempunyai fertilitas yang  tinggi, akan tetapi  belum  mempunyai  efisiensi  reproduksi  yang  tinggi disebabkan  manajemen reproduksi  yang  kurang  baik,  oleh  sebab  itu  perlu  adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen reproduksi pada peternak.

Peran Kinerja Reproduksi Dalam Budidaya Kelinci yang Menguntungkan

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

Kelinci termasuk salah satu hewan ternak yang disebut  cukup menguntungkan sebab ada banyak kelebihan yang dimiliki kelinci. Hal tersebut karena permintaan kelinci terbilang cukup banyak, tidak hanya untuk potong, tetapi sebagai kelinci hias pun banyak. Agar permintaan kelinci potong  terpenuhi,  perlu adanya usaha  budi  daya .  Budidaya  kelinci juga  termasuk mudah untuk dilakukan ,ha ini karena beternak kelinci tidak membutuhkan modal dan lahan yang terlalu luas. Kelinci potong juga banyak diminati karena permintaan daging kelinci untuk menu makanan di restoran terbilang cukup tinggi. Selain karena rasanya yang nikmat, daging kelinci potong  juga  banyak dicari karena diyakini memiliki khasiat yang cukup  melimpah. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan lain seperti penghasil bulu, pupuk, kulit atau hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci juga memiliki keunggulan antara lain reproduksi yang  tinggi, mampu memanfaatkan hijauan dan limbah dengan efisien  dan daging yang mengandung  protein tinggi rendah kolesterol. Kelinci dapat hidup dan berkembang secara baik didaerah yang bersuhu  10 derajat Celcius  dan bisa juga hidup didaerah yang panas dengan suhu 37 derajat Celcius. Manajemen pemeliharaan yang baik dan benar pada ternak kelinci dapat menunjang  produktifitas  kelinci. Dalam memelihara ternak kelinci harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan. Hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha

ternak kelinci karena dengan adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan, manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran.

Aspek reproduksi  memegang peranan penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Bagian yang penting dalam reproduksi  kelinci adalah keahlian peternak dalam memprediksi birahi dan waktu yang tepat mengawinkan kelinci.  Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu perlu dihasilkan sejumlah besar individu yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Sistem perkawinan pada ternak kelinci  dapat dilakukan secara alami  maupun dengan inseminasi  buatan. Perkawinan alami adalah dengan menggunakan pejantan asli sedangkan inseminasi buatan adalah teknik metode perkawinan dengan menggunakan alat bantu. Dalam mengawinkan sistem perkawinan alami kelinci betina dimasukkan pada kandang kelinci jantan dan biarkan beberapa hari sampai terjadi kebuntingan  yang ditandai  bahwa kelinci  betina  tidak  mau menerima  lagi  pejantan. Sedangkan kegagalan  perkawinan dapat ditunjukkan denga nada tanda – tanda seperti kebuntingan, dengan membuat sarang dan memproduksi susu tetapi kenyataannya tidak melahirkan anak (kebuntingan semu).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kegagalan perkawinan yaitu betina belum siap dikawinkan, betina mengeluarkan  urine setelah  dikawinkan, suhu udara terlalu  panas, pejantan terlalu  sering dikawinkan, betina mandul, gizi makanan kelinci tidak memenuhi syarat, kelinci terlalu gemuk (sel telur terbungkus lemak), penyakit kelamin  dan keracunan, kegagalan  bunting juga bisa disebabkan oleh kondisi pejantan lemah.  Kelinci mempunyai potensi biologis  yang tinggi  karena dapat dikawinkan kapan saja asal sudah dewasa kelamin. Kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8 sampai 10 ekor anak. Namun apabila kelinci betina dikawinkan terlalu dini akan mengakibatkan meningkatnya resiko kem atian anak dan terganggunya kesehatan induk kelinci

Produktifitas kelinci dipengaruhi 2 faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Faktor internal seperti genetik menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor eksternal atau lingkungan merupakan pendukung supaya ternak mampu  berproduksi sesuai dengan  kema mpuannya. Faktor lingkungan meliputi  pakan,  perkandangan,  pemeliharaan  penyakit  dan  iklim.  Faktor  gentik  dan  lingkungan memiliki  hubungan sinergis,  jika  ternak  memiliki  potensi  genetik  unggul  tanpa didukung  faktor eksternal  yang baik, produksinya tidak akan maksimal, begitu  pula sebaliknya.  Dalam  peternakan kelinci pakan yang diberikan harus seimbang, tidak asal cukup atau banyak. Pakan yang diberikan tidak hanya hijauan tetapi juga ditambahkan konsentrat, hay (rumput kering),  biji  – bijian  dan umbi – umbian. Pemberian pakan yang bermutu rendah dalam waktu lama dapat menyebabkanpertumbuhan terhambat, sedangkan pada induk bunting dapat menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati. Reproduksi Kelinci Umur pertama kawin kelinci adalah suatu keadaan dimana organ  – organ reproduksi  mulai  berfungsi.  Pada  masa  ini  ternak  kelinci  siap  dikawinkan. Kelinci  pertama  kali dikawinkan saat berumur minimal 6,5 bulan. Pada perkawinan ini induk yang estrus dimasukkan ke dalam kandang kelinci  jantan dan dibiarkan untuk dikawini pejantan. Ciri – ciri perkawinan terjadi adalah jika pejantan menjatuhkan tubuhnya dengan posisi penis masih melakukan penetrasi ke vagina (kopulasi). Setelah terjadi dua kali perkawinan, induk dikembalikan  ke kandangnya .Setelah kelinci dikawinkan, perlu diperiksa kondisi kelinci tersebut apakah perkawinan tersebut menghasilkan kebuntingan  atau  mengalami  kegagalan.  Pemeriksaan  dilakukan  dengan  cara  menguji  kembali, meneliti perkembangan perut kelinci betina dan memperhatik an nafsu makannya. Pengujian kembali

