Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Artikel

Kandang Komunal Kambing/Domba

Kandang Komunal Kambing/Domba

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

 

Gambar 32. Kandang Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

Latar Belakang

Kandang adalah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada tempat atau ruang terbatas yang dirancang khusus untuk menahan atau menyimpan hewan. Kandang dapat berupa struktur sederhana, seperti kandang kayu untuk hewan peliharaan di rumah, atau struktur yang lebih kompleks seperti kandang di peternakan atau fasilitas pemeliharaan hewan.

Kandang biasanya dirancang untuk memberikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi hewan tersebut. Desain kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan yang dipelihara, tujuan pemeliharaan, dan faktor-faktor lain seperti iklim dan lingkungan.

Secara umum, kandang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk:

  1. Pemeliharaan Hewan Peliharaan

Kandang digunakan untuk menjaga hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, dan lainnya agar tetap aman dan terkendali.

  • Peternakan

Kandang di peternakan digunakan untuk menyimpan dan mengelola hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, ayam, dan lainnya. Kandang di peternakan dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus hewan-hewan tersebut.

  • Pertanian

Pada pertanian, kandang dapat digunakan untuk menyimpan hewan-hewan yang digunakan dalam pekerjaan pertanian atau sebagai bagian dari sistem pertanian tertentu.

  • Penelitian

Kandang juga dapat digunakan dalam konteks penelitian untuk menyelidiki perilaku atau karakteristik hewan tertentu.

Penting untuk memastikan bahwa kandang dirancang dengan memperhatikan kesejahteraan hewan, termasuk kebutuhan makanan, air, ruang gerak, dan kondisi lingkungan yang sesuai. Kandang yang baik dapat membantu menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan yang dipelihara di dalamnya.

Manfaat dan Fungsi Kandang

Kandang ternak memiliki berbagai manfaat dan fungsi yang penting untuk keberhasilan usaha peternakan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Keamanan dan Proteksi
  2. Kandang harus menyediakan lingkungan yang aman dan terkendali untuk ternak, melindungi ternak dari predator dan potensi bahaya lainnya.
  3. Mencegah ternak keluar dari area yang berbahaya atau potensial menyebabkan cedera.
  4. Manajemen Populasi
  5. Membantu dalam mengatur dan mengelola populasi ternak dengan baik.
  6. Memisahkan ternak berdasarkan jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, atau kondisi fisiologis untuk menghindari perkawinan silang yang tidak diinginkan atau penyebaran penyakit.
  7. Pengendalian Lingkungan
  8. Memungkinkan pengaturan mikroklimat untuk ternak, termasuk suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya.
  9. Memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem seperti hujan, angin, atau panas yang berlebihan.
  10. Pengaturan Pakan
  11. Memudahkan pemberian pakan yang terkendali dan terukur.
  12. Memungkinkan pemisahan ternak berdasarkan kebutuhan nutrisi atau kondisi kesehatan.
  13. Manajemen Kesehatan
  14. Memudahkan pemantauan kesehatan ternak dan penanganan medis jika diperlukan.
  15. Mencegah penyebaran penyakit melalui isolasi ternak yang sakit.
  16. Efisiensi Produksi
  17. Meningkatkan efisiensi produksi dengan pengendalian yang lebih baik terhadap berbagai aspek seperti reproduksi, pertumbuhan, dan pemberian pakan.
  18. Mengurangi risiko stres pada ternak, yang dapat mempengaruhi produksi dan kesehatan.
  19. Manajemen Limbah
  20. Memungkinkan pengumpulan lumpur dan pupuk ternak untuk digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.
  21. Membantu dalam pengelolaan limbah ternak, seperti kotoran dan urin, untuk mengurangi dampak lingkungan.
  22. Kotoran padat dan cair digunakan sebagai bahan baku pupuk, baik pupuk padat, pupuk cair, dan biogas.
  23. Peningkatan Kualitas Produk

Dengan memberikan lingkungan yang baik dan pakan yang terkontrol, kandang dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas produk seperti daging, susu, atau telur.

  • Pengendalian Akses

Mengontrol akses ternak ke area tertentu, mencegah overgrazing pada padang penggembalaan (ranch), kebun hijauan pakan ternak, atau kerusakan lahan lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa desain dan manfaat kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis ternak yang dipelihara dan tujuan peternakan. Faktor-faktor seperti ukuran kandang, material konstruksi, dan perawatan harian juga memainkan peran penting dalam keberhasilan sistem peternakan.

Jenis Atau Model Kandang

Ada beberapa jenis atau model kandang ternak kambing dan domba yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Berikut adalah beberapa model kandang yang umum digunakan:

  1. Kandang Tetap (Fixed Pens)
  2. Kandang Pagar Kayu atau Bambu. Kandang sederhana dengan dinding pagar kayu atau bambu yang tetap. Cocok untuk lingkungan pedesaan dengan sumber daya terbatas.
  3. Kandang Batako atau Bata. Kandang dengan dinding dari bata atau batako yang tetap. Memberikan keamanan dan perlindungan yang baik.
  4. Kandang Kombinasi. Kombinasi material seperti kayu, bambu, dan bahan lainnya untuk menciptakan kandang yang kokoh dan fungsional.
  • Kandang Bergerak (Mobile Pens)
  • Trailer Kambing. Kandang yang dapat dipindahkan dengan roda atau traktor. Ini memungkinkan penggembalaan rotasional dan pengelolaan lahan yang lebih baik.
  • Pens Portabel. Kandang portabel yang mudah dipindahkan dan biasanya terbuat dari bahan ringan seperti baja atau kayu.
  • Kandang Semi-Intensif
  • Kandang Pola Lantai Beton. Kandang dengan lantai beton yang memudahkan pemeliharaan dan kebersihan, biasanya digunakan di area yang padat penduduk.
  • Kandang dengan Atap. Kandang yang dilengkapi atap untuk memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem.
  • Kandang Intensif
  • Kandang Dalam (Stall Fed Systems). Kandang intensif dengan pemberian pakan terkontrol dan manajemen kesehatan yang ketat. Cocok untuk produksi yang intensif.
  • Kandang Susu. Kandang khusus untuk produksi susu dengan fasilitas seperti stanchion atau tempat pembibitan.
  • Kandang Semi-Konvensional
  • Kandang Sistem Pens Buka. Kandang dengan pintu terbuka yang memberikan akses ke padang rumput atau area penggembalaan.
  • Kandang Kombinasi. Penggunaan kombinasi dari beberapa model di atas untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan memaksimalkan kesejahteraan ternak.

Pemilihan jenis kandang akan tergantung pada beberapa faktor seperti iklim, topografi, skala usaha, tujuan pemeliharaan, dan sumber daya yang tersedia. Penting untuk memastikan bahwa kandang yang dipilih dapat memberikan kondisi yang nyaman dan sehat bagi kambing dan domba.

Kandang Komunal

Kandang komunal biasanya merujuk kepada fasilitas atau tempat di mana sekelompok hewan, seperti ternak atau hewan peliharaan, ditempatkan bersama-sama dalam satu area. Konsep ini sering digunakan dalam konteks pertanian atau peternakan di mana sejumlah hewan yang dimiliki oleh beberapa pemilik atau peternak ditempatkan dalam satu tempat yang sama untuk tujuan manajemen yang lebih efisien.

Kandang komunal dapat memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi penggunaan ruang, pemantauan yang lebih mudah, dan kemudahan pengelolaan sumber daya. Namun, perlu diperhatikan bahwa kandang komunal juga dapat menimbulkan risiko, seperti penyebaran penyakit dengan cepat jika tidak dikelola dengan baik.

Penerapan kandang komunal dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan, tujuan peternakan, dan praktik manajemen yang diterapkan oleh pemilik atau pengelola. Selain itu, aspek kesejahteraan hewan dan kepatuhan terhadap standar peternakan yang berlaku juga perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang komunal.

Kelebihan Kandang Komunal

Kandang komunal memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam konteks peternakan dan pemeliharaan hewan. Berikut adalah beberapa kelebihan kandang komunal:

  1. Ekonomis
  2. Biaya Rendah. Kandang komunal dapat mengurangi biaya infrastruktur karena dapat digunakan bersama oleh sejumlah peternak.
  3. Pemakaian Sumber Daya Bersama. Sumber daya seperti air, listrik, dan lahan dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, mengurangi biaya operasional.
  4. Pemanfaatan Lahan yang Efisien dan Optimal

Kandang komunal dapat dirancang untuk memanfaatkan lahan secara efisien dan optimal.

  • Pemeliharaan Bersama

Dalam kandang komunal, peternak dapat berbagi tanggung jawab terkait pemeliharaan hewan, pemantauan kesehatan, dan manajemen kebersihan.

  • Keberlanjutan Lingkungan

Kandang komunal dapat menyederhanakan pengelolaan limbah karena dapat dilakukan secara kolektif, dengan metode yang lebih berkelanjutan.

  • Kemungkinan Diversifikasi

Kandang komunal dapat mendukung diversifikasi usaha dengan memberikan peluang bagi peternak untuk berkolaborasi dalam produksi yang berbeda.

  • Sosial dan Pertukaran Pengetahuan

Kandang komunal menciptakan kesempatan bagi peternak untuk berinteraksi, berbagi pengalaman, dan saling memberikan dukungan.

  • Manajemen Risiko

Dalam situasi krisis atau kesulitan ekonomi, kandang komunal dapat memberikan dukungan bersama, membantu mengurangi dampak negatif pada setiap peternak.

  • Skalabilitas

Kandang komunal dapat dirancang untuk mengakomodasi pertumbuhan jumlah hewan atau peternak dengan lebih fleksibel.

Meskipun kandang komunal memiliki sejumlah kelebihan, penting untuk diingat bahwa keberhasilan implementasinya tergantung pada manajemen yang baik, koordinasi antarpeternak, dan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan hewan serta faktor lingkungan. Selain itu, aspek hukum dan perizinan juga perlu diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan dan kepatuhan.

Kekurangan Kandang Komunal

Kandang komunal, atau sering disebut juga dengan “kandang bersama” atau “kandang kolektif,” adalah fasilitas tempat hewan ternak, seperti kambing atau domba, dipelihara secara bersama-sama oleh beberapa peternak. Meskipun konsep ini memiliki beberapa kelebihan, ada juga kekurangan yang perlu diperhatikan:

  1. Potensi Penyebaran Penyakit

Kandang komunal dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit antar hewan karena mereka berada dalam kontak yang lebih dekat satu sama lain. Jika satu hewan terinfeksi, ada kemungkinan besar penyebaran penyakit ke hewan lain.

  • Kesulitan Pengawasan Individu

Monitoring kesehatan dan kondisi masing-masing hewan dapat menjadi lebih sulit dalam kandang komunal. Identifikasi masalah kesehatan atau reproduksi pada satu hewan dapat memerlukan usaha lebih lanjut.

  • Ketidaksetaraan Pemeliharaan

Tidak semua hewan memiliki kebutuhan yang sama, dan kandang komunal mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan spesifik setiap hewan. Beberapa hewan mungkin memerlukan perhatian atau nutrisi tambahan yang sulit dipantau dalam konteks kandang bersama.

  • Ketergantungan pada Sumber Makanan yang Terbatas

Terkadang, kandang komunal mengandalkan satu sumber pakan atau pasokan air, dan jika terjadi kekurangan atau masalah dengan sumber daya ini, semua hewan dalam kandang dapat terpengaruh.

  • Tingkat Stres yang Mungkin Lebih Tinggi

Hewan-hewan dalam kandang komunal mungkin mengalami tingkat stres yang lebih tinggi karena lebih banyak interaksi sosial dan kurangnya ruang pribadi. Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan produksi hewan.

  • Manajemen Limbah

Pengelolaan limbah dari kandang komunal dapat menjadi tantangan. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah dapat mencemari lingkungan sekitar dan mengakibatkan masalah kesehatan.

  • Pencemaran Lingkungan

Kandang komunal dapat berkontribusi pada pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah hewan, seperti kotoran dan urin, dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada ekosistem lokal.