dilakukan satu minggu setelah perkawinan, dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam kandang pejantan, jika betina menolak atau tidak mau dikawini pejantan artinya kemungkinan  besar kelinci betina bunting . Selain  itu, pemeriksaan kebuntingan pada kelinci  dapat dilakukan dengan teknik palpasi yang dikenal dengan istilah palpasi percutan ventro caudal adalah dengan cara melakukan perabaan embrio bagian perut induk kelinci.  Palpasi dilakukan efektif antara 10 – 14 hari dan tidak efektif jika dilakukan sebelum 9 hari setelah tanggal dikawinkan. Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28 – 35 hari. Dengan rata – rata kebuntingan selama 31 hari.

Perkawinan yang baik akan menghasilkan persentase kebuntingan yang tinggi karena kelinci termasuk ternak yang berovulasi jika ada ransangan pada kelinci birahi. siklus birahi pada ternak kelinci berkisar antara 10 sampai dengan 14 hari.  Kelinci betina birahi akan menunjukkan perilaku gelisah  dengan menggosokkan  dagunya atau  menggosokkan  tubuhnya pada  tempat  minum,  tempat  pakan  dan benda-benda lain,  selain  itu juga menunjukkan perilaku  mendekatkan tubuhnya dengan kelinci di kandang terdekat. Kelinci betina birahi menunjukkan vulva dengan warna merah muda hingga merah gelap.  waktu  mengawinkan  kelinci  yang paling  baik  adalah  pada  saat  pagi  hari  atau  sore  hari. Keuntungan menggunakan sistem perkawinan alami karena bisa menentukan kualitas indukan yang digunakan. Jarak  kawin  kelinci  atau  jarak  waktu yang dibutuhkan oleh  kelinci  u ntuk melakukan perkawinan lagi setelah beranak yaitu minimal 10 hari dan maksimal hingga 25 hari. .

Faktor yang mempengaruhi litter size adalah umur, lingkungan dan pakan yang diberikan. Biasanya kelinci pada kelahiran pertama induk tidak mau menyusui anak dan sifat keibuan (mothering ability) yang buruk, hal ini menyebabkan anak kelinci menjadi mati. Lingkungan kandang juga berpengaruh terhadap jumlah litter size karena banyak hewan pengganggu seperti tikus hal ini menyebabkan induk kelinci menjadi stres karenamerasa terganggu. Temperatur sangat berpengaruh terhadap kebuntingan dan litter size, dimana kebuntingan terkecil dan litter size yang paling sedikit jika perkawinan dilakukan pada saat temperatur lingkungan tinggi. Pakan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan nutrisi untuk induk kelinci. Umumnya litter size pada kelinci adalah 4 – 10 ekor.

Deimikan tulisan ini disampaikan, semoga memotivasi para pembaca dalam beternak kelinci dengan memperhatikan aspek reproduksi agar beternak kelinci menghasilkan keuntungan optimal.

Perbandingan Penampilan Reproduksi Kambing Saanen Dengan Peranakan Etawa dan Produktivitasnya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Kambing perah merupakan ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk menjadi penghasil susu segar untuk memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Potensi tersebut  salah satunya disebabkan karena nilai gizi dan daya serap susu kambing dapat bersaing dengan sus u sapi. Ditambah lagi dengan potensi susu kambing yang dapat menjadi pengganti susu sapi bagi orang yang alergi. Fenomena ini membuat pemeliharaan kambing perah menjadi banyak diminati. Susu  dari kambing PE mempunyai potensi  sebagai obat dari beberapa penyakit seperti asma, TBC, obat kuat dan pemulihan kesehatan. Jenis kambing yang sudah tersebar luas di Indonesia diantaranya adalah kambing Saanen dan kambing PE.

Kambing  Saanen merupakan  kambing perah  yang  berasal  dari  lembah Saanen  di  Swiss (Eropa)  dan  saat ini  sudah  menyebar  di  berbagai  negara  termasuk  Indonesia.  kambing Peranakan Etawa atau sering kita sebut  kambing PE, adalah kambing hasil  silang antara kambing lokal Indonesia dengan kambing Etawah. Kambing Saanen dan PE, secara genetik mempunyai potensi sebagai penghasil susu.

Pemeliharaan kambing perah untuk  dijadikan sebuah usaha membutuhkan  jenis kambing perah yang memiliki performa yang dapat dioptimalkan dengan baik. Kambing Saanen dan kambing PE merupakan dua jenis kambing perah yang telah tersebar di Indonesia. Perbandingan antara kambing Saanen dan kambing PE perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa diantara kedua kambing tersebut.

Penampilan ternak kambing perah salah satunya adalah tampilan reproduksi , merupakan bagian penting dari produktivitas ternak kambing perah. Penampilan reproduksi  atau sifat reproduksi  adalah semua aspek yang menyangkut reproduksi  ternak. Pengetahuan tentang penampilan reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Salah satu penampilan kambing perah yang perlu diamati adalah tampilan reproduksi  atau sifat reproduksi meliputi semua  aspek  yang  menyangkut  reproduksi   ternak.  Pengetahuan  tentang  penampilan

reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Performa reproduksi dapat tercermin dari service per conception (S/C), days open (masa kosong) , kidding interval ( Jarak kelahairan),dan  umur kawin pertama.