  • Kesulitan dalam Penerapan Praktik Pertanian Berkelanjutan

Kandang komunal mungkin menghadapi kesulitan dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan karena tantangan dalam manajemen sumber daya dan lingkungan yang melibatkan banyak peternak.

Dalam merencanakan atau mengelola kandang komunal, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk meminimalkan risiko dan memastikan kesejahteraan hewan, produktivitas, dan keberlanjutan lingkungan.

Gambar 33. Kandang Komunal Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi. Inefisiensi reproduksi pada sapi betina dapat menimbulkan  berbagai kerugian seperti menurunkan produksi kelahiran anak sapi / pedet, produktifitas sapi produktif, meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta   memperlambat   kemajuan  genetik   dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi, bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan   kontribusi    berbagai   faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak, oleh karenanya menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan performa reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan

Gangguan efesiensi reproduksi pada  petemakan  rakyat  lebih   banyak disebabkan oleh faktor pakan. Tingkat pemenuhan asupan pakan (energi) yang rendah sebelum beranak dan tinggi sesudah beranak menyebabkan tertundanya birahi pertama.   Kekurangan protein dalam ransum mengakibatkan  terjadinya  gangguan  reproduksi pada  temak  jantan    maupun    betina Temak. Kekurangan  protein menyebabkan timbulnya birahi yang lemah, birahi tenang, anestrus, kawin berulang, kelahiran anak yang lemah. K.ondisi ini akan lebih parah apabila dalam ransum tersebut juga terjadi kekurangan Calsium  (Ca) dan Phosfor (P)  dan akan  menyebabkan temak menjadi infertile.

Untuk mengoptimalkan kinerja reproduksi  tentu diperlukan    suatu  upaya  peningkatan efesiensi  reproduksi  induk  sapi   melalui pemberian  ransum  pakan  yang memadai,   terutama imbangan  TDN   dan  kandungan protein   serta  penerapan   teknologi   sederhana   yang  efektif agar mampu  mengatasi gangguan efesiensi reproduksi. Diharapkan  dengan pemberian ransumsesuai  dengan kebutuhan  sapi maka  akan  dapat  memacu  dan menormalkan   kembali  kadar hormon-hormon yang berperanan  didalam  siklus  reproduksi  sehingga sapi dapat  diharapkan terjadi estrus 2 – 3 bulan  post partus  kemudian, kasus sile nt heat dapat  dihilangkan dan angka konsepsi semakin  tinggi.

Kekurangan pakan, khususnya untuk daerah tropis   termasuk Indonesia merupakan salah satu  penyebab  penurunan  efesiensi  reproduksi, karena  selalu diikuti oleh adanya gagguann reproduksi menuju timbulnya kemajiran pada ternak betina. Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi sering bersifat majemuk,  artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lain.   Gangguan reproduksi pada induk dapat diperberat keadaannya bila selain kekurangan pakan juga dis ertai faktor penghambat antara lain cahaya matahari  yang kuat,   suhu kandang  panas, sanitasi rendah, keadaan lingkungan kurang serasi.  Produktivitas  ternak  selama  ini  diperkirakan  70%  dipengaruhi  oleh faktor  lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik . Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan untuk ternak  ruminansia di daerah tropik seperti Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada musim. Sebagai solusi dari permasalahan ini, peternak memanfaatkan hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi sebagai sumber pakan. Ruminansia yang diberi hijauan kualitas rendah membutuhkan rumen degradable protein (RDP) dan rumen undedradable protein (RUP) pada pakannya. RDP didegradasi sebagian besar menjadi amonia dalam rumen, kecukupan konsentrasi amonia dalam rumen diperlukan untuk pertumbuhan optimal mikrobia dan proses fermentasi. Suplai dari protein mikrobia  meskipun demikian  masih  kurang  mencukupi kebutuhan ternak sehingga  diperlukan suplementasi RUP yang tahan terhadap degradasi rumen dan membuat asa m amino tersedia untuk diserap di usus halus.  Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh tipe protein dalam  bahan pakan dan karakteristik asam aminonya, serta oleh metode pemrosesan dari bahan pakan tersebut. Bungkil kedelai merupakan salah satu sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradabilitas tinggi dalam rumen, sehingga memiliki nilai biologis   yang   kurang  menguntungkan bagi ternak ruminansia karena perombakannya.

Ransum sapi yang memenuhi    syarat     ialah     ransum    yang mengandung  :   protein, karbohidrat,  lemak,  vitamin,  mineral,  dan  air dalam  jumlah  yang  cukup.  Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pak an tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan  ternak (dewasa, bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi  sehingga untuk mengatasinya sapi dapat  diberikan pakan  tambahan. Oleh karena  itu pemberian pakan tambahan  yang baik  pada induk sapi   akan  sangat  berpengaruh terhadap pedetnya.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga menambah perbendaharaan kepustakaan bagi para peternak dan praktisi peternakan, dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tentunya akan menghasilkan kinerja reproduksi yang optimal.

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

        Konsep One Health adalah pendekatan lintas disiplin ilmu yang mengakui keterkaitan erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Prinsip utama dari One Health adalah bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan ekosistem tempat mereka hidup (World Health Organisation (WHO, 2017). Konsep One Health muncul sebagai respons terhadap peningkatan kesadaran akan hubungan erat antara kesehatan manusia dan hewan, terutama dalam konteks penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies dan influenza. Pada tahun 2004, organisasi kesehatan global seperti World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organisation for Animal Health (WOAH – Dulunya OIE) mulai mengembangkan pendekatan lintas sektor untuk mengatasi ancaman penyakit yang melintasi batas spesies. Seiring berjalannya waktu, pengakuan akan pentingnya integrasi aspek kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan semakin meningkat. One Health menjadi landasan untuk mengembangkan kebijakan, strategi, dan program kesehatan global yang holistik. Organisasi internasional, pemerintah, akademisi, dan lembaga swasta bekerja sama dalam mempromosikan pendekatan One Health di tingkat global, regional, dan nasional. Kolaborasi ini melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan publik, kesehatan hewan, pertanian, lingkungan, dan lainnya.

Gambar 1. Konsep One Health: Koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar sektor
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020

            Pendekatan One Health menyatakan bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait erat. Penyakit menular sering kali dapat berpindah antara spesies, baik dari hewan ke manusia (Zoonosis) maupun sebaliknya. Contoh penyakit seperti influenza, Ebola, dan COVID-19 adalah bukti betapa pentingnya memahami hubungan ini untuk mencegah penyebaran penyakit. One Health telah menjadi landasan penting dalam menanggapi tantangan global seperti penyebaran penyakit menular baru, resistensi antibiotik, dan perubahan iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Kesehatan manusia adalah fokus utama dalam konsep One Health, dengan fakta bahwa sebanyak 70% penyakit menular di dunia merupakan jenis penyakit zoonosis (World Organisation for Animal Health (WOAH), 2020). Kesehatan hewan turut memainkan peran penting dalam mencegah penularan penyakit ke manusia khususnya pada hewan domestik dan liar. Kesehatan hewan juga berdampak pada keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Selain itu, lingkungan fisik tempat manusia dan hewan hidup juga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit. Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan habitat dapat mempengaruhi kesehatan semua makhluk hidup.

         Aksi terbaru yang signifikan di tingkat global adalah pembentukan One Health High Level Expert Panel (OHHLE) yang melibatkan WHO, FAO, WOAH, dan UNEP. Panel ini bertujuan untuk menyusun One Health Joint Plan of Action (OH-JPA) tahun 2022-2026. OH-JPA dirancang sebagai panduan untuk mengarahkan pembuatan kebijakan di tingkat global, regional, dan nasional dengan pendekatan One Health (FAO, UNEP, WHO, and WOAH, 2022). Hal ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pemantauan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan serta respons terhadap tantangan kesehatan global seperti pandemi, zoonosis, dan resistensi antibiotik. OH-JPA juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan global dengan meningkatkan kapasitas pengawasan, deteksi dini, respons cepat terhadap kejadian luar biasa, dan perencanaan keberlanjutan sehingga dokumen yang dihasilkan tersebut diharapkan dapat mendorong kolaborasi yang lebih erat antara berbagai sektor terkait. Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bersama dan koordinasi dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang kompleks. Dalam Implementasinya, negara-negara diharapkan untuk mengadopsi dan menyesuaikan OH-JPA sesuai dengan konteks regional dan nasional mereka. Hal ini termasuk pengembangan rencana tindakan nasional yang mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan kesehatan dan lingkungan.

        Di Indonesia, beberapa Gerakan yang menunjukkan komitmen dalam menerapkan pendekatan One Health mencakup dibuatlah peraturan dan pedoman oleh pemerintah antara lain: (1) Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 yang menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemi global, serta kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019); (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 yang berisi tentang pedoman tentang pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksius baru. Hal ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan sistem pemantauan, deteksi dini, dan respons terhadap penyakit yang dapat menyebar antara hewan dan manusia; (3) Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan 2020-2024 yang berisi dokumen mencakup strategi untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional dengan pendekatan One Health; (4) Penyusunan ASEAN Leaders Declaration (ALD) on One Health Initiatives yang merupakan Deklarasi Pemimpin ASEAN mengenai Inisiatif One Health. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama regional ASEAN dalam menghadapi masalah kesehatan bersama yang melibatkan aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan; (5) Penyusunan One Health Joint Plan of Action yang merupakan panduan untuk mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan dan praktik kesehatan nasional (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020). Selain itu, Indonesia juga secara aktif mengadvokasi pendekatan One Health dalam ketahanan nasional pada forum-forum internasional seperti G20 dan KTT ASEAN ke-42. Partisipasi ini penting untuk mempromosikan kerjasama regional dan internasional dalam menanggapi tantangan kesehatan global. Tidak berhenti sampai situ, Inisiatif Indonesia terkait One Health tercermin pada pembentukan National One Health Committee (NOHC) sebagai wadah untuk koordinasi lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan otoritas terkait lainnya (National One Health Committee (NOHC) Indonesia, 2021). NOHC bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kesehatan hewan, mendukung deteksi dini penyakit zoonosis, dan mengembangkan kebijakan yang terintegrasi. Selanjutnya, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi One Health (RAOH) yang mengarahkan implementasi pendekatan One Health di tingkat nasional. RAOH ini mencakup strategi untuk meningkatkan kerjasama antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan, serta untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks (Direktorat Kesehatan Hewan, 2020). Pemerintah Indonesia telah meningkatkan sistem pemantauan dan deteksi dini penyakit zoonosis seperti rabies, avian influenza, dan leptospirosis. Langkah-langkah ini termasuk pengembangan jaringan laboratorium di seluruh Indonesia untuk mendukung diagnosa dan pemantauan penyakit yang bersifat lintas spesies. Untuk mendukung langkah tersebut, Indonesia terus berinvestasi dalam memperkuat infrastruktur kesehatan hewan, termasuk pengembangan fasilitas kesehatan hewan, peningkatan kapasitas tenaga medis hewan, dan promosi praktik biosekuritas di peternakan dan pasar hewan. Indonesia pun telah aktif membangun kerjasama dengan organisasi internasional seperti WHO, FAO, dan WOAH dalam hal pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis, pengelolaan resistensi antimikroba, peningkatan keamanan pangan, dan program pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat tentang One Health. Melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat untuk menghadapi tantangan kesehatan global dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, memastikan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara bersama-sama.

         Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pertanian yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelatihan dibidang kesehatan hewan telah memainkan peran penting dalam jejaring One Health di Indonesia sejak 2015. Beberapa kegiatan dan keterlibatannya yang signifikan meliputi:

  1. Penyusunan Modul Pelatihan dengan BBPK Ciloto dan INDOHUN. BBPKH Cinagara telah berkolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto dan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dalam penyusunan modul pelatihan. Modul ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam pendekatan One Health di antara para profesional kesehatan hewan dan lainnya;
  2. Penyusunan Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam penyusunan modul pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksi baru. Kolaborasi dilakukan dengan Direktorat Kesehatan Hewan dan FAO ECTAD untuk memastikan pendekatan lintas sektor yang komprehensif.
  3. Pelatihan PELVI (Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia): BBPKH Cinagara telah menyelenggarakan pelatihan PELVI Frontline bagi dokter hewan. Program ini dilakukan bekerja sama dengan FAO ECTAD untuk meningkatkan kapasitas dokter hewan dalam menghadapi tantangan epidemiologi dan zoonosis di lapangan;
  4. Kolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto – Kementerian Kesehatan dalam Peningkatan Kapasitas SDM One Health: BBPKH Cinagara juga telah berkolaborasi dengan BBPK Ciloto dalam upaya meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pendekatan One Health. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan perspektif kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam pelatihan dan pengembangan professional;
  5. Training of Trainer Respon Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB): BBPKH Cinagara, bersama dengan Direktorat Keswan Ditjen PKH dan FAO ECTAD, telah menyelenggarakan Training of Trainer untuk respons terhadap zoonosis prioritas dan penyakit infeksi baru. Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan petugas lapangan dengan pendekatan One Health dalam menghadapi situasi darurat kesehatan yang melintasi spesies.
  6. Kolaborasi dengan INDOHUN dalam Manajemen Penyakit Zoonotik: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam kolaborasi dengan INDOHUN dalam pelatihan manajemen penyakit zoonotik melalui pendekatan One Health. Ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan dan praktik terbaru dalam manajemen penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Gambar 2. BBPKH Cinagara bekerjasama dengan FAO ECTAD dan Dirjen PKH menyelenggarakan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) Untuk Petugas Lapang Dengan Pendekatan One Health, Minahasa, Agustus 2018.
Sumber: Dokumentasi BBPKH Cinagara

Melalui berbagai inisiatif ini, BBPKH Cinagara tidak hanya memperkuat kapasitas nasional dalam bidang kesehatan hewan, tetapi juga berkontribusi secara signifikan dalam mempromosikan pendekatan One Health di Indonesia. Terlebih karena BBPKH Cinagara merupakan satu-satunya balai pelatihan milik pemerintah yang memiliki fokus pada kesehatan hewan sehingga BBPKH Cinagara memiliki peran sentral dalam peningkatan kesadaran dan kapasitas kesehatan Bersama. BBPKH Cinagara memiliki kesadaran bahwa untuk menghadirkan kesehatan bersama tersebut, Inisiasi yang proaktif haruslah diusahakan terus menerus oleh seluruh anggota masyarakat, seperti dalam kutipan dari Dr Monique Éloit, Director General WOAH bahwa “It’s everyone’s health. Together, we can find concrete solutions for a healthier, and more sustainable world.” (Demi kesehatan semua orang, bersama-sama kita dapat menemukan solusi nyata untuk dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan). (FR)

Author:

Farissa Romadhiyati
Dokter hewan
BBPKH Cinagara – Kementerian Pertanian RI (2018-2024).

Sumber:

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). One Health. Retrieved from https://www.cdc.gov/onehealth/index.html

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Kesehatan Hewan. (2020). Rencana Aksi Nasional Pengendalian Zoonosis Indonesia 2020-2024. Jakarta: Kementerian Pertanian.

FAO, UNEP, WHO, and WOAH. 2022. One Health Joint Plan of Action (2022–2026). Working together for the health of humans, animals, plants and the environment. Rome. https://doi.org/10.4060/cc2289en

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.

National One Health Committee (NOHC) Indonesia. (2021). Indonesia’s Commitment to One Health: Progress and Challenges. Jakarta: NOHC.

World Health Organization (WHO). (2017). One Health. Retrieved from https://www.who.int/news-room/q-a-detail/one-health.

World Organisation for Animal Health (WOAH). (2020). One Health. Retrieved from https://www.oie.int/en/for-the-media/onehealth/.


Versi PDF :

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Diare pada anak sapi merupakan salah satu per m a sa l a han  ya ng  ser i us  da l a m  usa ha peternakan sapi perah. Tingginya kejadian diare dapat  mengakibatkan  kerugian yang  besar untuk peternak  karena meningkatnya biaya  untuk  pe ngoba ta n  ba hka n  m e ni m bul kan kematian. Diare dapat disebabkan oleh agen non infeksius maupun agen infeksius, yang salah sat unya yait u bak ter i E.coli serotipe enterotoksigenik ( enterotoxigenic E. coli, ETEC). Diare yang disebabkan oleh agen infeksius biasanya berkaitan dengan adanya ETEC, Cryptos – poridium parvum , virus rota, virus corona, atau beberapa kombinasi dari mikrob patogen tersebut.

Infeksi akibat ETEC dapat menimbulkan diare yang akut pada pedet sapi. Diare akibat ETEC ini dapat menimbulkan diare non  hemoragik yaitu pengeluaran cairan yang cepat, tidak ada perdarahan, dan kadang tidak disertai demam . Diare pada pedet sapi akan menunjukkan gejala klinis hewan mengalami depresi, letargi dan diikuti anoreksia, dehidrasi, suhu tubuh subnormal, kulit dingin, mukosa pucat, pembuluh darah kolaps dan apnea.

E. coli merangsang pengeluaran enterotoksin untuk mengaktivasi adenilat siklase yang terdapat di membran basolateral enterosit vili usus. Adenilat siklase yang teraktivasi akan meningkatkan produksi cyclic adenosin monophosphate  (cycl ic- AMP) di intrasel, sehingga menghambat penyerapan ion sodium dan air oleh enterosit vili usus.

Penggunaan antibiotik untuk  pengobatan  diare akibat  infeksi   E. coli  sudah berkurang efektifitasnya.  Penurunan efektifitas antibiotik tersebut karena munculnya resistensi antibiotik. Beberapa  jenis  antibiotik   yang mengalami resisten terhadap E.coli meliputi ampisilin, sefdinir, ko-t r i moksazol , kloksasillin,   eritromisin, linkomisin, penisilin, rifampisin, tetrasiklin dan vankomisin.

Diare akibat infeksi E. coli dapat  menimbulkan  banyak  kehilangan  cairan  maupun elektrolit dalam tubuh. Kehilangan cair an dan elektrolit yang parah dapat mengakibatkan hewan mengalami dehidrasi dan terjadinya ketidakseimbangan asam basa cairan tubuh . Dehidrasi  pedet  berbahaya  karena  dapat  menyebabkan  kehilangan cairan tubuh  yang berlebihan sehingga pedet  kehilangan elektrolit yang  penting  untuk metabolism pedet. Dehidrasi  yang  parah dapat  berlanjut  menjadi  asidosis  yang  kemudian  berujung  pada kematian.Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti  E. coli  (kolostrum  hiperimum) dapat  dijadikan salah satu  cara lain  untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan.

Cara paling efektif untuk  mengatasi dehidrasi  adalah dengan  menggantikan cairan yang hilang. Berikut beberapa hal yang perlu diingat saat melakukan rehidrasi anak sapi:

  • Tempelkan dua jari ke  dalam mulut  anak  sapi  untuk melihat  apakah ia  akan menghisap. Jika anak sapi masih memiliki refleks menyusu, kemungkinan  besar ia hanya mengalami dehidrasi ringan dan dapat diberikan elektrolit oral.
  • Jika anak sapi mengalami dehidrasi yang  lebih parah, mereka tidak akan mampu berdiri dan matanya akan cekung. Jika hal ini terjadi, mereka memerlukan cairan infus.
  • Pastikan larutan  elektrolit  mengandung garam,  kalium,  sumber  energi  seperti glukosa, dan asam amino seperti glisin atau alanin . Ini akan memastikan produk melakukan tugasnya untuk merehidrasi betis secara efektif.
  • Siapkan botol terpisah untuk elektrolit dan obat-obatan, serta botol terpisah untuk kolostrum. Hindari penggunaan botol  atau selang secara bergantian dan pastikan untuk membersihkan dan mendisinfeksi peralatan makan setelah digunakan.
  • Lanjutkan pemberian elektrolit hingga pedet  berhenti  diare, meski terlihat sudah pulih, karena masih berpotensi mengalami dehidrasi.
  • larutan elektrolit dirancang untuk menggantikan elektrolit yang dengan cepat keluar dari tubuh  anak  sapi  akibat  diare. Pastikan memilih  produk yang  mengandung natrium klorida atau garam (NaCl), Kalium (K), sumber energi seperti glukosa, dan asam       amino       seperti       glisin       atau       alanin .       Bahan       lain       yang termasuk asetat atau propionat untuk   membantu    anak    sapi    mempertahankan natrium dan air, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan berpotensi mencegah asidosis.

Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti E. coli (kolostrum hiperimum) dapat dijadikan salah satu cara lain untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan. Demikian     tulisan  ini  disampaikan  , semoga  bermamfaat  dan     dapat  menambah perbendaharaan wawasan   dalam penanganan pertama terhadap pedet  yang terinfeksi E.coli dan diare.

 

 

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati
(Petikan Pidato Bung Karno Tahun 1952)

[:IN]Saya diminta untuk meletakkan batu pertama dari Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Permintaan itu Insya Allah nanti akan saya penuhi, tetapi sebelum itu, saya hendak menyampaikan beberapa kata lebih dahulu.

Dengan sengaja pidato saya ini saya tuliskan, agar supaya merupakan risalah yang nanti dapat dibaca dan dibaca lagi dan dibaca lagi oleh pemuda-pemudi kita, bukan saja dari sekolah tinggi ini, tetapi dari seluruh tanah air kita. Malah, sekarang pun saya mengarahkan kata kepada pemuda-pemudi di seluruh Indonesia itu. Sebab apa yang hendak saya katakan itu, adalah amat penting bagi kita, amat-penting bahkan ”mengenai soal mati-hidupnya” bangsa kita di kemudian hari. Karena itu, pidato saya ini agak panjang , dan peletakan batu pertama dari pada Gedung Fakultas Pertanian tak dapat kulakukan pada saat yang dirancangkan.

Ya, pidato saya ini mengenai hidup mati bangsa kita di kemudian hari. Oleh karena soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat. Cukupkah persediaan makanan rakyat kita di kemudian hari? Kalau tidak, bagaimana caranya menambah persediaan makanan rakyat itu? Peristiwa sebagai yang kita hadiri sekarang ini, ialah perletakan batu-pertama dari pada suatu sekolah tinggi pertanian, adalah suatu kesempatan yang baik untuk menyampaikan kata-kata langsung kepada pemuda-pemudi, yang dalam tangan merekalah mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari.

Pemuda-pemudi! Engkau sekarang hidup dalam satu zaman yang penuh dengan soal-soal, satu zaman yang penuh dengan problem. Salah satu dari pada problem-problem itu ialah problem makanan rakyat. Engkau telah mengalami sendiri; di waktu akhir-akhir ini surat kabar-surat kabar dan tuturan di kampung-di kampung penuh dengan kata-kata; harga beras naik gila-gilaan, di sana-snini ada mengancam bahaya kelaparan, di desa ini dan di desa itu ada orang makan bonggol pisang, di daerah itu dan di daerah sana ada terdapat hoongeroedeem, di dukuh anu ada orang bunuh diri karena tak mampu memberi makan kepada anak-isterinya, dan lain-lain tuturan sebagainya lagi.

Dan sebagaimana biasa, selalu ada saja seorang yang dikambing hitamkan yang harus memikul segala kesalahan, atau segerombolan orang-orang yang dikambing hitamkan, karena disangka telah berbuat segala kesalahan. Terutama sekali orang-orang yang duduk dalam badan-badan pemerintahan harus bersedia menjadi kambing hitam itu, yang di atas kepalanya diturunkan segala hujan-hujan tuduhan yang segar-segar, yakni harus bersedia dijadikan orang yang selalu dihantam, yang kepalanya seperti ”kop van jut”.

Siapa yang sebenarnya salah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita selidiki beberapa kenyataan yang mengenai persediaan beras.
Menurut statistik 1940, bangsa kita di dalam satu tahun itu rata-rata , dus tiap-tiap orang , memakan 86 kg beras. Ini belum terhitung jagung, belum terhitung ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacang dan lain-lain sebagainya.