Rataan Penampilan Reproduksi (S/C, Days open, Kidding interval dan UKP) Kambing Saanen dan PE

Service per conception (S/C)

Rataan service per conception kambing  Saanen lebih pendek  dari kambing PE. Rataan service per conception kambing Saanen lebih pendek dikarenakan pejantan dan induk pada kambing Saanen mempunyai tingkat kesuburan lebih baik daripada kambing PE, dimana salah satu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya service per conception adalah faktor kesuburan pejantan dan induk.

Days open (masa kosong)

Rataan days open kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE yang diperkirakan

karena service per conception kambing Saanen yang lebih rendah dari kambing PE.. Semakin lama days open pada kambing maka akan berpengaruh terhadap masa laktasi dan produksi susunya. days open (masa kosong) secara langsung memengaruhi selang beranak pada masa laktasi  yang sedang berjalan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap produksi susu selama hidupnya. days open dipengaruhi oleh service per conception. Hal ini terlihat dari serviceper conception dari kambing Saanen lebih kecil dari kambing PE.

Kidding interval (selang beranak)

Rataan Kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Semakin lama jumlah  hari  selang  beranak  akan  menurunkan  rata-rata produksi cempe yang dihasilkan per tahun. Semakin lama selang beranak juga akan menurunkan masa produktif kambing tersebut. Rataan kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, disebabkan karena days open dan service per conception pada kambing Saanen nilainya lebih rendah dari kambing PE . Panjang pendek selang beranak tergantung keberhasilan setelah partus, artinya berhubungan dengan masa kosong dan angka kawin per kebuntingan. Semakin singkat masa kosong atau semakin cepat ternak bunting kembali setelah beranak maka akan semakin pendek sela ng beranak.

Umur kawin pertama

Rataan umur kawin pertama kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, karena pencapaian dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Umur kawin pertama dipengaruhi oleh pencapaian dewasa kelamin, juga dipengaruhi oleh pencapaian dewasa tubuh.  Pertambahan bobot badan kambing Saanen umumnya lebih cepat dalam mencapai kriteria bobot badan yang ideal untuk  dikawinkan  daripada kambing PE.  Kambing idealnya dikawinkan  saat tercapai dewasa tubuh yakni pada umur 10-12 bulan dengan rataan bobot 30-40 kg.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dat memperkaya hasanah perbendaharaan pengetahuan  para pembaca dalam menetukan pilihan ter abik dalam beragribisnis kambing. Dalam hal ini Penampilan reproduksi kambing Saanen lebih baik dari kambing PE dilihat dari Service per Conception, Days Open, kidding interval dan umur kawin pertama, yang tentunya  berdampak terhadap produktivitas kambing tersebut.

Kiat Mendongkrak Populasi Sapi Potong

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Industri peternakan sapi potong merupakan industry biologi   dan   usaha   pembibitan merupakan pabrik  yang  memproduksi bibit/pedet. Upaya meningkatkan  populasi sapi potong dapat dilakukan dengan   cara  memelihara   sapi   betina  produktif  dengan   menerapkan  perbaikan   pakan,  bibit, perkawinan IB atau alam, serta manajemen  pemeliharaan  yang  baik.  Performan sapi potong dapat diperbaiki  melalui  teknologi  reproduksi  dan perbaikan  bibit.  Untuk meningkatkan mutu  genetik (genetic improvement) melalui seleksi pembentukan  ternak  unggul  dapat  juga dilakukan melalui grading up sistem perkawinan silang yang keturunanya selalu disilangbalikan (back  crossing)  dengan bangsa    pejantan. Tujuan  mengubah  bangsa  induk  menjadi bangsa pejantan melalui inseminasi buatan atau kawin alam. Faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan IB seleksi pada sapi pejantan yang tepat, kualitas dan jenis sapi betina yang akan di IB, penampungan semen, penilaian  kualitas semen,  proses pengenceran,  proses  penyimpanan semen,     proses pengangkutan semen,  p roses inseminasi, pencatatan sapi induk yang sudah di IB, serta bimbingan  penyuluhan pada peternak sapi potong.  Jika salah  satu langkah atau proses di atas ada yang tidak sesuai atau tidak prosedural maka program  inseminasi  buatan bisa terancam  gagal.  Program  IB merupakansalah   satu   pilihan  yang tepat   yang  dapat diandalkan  dalam  memperbanyak    populasi ternak.

Sumber pertumbuhan produktivitas yang utama adalah perubahan teknologi yang lebih  maju dan bersifat tepat guna. Upaya meningkatkan   produksi   ternak  sapi  potong dapat dilakukan dengan cara perkawinan  IB dan alam.  Inseminasi  buatan (IB)  bertujuan memperbaiki  mutu  ternak  yang dihasilkan sebab bibit berasal dari pejantan yang unggul atau pilihan .  Aplikasi IB akan lebih efisien karena tidak  mengharuskan pejantan unggul dibawa ke tempat  betina, cukup dengan membawa semennya saja. Hasil IB dapat meningkatkan  angka  kelahiran  dengan  cepat dan teratur serta dapat mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit kelamin pada ternak. Dibandingkan dengan cara kawin alam (INKA), lebih banyak keuntungan yang akan diperoleh peternak dengan menggunakan cara IB. Peternak juga akan menghemat biaya pemeliharaan sapi jantan.