Kalau kita memakai angka tahun 1940 itu sebagai dasar berapa beraskah yang kita butuhkan untuk sekarang? Sekarang jumlah rakyat kita ialah 75.000.000 jiwa. Maka beras yang kita butuhkan untuk memberi tiap-tiap orang 86 kg beras setahun ialah: 75.000.000 x 86 kg = 6.450.000.000 kg atau dengan sebutan lain: 6,45 milyun (juta) ton yang kita butuhkan. Sekali lagi, yang kita butuhkan sekarang. Tetapi berapa persediaan beras kita sekarang? Artinya berapa produksi sawah-sawah ladang kita kalau dibandingkan dengan tahun 1940 tidak mundur, tetapi jumlah itu toh tidak mencukupi kebutuhan: hasil padi kita setahunnya sekarang hanya 5,5 milyun ton lebih sedikit. Padahal kebutuhan hampir 6,5 milyun ton. Itulah sebabnya kita kekurangan beras. Itulah sebabnya kita tiap-tiap tahun harus membeli beras dari luar. Dari Siam, dari Saigon, dari Birma. Ini tahun saja kita harus mencari beras 700.000 ton, atau 700.000,000 kg. Dan ketekoran kita makin lama makin bertambah.

Engkau mengetahui bangsa kita selalu bertambah jumlahnya. Di tahun-tahun yang akhir ini di tanah air kita tiap-tiap tahunnya dilahirkan bayi 2..000.000 orang dan di tiap-tiap tahunnya meninggal dunia 1.200.000 orang. Sekarang. Tidak lama lagi tambahnya penduduk Indonesia tiap tahunnya bukan 800.000 orang, tetapi 1.000.000 orang. Dan tidak lama lagi 1.000.000 orang ini menjadi 1,5 milyun orang, 1,75 milyun orang, 2 milyun orang.

Tambahnya penduduk amat cepat, tetapi tambahnya produksi beras amat pelan. Maka tiap-tiap tahun , met de reglmaat van een klok, tiap-tiap tahun, zonder ampun , tiap-tiap tahun mau tidak mau, mengaduh atau tidak mengaduh, kita menghadapi problem kekurangan beras, besok lagi 1.000.000 ton.

Itupun kalau kita setiap orangnya makan sekedar sebanyak makanan kita sekarang, dan tidak lebih. Padahal belum cukup makanan kita sekarang ini per orangnya, untuk bisa menjadi satu-bangsa yang sehat dan kuat.

Mari saya ambil angka-angka tahun 1940. Di dalam tahun itu jumlah makanan di Indonesia, kalau dibagi rata-rata antara rakyatnya, menjadi 86 kg beras per orang, 38 kg jagung, 162 kg ubi kayu, 30 kg ubi jalar.
Bilamana angka-angka ini diperhitungkan dalam nilai kalori, maka jumlah kalori yang dimakan oleh satu orang setahun ialah 624.960 atau 1.712 kalori seorang sehari. Dus kalau kita sudah senang dengan 1.712 (bundaran 1.700) kalori seorang sehari saja, kita sudah menghadapi tekor beras tiap tahun sekarang 700.000 ton, nanti 800.000 ton, nanti lagi 1.000.000 ton.

Sudahkah kita senang dengan 1700 kalori seorang sehari sebagai dalam tahun 1940 itu? Kemarin dulu aku suruh menanya kepada Dr Purwosudarmo, sekretaris Panitia Negara Perbaikan Makanan, berapa kalori dimakan oleh bangsa Indonesia seorang sehari sekarang, dan berapa kalori seharusnya untuk menjadi satu bangsa yang sehat dan kuat. Beliau menjawab 1850 kalori seorang sehari sekarang, dan harus dijadikan 2250 kalori seorang sehari di kemudian hari. Maka akan mulai menghitung. Aku mengambil misalnya tahun 1960, yaitu 8 tahun lagi dari sekarang. Tidak lama 8 tahun itu, yaitu sekedar satu jumlah tahun yang engkau butuhkan untuk menjadi pemuda-pemudi praktis dalam masyarakat. 1960!. Aku taksir jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu lebih kurang 83.000.000 jiwa yaitu 8.000.000 lebih dari pada sekarang. 8.000.000 orang ini harus juga kita beri makan. Maka marilah menghitung. Tadi telah kukatakan,bahwa tahun 1940 orang satu tahun memakan 624.960 kalori, yaitu 1712 satu orang satu hari. Kalau banyaknya kalori buat satu orang satu tahun kita biarkan sekian saja – yaitu 624.900 – tidak kita tambah – makan buat 8.000.000 orang itu harus kita adakan persediaan kalori 8.000.000 x 624.960 kalori = lebih kurang 5.000.000.000.000 kalori. Berapa beraskah ini? Ketahuilah: 100 gram beras merupakan 340 kalori. Maka engkau hitung, engkau akan mendapat 5.000.000 milyun kalori itu berarti lebih kurang 1.500.000 milyun gram beras, atau lebih kurang 1.500 milyun kg beras.

Coba pikirkan. Sekarang saja sudah tekor 0,7 milyun ton beras. Didalam tahun 1960 akan tekor 0,7 milyun ton beras + 1,5 milyun beras = 2,2 milyun ton beras. Itupun kalau kalori makanan rakyat kita perbiarkan pada 1712 kalori seorang sehari. Panitia Perbaikan Makanan minta 2250 kalori seorang sehari. Engkau barangkali ingin mengetahui angka-angka kalori makan rakyat di negeri-negeri lain?

Perhatikan, menurut perhitungan Food and Agriculture Organization, orang makan tiap hari; di India 2121 kalori, di Birma 2348 kalori, di Cuba 2918 kalori, di Malaya 2337 kalori, di Ceylon 2167 kalori, di IndoCina 2137 kalori, semuanya lebih banyak dari pada Indonesia. Di dalam angka-angka itu dimasukkan juga kalori dari bahan-bahan gajih (lemak). Berapa kalori yang dimakan orang kulit putih? Di Negeri Belanda setiap orang makan 2958 kalori, di Australia 3128 kalori, di Amerika 3249 kalori.

Pemuda-pemuda Indonesia – apakah engkau perbiarkan bangsamu hidup dari lebih kurang 1700 kalori seorang sehari? Tidak? Engkau ingin cita-cita Panitia Negara Perbaikan Makanan terlaksana? Dus 2250 kalori seorang sehari? Hitunglah sendiri, kalau begitu, berapa jumlah beras kita harus tambahkan kepada persediaan makanan rakyat, buat tahun 1960, yang berpenduduk 83.000.000 jiwa itu.

Mari kita hitung: 2250 kalori seorang sehari, dua 550 kalori lebih dari pada sekarang. Buat 75.000.000 penduduk yang sekarang sudah itu saja , ini berarti minta tambahan kalori 75 milyun x 550 x 365 (1 tahun = 365 hari) = lebih kurang 15.000.000 milyun kalori. Total kalori yang harus ditambah dus, 15.000.000 milyun kalori + 6.500.000 milyun kalori = 21.500.000 milyun kalori.

Dihitung dalam beras, 100 gram beras = 340 kalori, ini berarti 100/340 x 21.500.000 milyun gram beras = 6.300.000 milyun gram beras = 6,3 milyun ton. Menjadi : kalau kita mengingini bangsa kita dalam tahun 1960 makan 2250 kalori, seorang sehari, maka produksi makanan kita harus kita tambah dengan 6,3 milyun ton setahun, dalam bentuk beras, atau equivalentnya beras. Bagaimana kalau kita beri bentuk lain dari pada beras? Malah lebih lagi dari 6,3 milyun ton. Dalam bentuk jagung 6,3 milyun ton itu menjadi lebih kurang 7 milyun ton. Dalam bentuk ubi jalar lebih kurang 15 milyun ton. Dan dalam bentuk ubi kayupun lebih kurang 15 milyun ton.

Dan kalau tidak kita tambah produksi? Kalau tidak kita tambah produksi, maka tiap-tiap orang akan makan lebih kurang 1547 kalori saja, Maka banyak orang akan kelaparan. Maka keadaan kita akan makin kocar-kacir. Maka kejadian-kejadian yang menyedihkan yang telah kita alami sekarang ini akan terjadi terus-menerus secara permanent, bahkan permanent in het kwadraat dan menyedihkan in het kwadraat : hongerroedeem akan terdapat dimana-mana: penyakit lain akan menjalar karena badan lebih kekurangan resistensi; keamanan akan terganggu terus-menerus tiada putusnya; orang akan bunuh-membunuh perkara beras; prestasi kerja akan merosot serendah-rendahnya; mala petaka kebinasaan akan menjadi hantu yang bersinggah di milyunan rumah.

Mengertikan engkau, bahwa kita sekarang ini menghadapi satu bayangan hari kemudian yang amat ngeri. Bahkan satu todongan pistol ”mau hidup ataukah matu mati”.

Satu tekanan tugas ”to be or not to be”. Di dalam tahun 1960 nanti tekor kita sudah akan 6,3 milyun ton, berapa milyun ton nanti dalam tahun 1970 kalau pendudk kita sudah menjadi 90-95 juta dan berapa lagi dalam tahun 1980 kalau penduduk kita lebih dari 100 juta?

Engkau, pemuda-pemudi, engkau terutama sekali harus menjawab pertanyaan itu, sebab hari-kemudian adalah harimu, alam-kemudian adalah alam mu bukan alam kami kaum tua yang vroeg of laat akan dipanggil pulang ke Rahmatullah. Engkau tidak dapat memecahkan soal ini sekedar dengan sinisme, seperti sikapnya setengah pemimpin-pemimpin di waktu sekarang, yang hanya bisa menuduh, hanya bisa mencela, hanya bisa mencari dan mendapatkan orang-orang yang dicapnya kambing hitam, dan dititiri kepalanya sebagai kop van jut.

Tidak, soal makanan rakyat ini tidak dapat dipecahkan dengan sinisme, dengan sekedar menuduh, dengan sekedar mencemooh. Sebab kesulitan soal ini terletak objektif kepada ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi, antara persediaan yang ada dan jumlah mulut yang memakannya, dan tidak subjektif karena durhakanya sesuatu orang. Tiap tahun zonder kecuali, zonder pauze, zonder ampun, soal beras ini akan datang – dan akan datang crescendo – makin lama makin hebat – makin lama makin sengit – makin lama makin ngeri, selama tambahnya penduduk yang cepat itu tidak kita imbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan yang cepat pula.

Maka, pemuda-pemudi, dapatkan persediaan bahan makanan itu kita tambah? Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah, tetapi tidak sekedar sinisme, tidak sekedar ”main politik”, melainkan dengan bekerja keras atas dasar mengerti jalan-jalannya memecahkan problem yang sulit ini.

Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah:

Pertama, dengan berikhtiar memperluas daerah pertanian kita. Kedua, dengan menggiatkan(mengintensifir) usaha pertanian kita, khususnya dengan seleksi dan pemupukan.

Dua jalan ini harus kita tempuh. Mari kita kupas sekedarnya. Kemungkinan memperluas daerah pertanian kita – artinya: menambah luasnya sawah-sawah kita dan ladang-ladang kita – masing mungkin, tetapi janganlah orang kira kemungkinan itu tiada batasnya. Di Jawa kemungkinan itu hampir tidak ada lagi. Di Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, di Seram, dan lain-lain pulau lagi; kemungkinan itu masih ada tetapi janganlah orang mengira bahwa tiap tempat yang sekarang ini tertutup hutan, atau tiap tempat yang masih kosong, adalah baik buat pertanian.

Ya Sumatera dan Kalimantan penuh dengan rimba-rimba raya yang amat luas, rimba-rimbahnya yang luasnya ”pitung pandeleng” – tetapi hanya sebagian saja dari rimba-rimba itu tanahnya baik buat bercocok tanam. Penyelidikan Balai Penyelidikan Tanah (Bodemkundig Instituut) sementara menunjukkan angka-angka sebagai berikut:

Luas Sumatera 47.360.000 ha
Luas Kalimantan 53.960.000 ha
Luas Sulawesi 18.900.000 ha
Luas Irian kita 38.000.000 ha
Jumlah luas empat pulau ini 158.210.000 ha

Berapa ha dari 150.000.000 ha ini yang baik buat pertanian? Ternyata sebagian besar dari tanah-tanah itu, dengan pandangan selayang pandang saja, terang tidak memberi harapan baik buat pertanian, ialah oleh karena kwalitet tanahnya, bentuk topografinya, keadaan hidrologinya (keadaan airnya) tidak sesuai dengan syarat-syarat pertanian. Maka dengan mengecualikan tanah-tanah yang dengan selayang pandang saja, sudah nyata tidak baik bagi pertanian itu, telah dipetakan atau sekedar ditinjau sejumlah tanah di Sumatera 5.359.000 ha, di Kalimantan kita 740.000 ha, Sulawesi 669.000 ha, di Irian kita 965.000 ha, – total 7.733.000 ha.
Tetapi dari 7.733.000 ha, inipun ternyata tidak semua betul-betul baik bagi pertanian. Yang betul-betul baik ternyata hanyalah sedikit lebih dari 1.000.000 ha atau hanya 14 %.