Hasil   IB  dapat menghasilkan  produksi   sapi potong yang lebih  baik,  dari  sisi  kuantitas maupun kualitasnya. Target yang ditetapkan untuk Service per Conception (S/C) di bawah 1,6 dan Conception Rate (CR) lebih besar dari 62,5%. Pelaksanaan IB   pada ternak dapat meningkatkan populasi ternak sapi potong apabila angka kebuntingan yang tinggi dapat    dicapai    dan    angka   kematian    dapat ditekan, serta jarak beranak yang optimal. Perbaikan teknologi      reproduksi dan bibit sapi sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu genetik (genetic improvement) melalui  seleksi, pembentukan ternak  komposit, maupun up grading  yang dapat dilakukan dengan perkawinan alam maupun IB Perkawinan  melalui  IB  dapat  diatur waktu perkawinanny a dengan  mepercepat  umur dan waktu beranak pertama  pada umur 26-36 bulan.

Peluang  peternakan sapi potong di dalam  negeri untuk mencukupi kebutuhan daging sapi secara nasional, dapat dilakukan  dengan  cara  bekerjasama  usaha peternakan dengan pemerintah maupun dengan swasta. Subsistem hulu yang meliputi industri pembibitan sapi potong, industri pakan ternak, dan industri obat-obatan atau vaksin dapat melancarkan usaha.  Pembibitan sapi potong merupakan komponen fundamental dalam  perkembangan populasi sapi potong secara nasional . Agar   proses usaha pembibitan sapi berjalan  aman, dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk   membantu berbagai  fasilitas.   Fasilitas yang harus terpenuhi antara lain lokasi kandang karantina, kandang sapi bunting, juga kandang  sapi berahi,  dan persiapan  IB  yang harus  memenuhi  standar  usaha sapi pembibitan. Peningkatkan produksi sapi potong dapat dilakukan melalui IB, penanganan gangguan reproduksi, dan bantuan pakan. Dengan mengintroduksikan IB, penanganan gangguan reproduksi dan bantuan pakan pada sapi potong betina, dapat dijaga performa dan diatur dengan  baik  kelahirannya, sekaligus dapat mengantarkan peternak untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Demikian  tulisan  ini  Disampaikan  ,  semoga  bermamfaat  dalam  upaya meningkatkan    kapasitas produksi   ternak   sapi melalui  optimalisais  Penerapan  IB, Pemberian  pakan, dan  kapasitas SDM, merupakan salah  satu upaya dalam pemenuhan pangan asal hewan, meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat, dan pelaku usaha lainnya.

Pengendalian Penyakit Reproduksi Menular Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Sapi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Penyakit reproduksi menular akan mengganggu proses reproduksi yang dapat berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Gangguan reproduksi pada sapi potong dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent) dan yang bersifat menular (infectious agent). Penyakit reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra, endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para peternak dan secara nasional tentunya akan .rnemperlambat laju peningkatan populasi ternak di dalam negeri . Terdapat enam penyakit reproduksi menular   diantaranya dilaporkan telah tersebar kejadiannya di Indonesia, yaitu Brucellosis, IBR, BVD, Leptospirosis, Bluetongue dan Toxoplasmosis .

Berdasarkan  kejadian  penyakit,  ternyata  terdapat  empat  pola  utama  cara penularan penyakit reproduksi menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dari pejantan ke pejantan maupun dari hewan betina ke betina atau dari jantan ke betina dav sebalikya, yaitu:

Penularan melalui mulut/hidung (tertelan/terhisap

Infeksi penyakit dapat terjadi karena hewan menelan/menghisap bahan-bahan (pakan/debu/udara/air) di lingkungan yang tercemar . Penyakit yang dapat menempuh cara ini adalah penyakit Listeriosis, Toxoplasmosis (melalui kotoran hewan), Mikosis (pakan tercemar jamur aspergillus), Leptospirosis (terkena urin hewan terinfeksi), Brucellosis (bahan bahan ikutan pada saat terjadi aborsi), serta IBR dan BVD (terkena lendir mukosa hewan terinfeksi) .

Penularan karena kontak seksual secara timbal balik

Penyakit ini menular karena terjadi kontak seksual, tidak terjadi penularan karena menelan atau menghisap agen penyakit atau melalui gigitan serangga . Penyakit dapat menular baik dari pejantan terinfeksi ke hewan betina ataupun sebaliknya. Penyakit Vibriosis dan Trichomoniasis dapat menempuh cara penularan ini.

Penularan penyakit karena kontak seksual searah melalui semen

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penularan ini adalah Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue. Pusat pusat inseminasi buatan (1B) dapat menjadi sumber penyebar penyakit tadi bila pejantan unggulnya sebagai sumber semen tidak bebas dari penyakit tersebut.

Penularan melalui gigitan serangga

Hanya ada satu penyakit reproduksi menular yang cara penularannya dapat melalui cara ini, yaitu penyakit Bluetongue. Penyakit dibawa oleh serangga setelah menghisap darah hewan terserang Bluetongue pada saat terjadi viremia .