Memang ada lagi, disamping tanah-tanah tersebut, sejumlah tanah gambut (veengronden) yang luasnya bermilyun ha, yang sampai kini belum diusahakan untuk pertanian, dan mungkin dapat dipakai untuk pertanian.
Tetapi di Indonesia ini tanah-tanah gambut itu masih sama sekali satu hal yang belum diselidiki kemungkinan-kemungkinannya – satu ”terra incognita” yang masih gelap bagi kita, meskipun di Amerika dan Eropah orang sudah mencapai hasil pertanian yang baik di atas tanah-tanah yang demikian itu.

Alhasil, luasnya daerah pertanian di Indonesia ini masih dapat ditambah lagi dengan sedikitnya 1 juta ha, kalau tidak 1,5 juta ha, atau barangkali dengan 2 juta ha. Tanah-tanah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian itu memang menunggu transmigrasi-transmigrasi kita, menunggu pacul dan bajak, traktor-traktor dan mesin-mesin pengetam padi; menunggu pekerja-pekerja yang dibawah pimpinan pemuda-pemudi kita, bersama-sama dengan mereka membanting tulang dan mengulurkan urat, mencucurkan keringat habis-habisan, sesuai dengan Firman Tuhan ”Innamal usri yusra” – in het zweet, uws aanschijns gij uw broad verdinen”.

Kecuali dengan memperluas daerah pertanian-pertanian kita, maka sebagai kukatakan tadi, harus ditempuh pula jalan lain untuk menambah persediaan makanan kita. Jalan lain itu ialah mengintensifir usaha pertanian kita, khusus dengan seleksi dan pemupukan. Jalan lain ini – malahan harus kita usahakan pula benar-benar. Oleh karena kemungkinan untuk menambah luasnya daerah sawah kita, – perhatikan: sawah artinya sawah basah! – adalah terbatas sekali. Sawah berarti air, ada air memang tidak selalu ada untuk pengairan yang sempurna. Luas sawah di Indonesia sekarang ini adalah 4,5 milyun ha, antaranya 3.384.000 ha di pulau Jawa. Di Jawa diantara tahun 1931 dan 1940 luasnya sawah hanyalah bertambah dengan 100.000 ha atau tak lebih dari 3 %, dan saya kira maximumnya memang sudah hampir tercapai.

Mengintensifir pertanian kita, itulah amat penting. Perhatikan misalnya hasil baik yang telah kita capai dengan usaha seleksi di lapangan padi basah. Dulu kita belum kenal dengan jenis padi basah yang sekarang kita namakan Bengawan. Tetap berkat usaha ilmu pertanian, dengan jalan kawin-mengawinkan bermacam-macam jenis, akhirnya terdapatlah satu jenis yang dinamakan padi Bengawan, yang betul-betul padi yang ”all-round” terhadap penyakit mentek, ia punya kwalitet beras adalah baik, ia punya nasi enak sekali rasanya dimakan, ia punya jumlah produksi lebih tinggi dari pada padi yang kita kenal sebelum itu. Ia memberi hasil-hasil rata-rata 8 kwintal padi sehektarnya, atau 4,5 kwintal beras sehektarnya. Berapa luasnya sawah yang sudah nyata dapat ditanami padi Bengawan?
Jumlah ini menurut penyelidikan ialah 1.000.000 ha. Disamping itu masih ada lagi sejumlah sawah 1.000.000 ha yang dapat ditanami dengan satu jenis lain, yang juga banyak produksinya, meskipun tidak sebanyak pada Bengawan itu. Maka menurut perhitungan, dengan cara menanam padi hasil-hasil seleksi itu saja kita akan dapat memperoleh tambahan produksi 1.080.000 ton padi, atau 600.000 ton beras, satu jumlah yang amat lumayan sekali.

Tetapi kenyataan tidak semudah itu. Kenyataan yang menjadi hambatan ialah bahwa pada umumnya sesuatu jenis padi mempunyai daya menyesuaikan diri – yang amat kecil – mempunyai aanpassingsvermogen yang amat kecil.
Jenis-jenis yang memuaskan di sesuatu daerah belum tentu memuaskan bila ditanam di suatu daerah yang lain. Jenis padi harus di ”perdaerahkan” lebih dulu. Sebelum padi Bengawan itu bisa disiarkan di seluruh kepulauan Indonesia, maka perlulah lebih dulu didirikan balai-balai seleksi daerah di berpuluh-puluh tempat. Dan disamping pusat-pusat penyelidikan daerah itu, maka haruslah pula diadakan organisasi untuk menyebarkan hasil-hasil dari pusat-pusat penyelidikan daerah itu langsung kepada petani-petani.
Dibutuhkan pusat-pusat bibit setempat – zaadltoeve-zaadhoeve – yang masing-masing meliputi keluasan 10.000 ha atau 15.000 ha sawah. Petani-petani harus dibangunkan perhatiannya oleh pusat-pusat ini, harus diinsyafkan, di ”semangatkan”.

Dengan propaganda, dengan penyuluh, dengan demontrasi, petani-petani harus dilepaskan dari jenis-jenis padi yang kurang manfaat, dibawa kepada jenis-jenis baru yang lebih baik. Ini semuanya bukan pekerjaan kecil.

Ini semuanya meminta waktu dan ini semuanya meminta keringat. Jumlah pusat-pusat yang demikian itu pada masa sekarang ini masih amat terbatas sekali. Padahal paling sedikit dibutuhkan 250 pusat – setempat, kalau bisa 300 pusat setempat. Kalau kita bekerja keras, maka boleh diharapkan bahwa dalam waktu lebih kurang 6 tahun dengan jalan demikian, sesuatu jenis yang baik dapat disebarkan antara petani-petani di seluruh Indonesia, sehingga produksi padi di seluruh Indonesia bertambah banyak. Insyaflah engkau, pemuda-pemudi, betapa pentingnya minat kepada pengetahuan pertanian bagi bangsa yang kekurangan makanan sebagai kita ini.

Disamping seleksi, aku tadi menyebutkan pemupukan, Juga dengan pemupukan kita dapat menambah produksi padi-padi-basah kita. Terutama sekali pemupukan dengan pupuk tiruan (kunstmst) fosfaat, dalam bentuk dubbel-superfosfaat atau enkei superfosfat, ternyatalah amat menaikkan tingkat produksi. Ada sawah yang dengan pupuk fosfat itu bertambah hasil 5 kwintal sehektar, bahkan ada pula yang memberikan hasil tambah 10 kwintal per hektar. Kita sekarang telah mengetahui, bahwa luasnya daerah sawah-sawah kita yang amat ”dankbaar” kepada pupuk dubbel-superfosfat adalah beratus-ratus ribu ha sawah seperti misalnya daerah-daerah tuf atau mergel atau laterit di Banten Utara, daerah Cihea antara Cianjur dan Bandung, daerah Cirebon Timur, Cirebon; daerah barat Jogjakarta, Solo Timur, Madiun Utara, Kediri Utara, Pasuruan, Bangil, daerah Purwodadi, Lusi-Randublatung, Bojonegoro, Lamongan, Madura, darah Rapang di Sulawesi Selatan, daerah Bone dan Sulawesi Tengah, dan banyak lagi daerah lain, yang semua total jumlahnya tak kurang dari 700.000 ha sawah – yang, jikalau kita bekerja mati-matian memupuknya dengan pupuk tiruan fosfat, total akan memberi hasil tambah tidak kurang dari 360.000 ton beras tiap-tiap tahunnya. Tetapi pemupukan itupun belum berjalan sebagaimana mestinya.

Dus, dengan menanam jenis padi yang lebih manfaat – hasil seleksi – kita dapat memperoleh hasil-hasil tambah 600.000 ton beras; dengan pemupukan sawah-sawah mergel atau tuf atau leterit dengan pupuk fosfat kita dapat memperoleh hasil tahunan 360.000 ton – Jumlah total 960.000 ton, atau bulatnya 1 juta ton. Sedangkan jumlah tambahan beras yang kita butuhkan untuk menyelamatkan 83.000.000 orang dalam tahun 1960 dengan dasar 1700 kalori seorang sehari saja ialah, sebagai kuuraikan dimuka tadi itu, 1,5 juta ton – dus masih kekurangan lagi 0,5 juta ton. Dan jikalau kita masih bercita-cita menaikkan argeidsprestatie rakyat kita dengan memberikan makanan kepadanya 2250 kalori seorang sehari, maka ketekoran kita itu malah masih sebesar 6,3 juta ton – 1 juta ton = 5,3 juta ton.

Dari uraian saya diatas ini ternyatalah, bahwa tidak ada ”way-out” mutlak untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari bahaya kelaparan dan bahaya kemusnahan. Bilamana kita hanya menempuh jalan yang pada masa sekarang ini lazim diusahakan, yakni hanya jalan seleksi dan hanya jalan pemupukan bagi sawah-sawah yang sudah ada, dan ikhtiar memperluas daerah pertanian berupa sawah, yang sebagai ternyata dimuka tadi, tidak mungkin kita perluaskan lagi secara besar-besaran. Tidak, kita harus menempuh jalan lain juga, jalan yang hingga kita masih terlalu di anak-tirikan, yakni jalan mencurahkan perhatian ktia juga kepada pertanian di tanah kering, pertanian di tanah ladang.

Pertanian pada tanah sawah memang masih tetap penting bagi kita, tetap jelaslah bahwa pertanian di sawah itu saja, tidak memberikan ”way-out” mutlak kepada kita. Kita harus mencurahkan perhatian kita secara simultan ya ke sawah ya ke ladang. Kita harus berubah menjadi satu bangsa yang baru, juga di atas lapang pertanian. Kita harus, mau tidak mau, menempuh jalan yang di seluruh dunia ditempuh orang Eropa dan Amerika hidup dari pertanian kering – kenapa kita tidak memperhatikan pula pertanian kering kita.

Yang kini mengetahui bahwa pertanian pada basah saja tidak memberi ”way-out” mutlak. Ketahuilah, bahwa pertanian rakyat ditanah kering lebih luas dari pada pertanian di sawah-sawah. Ini bukan saja satu kenyataan yang didapatkan di luar Jawa, tetapi juga satu kenyataan di Jawa sendiri, yang lebih penuh-sesak-padat penduduknya itu. Sedangkan di Jawa luasnya sawah lebih kurang 3.384.000 ha, maka luasnya tanah kering yang diusahakan untuk pertanian adalah 4.500.000 ha. Di luar Jawa luasnya pertanian tanah kering adalah lebih kurang 3.500.000 ha. Total pertanian tanah kering di seluruh Indonesia adalah lebih kurang 8.000 ha.

Alangkah besarnya persediaan makanan kita, kalau 8.000.000 ha ini dapat kita berikan produksi yang lebih tinggi. Disini ditanah-kering inilah, lebih ”way-out” mutlak yang kita cari. Tetap apa lacur? Satu corak yang mencirikan pertanian di ladang-ladang ialah, bahwa oleh pengusahanya sama sekali tidak dilakukan, syarat-syarat untuk mempertahankan kesuburan tanah. Satu-satunya usaha menyuburkan tanah ialah terdiri dari menanduskan (memberokan) tanah itu beberapa tahun lamanya, sehingga tanah-kering tersebut ditumbuhi oleh belukar atau hutan ringan, yang kemudian ditebang pula untuk diperladang.
Ketambahan lagi tanah-tanah kering itu tidak saja kehilangan kesuburannya, tetapi juga diserang oleh bahaya erosi, sehingga pada akhirnya daerah demikian itu merupakan satu-tanah mati – satu – ”sterven land” yang menyedihkan.

Cara pertanian yang demikian itu tak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Cara-caranya harus diubah demikian rupa, sehingga kehilangan zat-zat tanah yang perlu buat tanaman dapat dihentikan, dan tubuh tanah dipelihara, sehingga kesuburan pulang kembali. Jangan menganggap remeh akan hal ini. Sebab, bilamana kita tidak dapat mengembalikan kesuburan tanah-tanah – ladang ini sehingga dapat ditanami lagi dengan tanaman-tanaman – makanan secara manfaat, bilamana kita perbariki stervend land tetap stervend land, dan ladang-ladang menjadi stervend land, maka perlengkapan bahan makan bangsa kita niscaya akan roboh sama sekali, akan lebur, akan hancur. Oleh karena ”way-out” mutlak kita dalam hal persediaan makanan rakyat adalah justru terletak dalam tanah-tanah kering itu.

Dapatkah tanah-tanah kering menjadi sumber kemanfaatan? Dapat pemuda-pemudi; dapat! Asal kita, terutama sekali kamu, generasi muda, suka ”aanpaltken” soal ini dengan tepat, maka kita tak perlu berkecil hati.
Kemungkinan dalam teknik dan ilmu penantian telah besar sekali. Tiga puluh tahun yang lalu, propinsi NoordBrabant dan Veluwe di Negeri Belanda yang tanahnya tanah pasir yang amat miskin itu, hanyalah dapat menghasilkan sedikit boekweit dan kentang dan rogge. Hanya biri-biri kurus saja ditemukan disana dan jumlah yang kecil-kecil. Sekarang, berkat teknik pertanian, tanahnya tak kurang suburnya. Semua tanahnya dapat dihasilkan disitu, bunga-buah yang indah menyegarkan mata, sapi-sapi yang segetnuk sapi Friesland terdapat disana dalam jumlah yang besar-besar.
Ini adalah hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pelbagai balai-balai dalam waktu 10-15 tahun. Berkat rajinnya anak negerinya, berkat tepatnya cara pengolahantanah, berkat pemakaian pupuk tiruan, secara besar-besaran, maka mereka dapat mengatasi kesukaran-kesukaran dalam menyelamatkan dirinya dari bahaya kelaparan.

Mengapa kita di Indonesia tidak nanti dapat bertindak sedemikian juga? Kita dapat bertindak sedemikian juga – dapat, dan aku tidak ragu-ragu akan hal itu – asal, generasi muda, suka bertindak, asal kamu suka belajar, asal kamu nanti menjadi pelopor.

Pertanian-tanah-kering kita dapat kita bikin menjadi sungguh-sungguh manfaat, dengan melakukan empat ikhtiar yang kusebutkan dibawah ini.

P e r t a m a : Kita harus melakukan pemupukan, tanah-tanah-ladang kita harus dipupuk, baik dengan pupuk kandang, maupun dengan pupuk tiruan. Pupuk kandang dibutuhkan, bukan saja oleh karena pupuk inilah yang termudah bagi petani, tetapi juga oleh karena pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tubuh tanah. Kalau pupuk ini masih kurang, tambahlah dengan pupuk hijau. Dan kalau inipun kurang, pakailah pupuk tiruan. Jangan berkata bahwa pupuk tiruan mahal. Satu-satunya ”way-out” inikan harus kita tempuh, kalau kita sebagai bangsa tidak mau mati, Lagi pula – semua pupuk-pupuk –tiruan yang diperlukan untuk tanah-tanah kering kita itu, yaitu pada umumnya; zwavelzure amonia, kaliumsulfat, dan doubbel-superfosfat, dapat dibikin di negeri kita sendiri dari bahan-bahan yang ada di negeri kita sendiri. Ini sudah kita selidik. Maka kalau kita membikin pupuk-pupuk itu dinegeri kita sendiri tak perlulah kita membelinya di luar negeri. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan deviezen lagi. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan politik di negara orang.
Dan kita lantas dapat menjalankan pemupukan tanah-tanah-kering kita secara besar-besaran. Ratusan ribu ha, jutaan hektar tanah kering menjadi tanah yang menghasilkan produksi. Hancur-leburlah hantu kemiskinan-zat dalam tanah-tanah kering kita itu.

K e d u a : kita harus menjalankan seleksi bagi tanah kering. Alangkah masih kosongnya usaha seleksi bagi tanah-kering itu? Tentang seleksi padi-gogo dapat dikemukakan, bahwa hal itu hingga kini selalu diabaikan, selalu dianak-tirikan. Semua tenaga sampai kini dicurahkan kepada seleksi padi sawah, padi basah. Walaupun barangkali memang tidak mungkin menciptakan satu jenis gogo baru yang sama sekali tahan kemarau, yaitu yang sama sekali ”droogterestent” namun toh kemungkinan untuk mendapatkan satu jenis-baru yang mendekati kebutuhan ini, tidak masuk dalam lapangan kemustahilan. Dan selain dari pada padi? Jenis kacang tanah, jenis jagung, jenis cantel dan lain-lain tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat, pun masih mengandung kemungkinan untuk diperbaiki lagi dengan jalan seleksi.

Tanah kering harus ditanami dengan tanaman yang tanah kering, dan nilai – khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai khasiat padi, misalnya jagung, jawawut, kedele, kacang tanah dan lain-lain sebagainya lagi. Penggiatan seleksi bagi tanaman-tanaman tanah kering ini teranglah satu keharusan yang lekas harus kita penuhi!

K e t i g a : kita harus memperlipat gandakan perhewanan ternak. Peternakan adalah satu syarat mutlak untuk pertanian ditanah kering. Dari mana datangnya pupuk kandang, kalau tidak dari ternak? Dari mana tenaga-tenaga penarik- trekkrachten – untuk perusahaan pertanian itu, kalau tidak dari sapi atau kuda. Kecuali itu, adanya ternak memecahkan soal lalu-lintas, sehingga soal pengakutanpun ikut terkupas oleh karenanya pula. Terutama kuda mendinamiskan manusia. Belum kita sebut disini manfaat besar yang datang dari peternakan berkenaan dengan kebutuhan zat putih-telur (eiwit) dalam makanan rakyat ! Telur ayam, telur itik, daging ayam, daging itik, daging kambing, daging sapi, dan lain-lain sebagainya, membuat tubuh manusia menjadi sehat dan kuat. Di dalam hal pemakaian zat putih-telur yang berasal dari hewan, Indonesia menduduki satu tempat yang teramat rendah. Hanya rata-rata 4 gram kita makan seorang sehari.
Sedangkan di Siam orang makan zat putih telur 21 gram seorang sehari, di Malaya 14 gram seorang sehari, di IndoCina 17 gram seorang sehari, di India 9 gram seorang sehari, di Philipina 25 gram seorang sehari, di Cuba 29 gram seorang sehari, di Birma 32 gram seorang sehari. Sejak penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun itu, kita telah menjadi satu bangsa yang terlalu sedikit makan zat putih-telur dari hewan dan karenanya kita telah menjadi satu bangsa yang lemah badan dan kurang dinamis.
Dizamannya Sultan Agung Hanjokrokusuma, maka menurut ceritanya Rijcklof Van Goens, seorang Belanda yang menghadap dikeraton Sultan Agung di Kerta, di Ibu Kota Mataram itu tiap-tiap hari disembelih orang 500 ternak yang besar-besar. Dan lihatlah dalam sejarah pada waktu itu bangsa kita satu bangsa yang dinamis yang tangkas, yang ulet, yang berani, yang gemar bekerja.

K e e m p a t : mekanisasi. Ini satu hal yang telah lama kucita-citakan dan idam-idamkan. Pada umumnya luasnya pertanian di Jawa tidak melebihi 1 ha buat tiap-tiap petani dan 1 ha ini adalah terlalu seikit untuk hidup, terlalu banyak untuk mati. Teweinig om van televen, te veel om van te sterven. Didaerah kolonisasi diluar Jawapun petani rata-rata hanya mempunyai sawah tidak lebih dari 1 1/2 atau 2 ha. Berapa sebenarnya harusnya milik tanah, untuk hidup cukup, hidup sentosa ? kalau tanah itu tidak cukup subur seperti halnya dengan tanah-tanah yang sekarang didapatkan di luar Jawa, maka milik itu sebenarnya harus sedikitnya 10 ha buat tiap-tiap petani. Tetapi sebaliknya, kali ia diberi 10 ha, maka ia tak mempunyai cukup tenaga untuk mengolah tanahnya itu. Dengan sepasang sapi dan dengan bantuan anak istrinya serta seorang bujang, ia paling banyak dapat menggarap 5 ha tanah. Di limburg (Negeri Belanda) petani rata-rata mempunyai 20 ha, yang ia kerjakan dengan keluarganya serta seekor kuda besar dan disamping itu masih mempunyai 2-3 ekor sapi, 3-4 ekor babi, 100 ekor ayam. Bagaimanakah kita memecahkan soal kita ini, kalau kita mengerti bahwa kita kekurangan sapi,kekurangan kerbau, kekurangan kuda ?
Tidakkah mungkin mekanisasi kalau mungkin secara kolektif membawa pemecahan dalam soal ini ?

Untuk mencoba pertanian secara mekanis, di daerah Kendari (Sulawesi) ada siap sedia 15.000 ha tanah kering yang datar dengan struktur tanah yang cukup enteng untuk digarap dengan mesin. Pembagian hujan selama tahun disana adalah demikian ratanya, sehingga dua kali setahun daerah itu dapat menghasilkan panen padi gogo yang lumayan. Tidakkah baik kita coba pertanian mekanik disana itu?

Pemuda-pemudi, akupun sering melayangkan angan-anganku mengenai pertanian padi di tanah Jawa. Bilakah seorang pemuda atau pemudi Indonesia ahli ilmu pertanian mendapatkan satu jenis padi kering – padi kering, bukan padi basah yang droogte resisten, yang produksinya tidak kalah dengan padi basah, yang rasa nasinya tidak kurang lezat dari misalnya pada Bengawan yang kebal segala penyakit, yang dapat memberi panen dua kali setahun? Ah, kalau jenis padi kering yang demikian itu terdapat, kalau impianku ini terwujud, kalau segala padi bisa kita ganti dengan padi kering yang all-round itu, satu revolusi besar dapat kita jalankan di lapangan penantian padi. Kita bisa bikin petani-petani kita ”collective minded” kita bisa buang segala pematang-pematang atau galengan-galengan, kita bisa coret sebagian terbesar dari pengeluaran-pengeluaran untuk irigasi yang berpuluh-puluh milyun, kita bisa bekerja dengan tractor-tractor dan mesin-mesin pengetam, kita bisa bekerja ekonomis besar-besaran, kita bisa pergunakan tenaga petani yang berlebih untuk kerajinan tangan atau niverheid, kita bisa lemparkan banyak sekali tanaga kerja ke dalam industrialisasi di daerah-daerah kita yang harus diindustrialisir. Betapa hebatnya akibat Revolusi Pembangunan yang demikian itu. Produksi bahan makanan akan terbang naik keatas, neverheid akan tumbuh dimana-mana, industrialisasi akan tidak kekurangan tenaga manusia dan mental, dalam kedudukan jiwa, bangsa Indonesia akan berubah akan bangkit sama sekali. Hilanglah nanti segala sifat kepelanan, hilanglah segala sifat tak berdaya yang menghingapi petani kecil, hilanglah segala kemak-kemik sapa mantram dan kukus kemenyan dan sesajen, hilanglah segala sifat jiwa kedesaan, tumbuh sifat kebrayaan dan kerjaan yang luas, tumbuhlah jiwa natie yang lebar, tumbuhlah jiwa Negara yang melangkahi segalai batas-batasnya desa dan lembah dan gunung dan lautan. Terbangunlah satu Bangsa Indonesia Baru yang badannya sehat kuat karena cukup persediaan makan, yang jiwanya dinamis tangkas perkasa karena terlepas dari ikatan-ikatan lama yang membelenggu ribuan tahun.