Pendekatan dalam pengendalian penyakit dapat dilakukan sebagai berikut

Pengendalian penyakit dalam kelompok

Didasarkan pada cara penularan penyakit yang dapat terjadi secara horizontal antar individu, maka pendekatan dalam kelompok diarahkan pada pengendalian penyakit secara individu di dalam kelompok itu sendiri . Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah penularan dari satu individu hewan sakit/pembawa penyakit ke hewan lainnya dalam kelompok hewan itu . Kondisi yang baik adalah semua individu pada kelompok tersebut telah bebas dari penyakit menular. Penyakit reproduksi menular yang dapat disembuhkan melalui pengobatan (menggunakan antibiotik, dsb.) dapat dipertahankan dengan prosedur tertentu, sementara penyakit yang tidak dapat disembuhkan clan dapat bertindak sebagai sumber penularan di uji dan bila positif kemudian dipotong (test and slaughter) . Brucellosis termasuk dalam prosedur diuji dan dipotong.

Pengendalian penyakit antar kelompok

Pengendalian penyakit antar kelompok dimaksudkan agar kelompok hewan yang bebas dari penyakit tidak terjangkit oleh penyakit menular dari hewan yang berasal dari kelompok lainnya yang terjangkit penyakit. Untuk itu perlu dilakukan prosedur ketat bagi hewan yang akan diintroduksi ke dalam kelompok. Seleksi hewan-hewan baru dan prosedur karantina hewan merupakan hal yang perlu dilakukan .Hewan baru yang akan masuk ke dalam kelompok adalah hewan yang bebas penyakit reproduksi menular untuk menjamin status kesehatan kelompok. Demikian halnya dengan penggunaan semen dalam program IB, hanya semen dari pejantan bebas penyakit reproduksi menular yang dapat digunakan pada sapi betina di kelompok hewan tersebut.

Rekomendasi strategi pengendalian penyakit

Sangat ideal bila setiap individu yang ada dalam kelompok merupakan hewan yang terbebas penyakit reproduksi menular. Pemeriksaan individu secara serologis dan atau isolasi agen penyakit sebagai upaya diagnosis penyakit dilakukan pada saat awal upaya agribisnis. Bila terdapat hewan terjangkit penyakit reproduksi menular, pembebasan hewan dari penyakit dapat dilakukan dengan cara pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Bila penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan (seperti Brucellosis, Trichomoniasis) maka hewan tersebut dipotong. Pada kondisi dimana kelompok hewan selalu dalam ancaman penyakit reproduksi menular, seperti pada daerah endemik, atau sulitnya pengaturan keluarmasuknya hewan ke dalam kelompok tersebut, maka tindakan vaksinasi adalah cara terbaik.

Tingkatkan biosekuritas

Biosekuritas diartikan mencegah masuknya atau keluarnya agen penyakit ke wilayah kelompok atau populasi tertentu. Prinsip pertama adalah lokasi kelompok hewan yang cukup jauh dari jalur transportasi/lalu-lalang hewan yang dapat membawa penyakit yang dapat menyerang hewan kelompok atau lokasi peternakan cukup terpisah jauh dari kelompok lainnya . Kedua adalah adanya pemisah yang dapat mencegah masuknya hewan pembawa penyakit (satu spesies, hewan lain yang mampu membawa penyakit) ke wilayah kelompok, seperti pagar pembatas dan sebagainya . Ketiga adalah pengelolaan hewan masuk/keluar dari kelompok, termasuk pengelolaan petugas kandang, kendaraan pembawa pakan, petugas dari dinas, penjaja obat-obatan/vaksin hewan, serta prosedur penanganan hewan sakit, pemotongan atau pemusnahan hewan sakit/mati.

Inseminasi buatan (IB) dapat mencegah penularan penyakit reproduksi menular yang cara penularannya melalui kontak seksual dan semen. Hanya semen yang berasal dari pejantan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue) yang digunakan untuk kelompok ternak tersebut.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat menambah wawasan bahwa keberadaan penyakit reproduksi menular akan menurunkan efisiensi reproduksi ternak. penerapan pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan secara seksama, baik oleh pemerintah serta peternak sapi potong, guna mendukung keberhasilan pengembangan usaha agribisnis sapi potong di Indonesia.

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Ternak Sebagai Upaya Optimalisasi Kesehatan Reproduksi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari dan telah lama diusahakan petani  di  Indonesia,  khususnya ternak  sapi  potong  merupakan  ternak penghasil  bahan makanan berupa daging yang memiliki kandungan protein tinggi serta mempunyai arti cukup penting  bagi  kehidupan  Masyarakat. Tujuan utama beternak  adalah  untuk  menghasilkan ternak yang dapat tumbuh dan berproduksi cepat secara ekonomi. Pertumbuhan dan reproduksi, keduanya dikendalikan oleh kerja hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus  berfungsi secara baik . Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan  kesuburan atau  kemajiran  pada ternak  adalah  ketidakseimbangan hormon reproduksi.

Kondisi  nyata  di  lapangan  /  di tingkat  peternak  masih  sering  terjadi  adanya  gangguan reproduksi  atau  gangguan  kesehatan  sapi betina,  tentunya     kondisi tersebut     akan menurunkan tingkat kesuburan dan bahkan dapat menyebabkan kemajiran. Kesuburan (fertilitas} adalah  kemampuan sapi betina untuk bunting, melahirkan anak hidup setiap 12 bulan. Sedangkan  kemajiran (ketidaksuburan) adalah keadaan dimana  seekor sapi betina hanya mampu melahirkan dengan jarak kelahiran lebih panjang dari 12 bulan. Istilah ini juga dipakai bagi sapi betina yang sulit menjadi bunting. Keadaan ekstrim dari kemajiran adalah sterilitas, dimana  sapi tidak mampu untuk bunting  sama sekali. Sapi yang steril biasanya dipotong  karena  merugikan  untuk  dipelihara,  kecuali  dimamfaatkan  untuk  tenaga  Tarik gerobak. Gangguan   reproduksi       adalah  berkurangnya kemampuan   individu         untuk menghasilkan  anak secara normal.