Pemuda pemudi sekalian ! Pidatoku hampir habis. Agak lama aku minta perhatianmu, tetapi tidak terlalu lama. Oleh karena soal yang kubicarakan ialah soal hidup atau mati. Camkanlah dan perhatikanlah pada masa sekarang ini. Indonesia menghadapi satu bahaya kelaparan yang tiap-tiap tahun datang kembali, tiap-tiap tahun bertambah besar dan cepat akan merupakan satu bencana, satu malapetaka kalau tidak kita tanggulangi secara cepat. Bahwa Indonesia pada masa sekarang ini terpaksa membeli beras dari luar negeri sebanyak 600.000 atau 700.000 ton, besok 800.000 ton, lusa 900.000 ton, bahwa disana sini timbul penyakit hongeroedeem bahwa di tanah air kita yang indah permai ini ada anak-anak kecil yang diangkut ke rumah sakit oleh karena periuk nasi di rumah adalah kosong, itu adalah sebenarnya satu tanda ketidakmampuan satu brevet van onvermogen dari pada generasi sekarang yang tak mampu mengenal dan memecahkan soal. Sebagai mode didatangkanlah berbagai ahli dari luar negeri, yang memamg ahli, tetapi juga disini masih harus belajar lebih dahulu. Tetapi generasi sekarang biarlah generasi sekarang. Tetapi engkau, engkau pemuda pemudi di seluruh Indonesia, yang sekarang duduk di bangku-bangku SMA, engkau adalah generasi baru. Engkau adalah generasi yang akan datang ! Engkaulah yang bertanggung jawab atas nasib bangsamu dimasa depan. Kita kekurangan kadar bangsa, terutama di lapangan pertanian dan peternakan. Aku bertanya kepadamu; sedangkan rakyat Indonesia akan mengalami celaka, bencana, malapetaka dalam waktu dekat kalau soal makan rakyat tidak segera dipecahkan; sedangkan soal persediaan makan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup atau mati, kenapa dari kalangan-kalanganmu begitu kecil minat untuk studi ilmu pertanian dan ilmu perhewanan ?
Kenapa buat tahun 1951/1952 yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa bagi Fakultas Pertanian hanya 120 orang, dan bagi Fakultas Kedokteran Hewan hanya 7 orang? Tidak pemuda pemudiku, studi Ilmu Pertanian dan Ilmu Perhewanan tidak kurang penting dari studi lain-lain, tidak kurangmemuaskan jiwa yang bercita-cita dari pada studi yang lain-lain. Camkan, sekali lagi camkan, kalau kita tidak aanpakken soal makanan rakyat ini secara besar-besaran, secara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka.

Secepat mungkin kita harus membangunkan kadar bangsa di atas lapangan makanan rakyat, kalau mungkin laksana cendawan di musim hujan. Secepat mungkin kita membutuhkan paling sedikit 350 insinyur pertanian, 150 ahli kehutanan, ratusan ahli seleksi, ratusan ahli pemberantasan hama, ratusan ahli pemupukan, ratusan ahli tanah, ratusan ahli irigasi pertanian rakyat, ratusan ahli kehewanan, dokter-dokter hewan dan ahli-ahli pemerliharaan ternak.
Daftarkanlah dirimu nanti menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan. Jadilah Pahlawan Pembangunan. Jadikanlah bangsamu ini bangsa yang kuat, bangsa yang merdeka dalam arti merdeka yang sebenar-benarnya. Buat apa kita bicara tentang politik bebas kalau kita tidak bebas dalam hal urusan beras, yaitu selalu harus minta tolong beli beras dan bangsa-bangsa tetangga ?. Kalau misalnya peperangan dunia ke III meledak, entah besok entah lusa, dan perhubungan antara Indonesia dan Siam dan Birma terputus karena tiada kapal pengangkutan, dari mana kita mendapat beras? Haruskan kita mati kelaparan ? Buat apa kita membuang devisa bermilyun-milyun tiap-tiap tahun untuk membeli beras dari negeri lain, kalau ada kemungkinan untuk memperlipatgandakan produksi makanan sendiri?. Segala ihtiar-ihtiar kita untuk menekan harga-harga barang di dalam negeripun sebagai telah kita alami selalu akan kandas, selalu akan sia-sia, selama harga beras periodik membumbung tinggi, karena harga beras memang menentukan harga barang yang lain-lain. Politik bebas, prinstop, keamanan, masyarakat adil dan makmur ”mens sana in corpore sano” semua itu menjadi omongan kosong belaka, selama kita kekurangan bahan makanan, selama tekor kita ini makin lama makin meningkat. Selama kita hanya main sinisme saja dan senang mencemooh, selama kita tidak bekerja keras, memeras keringat mati-matian menurut plan yang tepat dan radikal. Revolusi Pembangunan harus kita adakan, Revolusi Besar diatas segala lapangan. Revolusi Besar dengan segera, tetapi paling segera diatas lapangan persediaan makanan rakyat.
Dan kamu, pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, kamu harus menjadi pelopor dan pahlawan dalam Revolusi Pembangunan itu! Janganlah bangsa menyesal, dihari yang akan datang.

Dengan ucapan itulah, saya meletakkan batu-pertama dari Gedung Fakultas Pertanian ini. Sekian! Terima kasih!

Baranang Siang Bogor, 27 April 1952

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

PMK atau Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit hewan menular yang morbiditasnya tinggi dan kerugian  ekonomi yang ditimbulkan  sangat besar.  Penyakit ini disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviride,  dan virus ini dapat menyerang berbagai spesies hewan yang berkuku genap  (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan rusa) Gejala klinis PMK yakni demam, air liur berlebihan, dan kepincangan. Gejala klinis lainnya yakni adanya vesikel dan perlukaan pada mulut, kaki, dan puting susu, hewan lebih senang berbaring, perdarahan/lesi pada mulut, pada seluruh teracak kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C dan hewan sembuh 3-4 minggu setelah gejala klinis muncul.Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah/negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK.  Hewan yang terinfeksi tetap sangat lemah untuk jangka waktu yang cukup lama dan penyakit  PMK  ini  dapat menyebabkan  kerugian  dengan hilangnya  produktivitas secara permanen. Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas9,0.

Pengobatan   khusus   pada  kasus  PMK   belum diketahui,   namun   dapat  di  berikan pengobatan   untuk   mengurangi    gejala   klinis   dan mencegah    inf eksi  sekunder   seperti antipiretik,  antibiotik  dan vitamin.  Berdasar  laporan  lapangan  pemberian  kombinasi obat antipiretik, antihistamin, antiinf lamasi nonsteroid dan multivitamin  dan pemberian garam serta gula pada air minum sapi memberikan tingkat kesembuhan yang baik yang mencapai 97 % dan semua  gejala  klinis  hilang  pada  hari  ke  7 -14. Antibiotik   yang  digunakan  di antaranya Sreptamysin  penicilin, amoxcilin,  Cyproplksasin  dan trimetropin  sulf a. Antibiotik  diberikan untuk mencegah  inf eksi sekunder bakteri.  Lesi  akibat  virus  pada hidung dan sela  teracak adalah  luka terbuka yang mudah terinf eksi bakteri  apabila diberikan  antibiotik, akan lebih cepat  sembuh.  Antipiretik   yang  digunakan  adalah  obat  yang  mengandung   Metamiz o le Sodium  Monohydrate   , dypirone, obat ini memiliki  sif at pereda nyeri, penurun  panas dan antiradang.    Sapi      yang   mengalami   gejala   kaki   yang  berat,   pengobatan  ditambahkan antiinf lamasi nonsteroid sepeerti meloxicamdan dexametason   untuk mengurangi  peradangan dan meredakan nyeri pada extermitas   sapi. Vitamin  yang  digunakan  adalah  multivitamin dengan komposisi vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh, vitamin B kompleks ( vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12 ) guna meningkatkan energi serta menjaga kesehatan saraf , atau kalsium untuk mencegah tulang keropos , vitamin A meningkatkan imunitas ternak, vitamin D3 berperan dalam dif erensiasi dan maturasi sel dendrik yang berfungsi sebagai antigen presenting cell, sedangkan vitamin E dapat menstimulasi multipikasi dan peningkatan aktivitas sel limf osit yang dapat  berperan  melawan  virus ,  Vitamin  K  memiliki  peran  dalam proses pembekuan darah sehingga  luka lebih cepat sembuh. Keseluruhan   vitamin  yang  diberikan dapat meningkatkan   sistem  imun,  antioksidan,  meningkatkan   naf su makan dan membantu mengatur  metabolisme  badan. Premix  pakan yang diberikan  juga mengandung  vitamin  A, D,  E,  mikromineral   dan makromineral   yang  berf ungsi  juga  meningkatkan   sistem  imun ternak. Lepuh  pada kaki dikompres  dengan  H2O2    atau  dengan  cupri  sulf at/ terusi  2%, H2O2   memiliki   aktivitas   yang   baik  dalam   proses   penyembuhan   luka ,  menginduk s i f osf orilasi dalam jaringan  yang luka, terutama  dalam meningkatkan  proses pemulihan  luka . Ternak terpapar PMK diberikan nutrisi yang memadai  terutama protein, diberikan  minum air yang cukup guna mempercepat proses penyembuhan. Minum air putih yang cukup dapat membantu  mencegah  dehidrasi  yang dapat  memperlambat  proses penyembuhan  lepuh. Disamping itu dilakukan juga   pengobatan secara tradisional melalui pembuatan  ramuan jamu dari tanaman herbal sebagai cairan untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, dan pengobatan suportif lainnya Kesembuhan   secara  klinis   dalam  waktu   7-14  hari  meliputi   naf su  makan  sudah kembali,  mata cerah, lesi   di mulut, hidung atau di sela teracak  sudah sembuh  dan hewan sudah lincah  seperti  biasanya.  Kesembuhan  secara  klinis  pada sapi yang terinf eksi  PMK dapat  terjadi  apabila  sapi ditanggani   dengan  cepat  dan  tepat  sehingga  gejala  klinis  tidak memperparah     inf eksi PMK,  sapi yang sembuh  dari PMK  dapat berperan  sebagai  carrier (mengeluarkan  virus dari f aring sampai lebih dari 2 tahun.

Desinf ektan  yang  digunakan   meliputi  untuk    Orang,Deter gen,   hydrochloric   acid, citric acid, untuk baju Sodium hypochlorite,  citric acid , Kandang (alat)Sodium  hypochlorit, calcium  hypochlorite,  virkon, sodium hydroxide  (caustic  soda, NaOH),  sodium carbonate anhydrous  (Na2CO3)  atau washing  soda (Na2CO3.10H2O) .  Untuk  lingkungan,air   dalam container   digunakan   Sodium   hydroxide  (caustic   soda,NaOH)   konsentrasi   2%,  sodium carbonate     anhydrous     (Na2CO3)     dengan     konsentrasi     4%    atau     washing     soda (Na2CO3.10H2O).    Sedangkan   untuk   karkas   (bangkai)   digunakan   Sodium   hydroxide (caustic soda, NaOH), sodium carbonate  anhydrous (Na2CO3.10H2O ),  Hydrochloric  acid, citric  acid.  Atau  dibakar/dikubur.   Zat-zat  aktif  tersebut  berperan  dalam  membunuh  virus dan dekontaminasi  lingkungan.  Penyemprotan  rutin desinf ektan pada ternak, area kandang dan lingkungan  kandang dapat mencegah  virus masuk kembali ke badan sapi dan penularan melalui sarana prasarana usaha peternakan .

Peranan Sumber Daya Usaha Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Peranan Sumber Daya Usaha  Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati,MP

Usaha ternak termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan pangan, baik daging, susu, telur, dan lainnya. Usaha ternak sapi dalam pemeliharaannya tentu memerlukan sebuah sumber daya untuk mendukung  pengembangannya, baik sumber daya alam maupun manusianya. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dari peternak, sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan peternak. Sumber daya sangat diperlukan untuk keberlangsungan serta keberhasilan usaha  ternak, karena  semakin besar  akses peternak terhadap sumber  daya, menjadikan peluang pengembangan usaha ternak semakin besar.