Kesalahan    pengelolaan    reproduksi   dapat    mendorong   terjadinya   penurunan kesuburan pada ternak , dan mengakibatkan kerugian. Dalam pengelolaan reproduksi ternak yang baik , dapat menghasilkan keuntungan yang besar, faktor produksi yang harus mendapat perhatian adalah pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak . Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormon reproduksi konsentrasinya cukup  di dalam darah dan sanitsi yang memadai

Daya reproduksi yang baik  tanpa  ada  kasus  kemajiran dapat  meningkatkan efisiensi reproduksi. Tinggi  rendahnya  efisiensi  reproduksi ditentukan  oleh indeks  fertilitas  yaitu angka  kebuntingan   (conception  rate),  jarak  antar  melahirkan  (calving  interval),  jarak waktu antara  saat  melahirkan  sampai  bunting  kembali (service  period),  jarak  waktu antara  saat  melahirkan  dengan  munculnya  birahi  yang pertama  (day  open),  angka perkawinan  per kebuntingan  (service per Conception),  angka kelahiran  (calving rate). Efisiensi  reproduksi  akan  meningkatkan  produktivitas  ternak  mereka,  berarti  memberi keuntungan   dan  pendapatan   yang   lebih   tinggi.    Sem ua   ini  tergantung    pada k em am puan  peternak    dalam  memahami  siklus  birahi,  gejala  birahi,  detek si birahi, ransum pakan,  cara pertolongan  kelahiran,  praktek beternak  yang baik , program vaksinasi, penanganan  pedet, pengelolaan  sapi dara, dan lain – lain.

Upaya  untuk  pencegahan  terhadap  kasus  gangguan  reproduksi,  perlu  adanya pemeriksaan   secara   rutin   setiap   bulan   pada   ternak  betina   oleh   petugas kesehatan  reproduksi    meliputi     pemeriksaan    melalui     eksplorasi     rektal, pengobatan  pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain – lain . Pertumbuhan   dan   reproduksi,   keduanya   dikendalikan   oleh   kerja   hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus berfungsi secara baik . Salah  satu  faktor  yang  dapat  menyebabkan  terjadinya penurunan  kesuburan atau   kemajiran  pada  ternak   adalah   ketidakseimbangan   hormon  reproduksi. Hormon reproduksi  adalah hormon  yang  mempunyai sasaran  akhir  pada  alat reproduk si   pada   alat   reproduksi .   Beberapa   teknologi   mutakhir   yang  telah diciptakan  meliputi  induk si  birahi,  penanganan   kasus  infertilitas,   inseminasi buatan,   super   ovulasi   dan  embrio  transfer ,digunakan untuk  meningkatkan efisiensi  reproduk si ternak dan mengatasi  gangguan  reproduk i.

Demik ian tulisan  ini disampaikan,  semoga ada  manfaatnya bagi praktisi peternakan dan para peternak dan dapat menambah perbendaharaan  keilmuan, sehingga  optimalisasi  efesiensi reproduk si ternak dapat meningkatkan populasi dan pada ahirnya pendapatan peternak  meningkat.

Kandang Komunal Kambing/Domba

Kandang Komunal Kambing/Domba

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

 

Gambar 32. Kandang Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

Latar Belakang

Kandang adalah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada tempat atau ruang terbatas yang dirancang khusus untuk menahan atau menyimpan hewan. Kandang dapat berupa struktur sederhana, seperti kandang kayu untuk hewan peliharaan di rumah, atau struktur yang lebih kompleks seperti kandang di peternakan atau fasilitas pemeliharaan hewan.

Kandang biasanya dirancang untuk memberikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi hewan tersebut. Desain kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan yang dipelihara, tujuan pemeliharaan, dan faktor-faktor lain seperti iklim dan lingkungan.

Secara umum, kandang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk:

  1. Pemeliharaan Hewan Peliharaan

Kandang digunakan untuk menjaga hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, dan lainnya agar tetap aman dan terkendali.

  • Peternakan

Kandang di peternakan digunakan untuk menyimpan dan mengelola hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, ayam, dan lainnya. Kandang di peternakan dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus hewan-hewan tersebut.

  • Pertanian

Pada pertanian, kandang dapat digunakan untuk menyimpan hewan-hewan yang digunakan dalam pekerjaan pertanian atau sebagai bagian dari sistem pertanian tertentu.

  • Penelitian

Kandang juga dapat digunakan dalam konteks penelitian untuk menyelidiki perilaku atau karakteristik hewan tertentu.

Penting untuk memastikan bahwa kandang dirancang dengan memperhatikan kesejahteraan hewan, termasuk kebutuhan makanan, air, ruang gerak, dan kondisi lingkungan yang sesuai. Kandang yang baik dapat membantu menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan yang dipelihara di dalamnya.

Manfaat dan Fungsi Kandang

Kandang ternak memiliki berbagai manfaat dan fungsi yang penting untuk keberhasilan usaha peternakan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Keamanan dan Proteksi
  2. Kandang harus menyediakan lingkungan yang aman dan terkendali untuk ternak, melindungi ternak dari predator dan potensi bahaya lainnya.
  3. Mencegah ternak keluar dari area yang berbahaya atau potensial menyebabkan cedera.
  4. Manajemen Populasi
  5. Membantu dalam mengatur dan mengelola populasi ternak dengan baik.
  6. Memisahkan ternak berdasarkan jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, atau kondisi fisiologis untuk menghindari perkawinan silang yang tidak diinginkan atau penyebaran penyakit.
  7. Pengendalian Lingkungan
  8. Memungkinkan pengaturan mikroklimat untuk ternak, termasuk suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya.
  9. Memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem seperti hujan, angin, atau panas yang berlebihan.
  10. Pengaturan Pakan
  11. Memudahkan pemberian pakan yang terkendali dan terukur.
  12. Memungkinkan pemisahan ternak berdasarkan kebutuhan nutrisi atau kondisi kesehatan.
  13. Manajemen Kesehatan
  14. Memudahkan pemantauan kesehatan ternak dan penanganan medis jika diperlukan.
  15. Mencegah penyebaran penyakit melalui isolasi ternak yang sakit.
  16. Efisiensi Produksi
  17. Meningkatkan efisiensi produksi dengan pengendalian yang lebih baik terhadap berbagai aspek seperti reproduksi, pertumbuhan, dan pemberian pakan.
  18. Mengurangi risiko stres pada ternak, yang dapat mempengaruhi produksi dan kesehatan.
  19. Manajemen Limbah
  20. Memungkinkan pengumpulan lumpur dan pupuk ternak untuk digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.
  21. Membantu dalam pengelolaan limbah ternak, seperti kotoran dan urin, untuk mengurangi dampak lingkungan.
  22. Kotoran padat dan cair digunakan sebagai bahan baku pupuk, baik pupuk padat, pupuk cair, dan biogas.
  23. Peningkatan Kualitas Produk

Dengan memberikan lingkungan yang baik dan pakan yang terkontrol, kandang dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas produk seperti daging, susu, atau telur.

  • Pengendalian Akses

Mengontrol akses ternak ke area tertentu, mencegah overgrazing pada padang penggembalaan (ranch), kebun hijauan pakan ternak, atau kerusakan lahan lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa desain dan manfaat kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis ternak yang dipelihara dan tujuan peternakan. Faktor-faktor seperti ukuran kandang, material konstruksi, dan perawatan harian juga memainkan peran penting dalam keberhasilan sistem peternakan.

Jenis Atau Model Kandang

Ada beberapa jenis atau model kandang ternak kambing dan domba yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Berikut adalah beberapa model kandang yang umum digunakan:

  1. Kandang Tetap (Fixed Pens)
  2. Kandang Pagar Kayu atau Bambu. Kandang sederhana dengan dinding pagar kayu atau bambu yang tetap. Cocok untuk lingkungan pedesaan dengan sumber daya terbatas.
  3. Kandang Batako atau Bata. Kandang dengan dinding dari bata atau batako yang tetap. Memberikan keamanan dan perlindungan yang baik.
  4. Kandang Kombinasi. Kombinasi material seperti kayu, bambu, dan bahan lainnya untuk menciptakan kandang yang kokoh dan fungsional.
  • Kandang Bergerak (Mobile Pens)
  • Trailer Kambing. Kandang yang dapat dipindahkan dengan roda atau traktor. Ini memungkinkan penggembalaan rotasional dan pengelolaan lahan yang lebih baik.
  • Pens Portabel. Kandang portabel yang mudah dipindahkan dan biasanya terbuat dari bahan ringan seperti baja atau kayu.
  • Kandang Semi-Intensif
  • Kandang Pola Lantai Beton. Kandang dengan lantai beton yang memudahkan pemeliharaan dan kebersihan, biasanya digunakan di area yang padat penduduk.
  • Kandang dengan Atap. Kandang yang dilengkapi atap untuk memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem.
  • Kandang Intensif
  • Kandang Dalam (Stall Fed Systems). Kandang intensif dengan pemberian pakan terkontrol dan manajemen kesehatan yang ketat. Cocok untuk produksi yang intensif.
  • Kandang Susu. Kandang khusus untuk produksi susu dengan fasilitas seperti stanchion atau tempat pembibitan.
  • Kandang Semi-Konvensional
  • Kandang Sistem Pens Buka. Kandang dengan pintu terbuka yang memberikan akses ke padang rumput atau area penggembalaan.
  • Kandang Kombinasi. Penggunaan kombinasi dari beberapa model di atas untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan memaksimalkan kesejahteraan ternak.

Pemilihan jenis kandang akan tergantung pada beberapa faktor seperti iklim, topografi, skala usaha, tujuan pemeliharaan, dan sumber daya yang tersedia. Penting untuk memastikan bahwa kandang yang dipilih dapat memberikan kondisi yang nyaman dan sehat bagi kambing dan domba.

Kandang Komunal

Kandang komunal biasanya merujuk kepada fasilitas atau tempat di mana sekelompok hewan, seperti ternak atau hewan peliharaan, ditempatkan bersama-sama dalam satu area. Konsep ini sering digunakan dalam konteks pertanian atau peternakan di mana sejumlah hewan yang dimiliki oleh beberapa pemilik atau peternak ditempatkan dalam satu tempat yang sama untuk tujuan manajemen yang lebih efisien.

Kandang komunal dapat memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi penggunaan ruang, pemantauan yang lebih mudah, dan kemudahan pengelolaan sumber daya. Namun, perlu diperhatikan bahwa kandang komunal juga dapat menimbulkan risiko, seperti penyebaran penyakit dengan cepat jika tidak dikelola dengan baik.

Penerapan kandang komunal dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan, tujuan peternakan, dan praktik manajemen yang diterapkan oleh pemilik atau pengelola. Selain itu, aspek kesejahteraan hewan dan kepatuhan terhadap standar peternakan yang berlaku juga perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang komunal.

Kelebihan Kandang Komunal

Kandang komunal memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam konteks peternakan dan pemeliharaan hewan. Berikut adalah beberapa kelebihan kandang komunal:

  1. Ekonomis
  2. Biaya Rendah. Kandang komunal dapat mengurangi biaya infrastruktur karena dapat digunakan bersama oleh sejumlah peternak.
  3. Pemakaian Sumber Daya Bersama. Sumber daya seperti air, listrik, dan lahan dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, mengurangi biaya operasional.
  4. Pemanfaatan Lahan yang Efisien dan Optimal

Kandang komunal dapat dirancang untuk memanfaatkan lahan secara efisien dan optimal.

  • Pemeliharaan Bersama

Dalam kandang komunal, peternak dapat berbagi tanggung jawab terkait pemeliharaan hewan, pemantauan kesehatan, dan manajemen kebersihan.

  • Keberlanjutan Lingkungan

Kandang komunal dapat menyederhanakan pengelolaan limbah karena dapat dilakukan secara kolektif, dengan metode yang lebih berkelanjutan.

  • Kemungkinan Diversifikasi

Kandang komunal dapat mendukung diversifikasi usaha dengan memberikan peluang bagi peternak untuk berkolaborasi dalam produksi yang berbeda.

  • Sosial dan Pertukaran Pengetahuan

Kandang komunal menciptakan kesempatan bagi peternak untuk berinteraksi, berbagi pengalaman, dan saling memberikan dukungan.

  • Manajemen Risiko

Dalam situasi krisis atau kesulitan ekonomi, kandang komunal dapat memberikan dukungan bersama, membantu mengurangi dampak negatif pada setiap peternak.

  • Skalabilitas

Kandang komunal dapat dirancang untuk mengakomodasi pertumbuhan jumlah hewan atau peternak dengan lebih fleksibel.

Meskipun kandang komunal memiliki sejumlah kelebihan, penting untuk diingat bahwa keberhasilan implementasinya tergantung pada manajemen yang baik, koordinasi antarpeternak, dan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan hewan serta faktor lingkungan. Selain itu, aspek hukum dan perizinan juga perlu diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan dan kepatuhan.

Kekurangan Kandang Komunal

Kandang komunal, atau sering disebut juga dengan “kandang bersama” atau “kandang kolektif,” adalah fasilitas tempat hewan ternak, seperti kambing atau domba, dipelihara secara bersama-sama oleh beberapa peternak. Meskipun konsep ini memiliki beberapa kelebihan, ada juga kekurangan yang perlu diperhatikan:

  1. Potensi Penyebaran Penyakit

Kandang komunal dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit antar hewan karena mereka berada dalam kontak yang lebih dekat satu sama lain. Jika satu hewan terinfeksi, ada kemungkinan besar penyebaran penyakit ke hewan lain.

  • Kesulitan Pengawasan Individu

Monitoring kesehatan dan kondisi masing-masing hewan dapat menjadi lebih sulit dalam kandang komunal. Identifikasi masalah kesehatan atau reproduksi pada satu hewan dapat memerlukan usaha lebih lanjut.

  • Ketidaksetaraan Pemeliharaan

Tidak semua hewan memiliki kebutuhan yang sama, dan kandang komunal mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan spesifik setiap hewan. Beberapa hewan mungkin memerlukan perhatian atau nutrisi tambahan yang sulit dipantau dalam konteks kandang bersama.

  • Ketergantungan pada Sumber Makanan yang Terbatas

Terkadang, kandang komunal mengandalkan satu sumber pakan atau pasokan air, dan jika terjadi kekurangan atau masalah dengan sumber daya ini, semua hewan dalam kandang dapat terpengaruh.

  • Tingkat Stres yang Mungkin Lebih Tinggi

Hewan-hewan dalam kandang komunal mungkin mengalami tingkat stres yang lebih tinggi karena lebih banyak interaksi sosial dan kurangnya ruang pribadi. Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan produksi hewan.

  • Manajemen Limbah

Pengelolaan limbah dari kandang komunal dapat menjadi tantangan. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah dapat mencemari lingkungan sekitar dan mengakibatkan masalah kesehatan.

  • Pencemaran Lingkungan

Kandang komunal dapat berkontribusi pada pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah hewan, seperti kotoran dan urin, dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada ekosistem lokal.

  • Kesulitan dalam Penerapan Praktik Pertanian Berkelanjutan

Kandang komunal mungkin menghadapi kesulitan dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan karena tantangan dalam manajemen sumber daya dan lingkungan yang melibatkan banyak peternak.

Dalam merencanakan atau mengelola kandang komunal, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk meminimalkan risiko dan memastikan kesejahteraan hewan, produktivitas, dan keberlanjutan lingkungan.

Gambar 33. Kandang Komunal Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

Skip to content