Pengembangan usaha ternak sapi perah didukung oleh berbagai macam sumber daya, salah satunya ialah sumber daya internal  yang meliputi sumber daya finansial, teknologi, dan fisik. Sumber daya finansial merupakan sumber daya yang berhubungan dengan modal atau aset keuangan.  Sumber  daya  teknologi  merupakan  sumber  daya  yang  berhubungan  dengan adopsi, inovasi, dan implikasi pemanfaatan teknologi. Sumber daya fisik merupakan sumber daya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana yang mendukung usaha ternak.

Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hidup ternak, karena kemampuan adaptasi ternak terhadap kondisi lingkungan tertentu tidak sama. Memperhatikan lingkungan sebelum memilih ternak perlu dilakukan supaya jenis ternak yang akan dibudidayakan dapat hidup dan

berproduksi  dengan  baik. Hal itu juga berlaku pada  usaha  ternak sapi perah,  yang mana memerlukan lingkungan yang khusus supaya produksi susu yang dihasilkan sesuai kuantitas dan  kualitas. Lingkungan yang  sesuai  dengan  sapi  perah  supaya  dapat  berkembang  dan berproduksi dengan baik yaitu pada daerah yang mempunyai ketinggian 750 -1200 mdpl dan kondisi suhu 13⁰C-18⁰C.

Susu merupakan produk utama dari sapi perah, jadi memperhatikan hal yang akan mempengaruhi   banyaknya   produksi    susu   sapi  sangat   penting   untuk   meningkatkan pendapatan peternak. Sapi perah mempunyai potensi  besar untuk dikembangkan sebagai usaha ternak, karena sapi perah dapat menghasilkan susu berkualitas. Susu adalah produk yang menyehatkan dan digemari oleh berbagai kalangan dari segi rasanya maupun kandunga n gizinya. Kandungan  gizi yang  dimiliki susu  hampir semua  dibutuhkan  oleh  tubuh  seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Produk hasil utama dari usaha ternak sapi perah ini juga dapat digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan produk lain yang juga umumnya disukai masyarakat. Kebutuhan akan konsumsi susu juga menjadi prospe k yang baik terhadap usaha ternak sapi.

Usaha ternak dengan skala yang berbeda dari segi jumlah kepemilikan tentunya juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal dan penghasilan. Perbedaan skala usaha ternak selain dari jumlah ternak yang dipelihara, sumber daya yang dimiliki dan pengoptimalan s umber daya juga berbeda. Sumber Daya Usaha Ternak Sapi Perah yang dikelola oleh peternak dengan berskala kecil biasa disebut dengan usaha ternak rakya t, umumnya manajemen yang ada masih terbilang sederhana sehingga berpengaruh terhadap produksinya.

Memiliki usaha di  sektor  peternakan dengan  tingkat usaha  kecil maupun besar,  tentunya sumber  daya  usaha  sangat  diperlukan  untuk keberlangsungan  serta  keberhasilan usaha. Sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik merupakan beberapa bagian dari sumber daya  usaha  ternak. Indikator  pembentuk  sumber  daya  finansial ialah pendapatan utama, pendapatan total untuk kebutuhan hidup, kepemilikan sapi pedet, kepemilikan sapi dara, kepemilikan sapi bunting, kepemilikan sapi laktasi, kepemilikan sapi periode kering, dan jumlah populasi sapi yang dipelihara. Indikator pembentuk sumber daya teknologi ialah pemilihan sapi indukan (bibit), teknologi pakan, perkandangan, dan teknologi peningkatan produksi susu. Indikator pembentuk sumber daya fisik ial ah sarana transportasi, penguasaan lahan, dan ketersediaan sumber pakan. Tiga sumber daya tersebut mempunyai peran yang penting bagi pengembangan usaha ternak karena semakin besar akses peternak terhadap sumber daya, menjadikan peluang  pengembangan  usaha  ternak yang dilakukan semakin besar.

Demikiann tulisan ini Disampaikan semoga menambah wawasan bagi palaku usaha peternakan sapi perah. Dalam hali ini kualitas SDM peternak berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam  mengakses sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah rakyat.

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

        Keberhasilan   penyelenggaraan   program   pelatihan   dapat   dilihat   berdasarkan perspektif sistemik yaitu Pertama, input yang berkualitas berupa kurikulum, widyaiswara yang berkompeten, sarana prasarana yang mendukung. Kedua, proses penyelenggaraan pelatihan yang profesional mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya, dan yang Ketiga kualitas hasil belajar berupa knowledge, skill, dan attitude yang diperoleh saat pelatihan serta hasil belajar berupa produk seperti tulisan ilmiah, laporan dan sebagainya. Dalam pencapaian tujuan pelatihan beberapa faktor ini memiliki peran penting dalam mencapai hasil belajar peserta pelatihan yaitu terkait dengan widyaiswara yang kompeten dan metode pembelajaran yang sesuai. Pada umumnya Peserta yang mengikuti Pelatihan memiliki latar belakang beragam baik  bidang pendidikan, rentang usia dan sebagainya yang dapat mempengaruhi terhadap capaian suatu program pelatihan.

         Gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang mungkin lebih efektif bagi peserta didik. Gaya belajar yang dimaksud adalah memahami metode-metode dalam pembelajaran agar pembelajaran untuk peserta didik lebih efektif. Menurut Hamzah B. Uno  dalam  bukunya  yang  berjudul  “Orientasi Baru  dalam  Psikologi  Pembelajaran”  Gaya Belajar adalah kemampuan sesorang untuk memahami dan menyerap perlajaran sudah pasti berbeda tingkatnya ada yang cepat sedang dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu mereka sering kali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.

         Keberhasilan peserta dalam memgikuti proses pembelajaran selama pelatihan akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal peserta terutama gaya belajar masing – masing yang merupakan karakter unik dari setiap peserta. Terdapat tiga model (type) dalam gaya belajar yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Dimana pada hakikatnya setiap individu memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun hanya satu gaya yang biasanya mendominasi. Lebih lanjut Alan Pritchard (2009) mengungkapkan bahwa pembelajar dominasi visual lebih suka belajar dengan melihat dengan daya ingat visual yang kuat dan menggerakan tangan dalam mendeskripsikan sesuatu serta melihat keatas ketika berpikir. Pembelajar dominasi auditori lebih suka belajar dengan mendengarkan dengan memori yang kuat dalam mendengarkan cenderung sistematis dan ketika berpikir memiringkan kepalanya. Sedangkan pembelajar kinestetik lebih  suka belajar dengan melakukan, pandai mengingat peristiwa dan sangat menikmati aktifitas fisik. Visual Lebih cepat dengan melihat dan mendemonstrasikan sesuatu tidak terganggu dengan suara berisik berkemampuan menggambar dan mencatat sesuatu dengan detail memiliki kemampuan mengingat yang baik. Auditori Senang membaca dengan keras Lebih  suka bercerita dan mendengarkan cerita Mampu mengulang informasi yang didengarnya dengan detail Kinestetik Tidak suka baca petunjuk, lebih suka bertanya bergerak, lebih menyukai dengan permainan Menghafal dengan berjalan/membuat gerakan Tidak Latar  belakang pendidikan dan  keilmuan, serta pernah  atau tidaknya peserta menerima materi   pelatihan adalah salah satu diantara beberapa indikator yang memudahkan widyaiswara mata pelatihan dalam melakukan transfer knowledge di kelas.  Tidak semua peserta pernah menerima materi tertentu sebelumnya, baik itu di pelatihan teknis yang diikuti, maupun ketika menempuh pendidikan formal. Latar belakang yang berbeda-beda ini menjadi tantangan tersendiri bagi widyaiswara dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran adalah pada ketepatan mengidentifikasi gaya belajar peserta pelatihan. Gaya belajar ini nantinya akan diarahkan pada pemilihan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga nantinya system delivery materi pelatihan, akan memudahkan peserta pelatihan dalam tercapainya tujuan pembelajaran.

         Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan belajar dipandang sebagai proses transformasi yaitu dalam bentuk mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan mengamati. Peserta yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih cenderung suka bertanya, tidak suka membaca petunjuk, lebih menyukai permainan, tidak terganggu dengan suara berisik, menghafal dengan membuat gerakan. Metode pelatihan yang paling disukai adalah dengan kombinasi diskusi dan praktik (35%). Sehingga di kelas pelatihan, pembelajaran tidak hanya terpusat pada widyaiswara. Pembelajaran dua arah yang melibatkan peserta, akan membantu peserta untuk memudahkan proses penyampaian materi. Beberapa karakteristik pembelajaran yang sesuai misalnya: peserta diminta untuk mendiskusikan metode pengolahan data sesuai dengan proposal dan rancangan penelitian yang sedang di desain, melakukan praktik pengolahan data dengan data-data yang telah dipersiapkan sebelumnya, melakukan demonstrasi untuk meyakinkan pada anggota kelompok lain tata cara pengolahan data yang benar, menjadi asisten praktikum bagi kelompok lain. Selain itu widyaiswara dalam proses pembelajarannya dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok-kelompok kecil, dengan membuat kelompok secara acak melalui games, membuat strategi pembelajaran melalui games.

         Dalam proses belajar mengajar, widyaiswara mengacu pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan, diharapkan bisa memilih model maupun sarana pembelajaran yang idealnya disesuaikan dengan karakteristik peserta   dan karakteristik mata pelajaran. Peran dan tugas widyaiswara dalam kegiatan pembelajaran antara lain menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, dan mempersiapkan program pembelajaran. Belajar Mandiri merupakan faktor internal peserta pelatihan yang pasif, artinya akan muncul dari akibat dampak langsung terciptanya kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif. Hal tersebut sesuai dengan paradigma yang menerangkan bahwa melalui desain pembelajaran yang berpusat pada peserta (learner centered instruction) merupakan bentuk pengkondisian. widyaiswara sebagai fasilitator dan komunikator dalam kegiatan pelatihan, memiliki peranan dalam kemajuan kemampuan para peserta pelatihan yang akan dikembangkan.

          Demikian tulisan ini disampaikan , semoga   dapat menambah pembendaharaan   kita dalam meningkatkan  yang bergelut dibidang pelatihan.  Gaya belajar, Kualitas dari materi pelatihan dan profesionalisme fasiitator merupakan hal yang perlu diperhatikan  dalam upaya mengoptimalkan manfaat dari pelatihan  atau Efektivitas Pelatihan dapat tercapai dengan optimal.

FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH

FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

        Produktivitas sapi perah sangat ditentukan oleh faktor genetik dan manajemen yang meliputi pengelolaan kesehatan, pakan, perkandangan, dan reproduksi individu. Pada mamalia, keberhasilan reproduksi mendukung peningkatan populasi dan produksi susu, karena produksi susu meningkat setelah partus. Penurunan keberhasilan (efisiensi) reproduksi yang pada akhirnya  ditandai pemanjangan  dengan bertambah  lamanya  interval  beranak  akan menurunkan total produksi susu. Gangguan reproduksi yang sering ditemukan dan mempengaruhi memengaruhi fertilitas dan produksi susu antara lain adalah retensi plasenta. Retensio sekundinarum merupakan suatu kegagalan pelepasan plasenta fetalis (vili kotiledon) dan plasenta induk (kripta karunkula) lebih dari 12 jam setelah melahirkan. Dalam keadaan normal kotiledon fetus biasanya keluar 3 sampai 8 jam setelah melahirkan. Retensi plasenta yang dibiarkan lama tanpa penanganan yang baik akan menimbulkan infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan terjadinya endometritis sampai tingkat pyometra yang parah. Hal ini disebabkan karena defisiensi hormon seperti oksitosin dan estrogen sehingga kontraksi uterus berkurang atau karena proses partus yang terlalu cepat.

          Kejadian retensi plasenta dapat mencapai 98% yang diakibatkan kurangnya Avitaminosa–A, karena kemungkinan besar vitamin A perlu untuk mempertahankan kesehatan dan resistensi epitel uterus dan plasenta. Periode postpartus dengan defisiensi vitamin A, D, dan E serta defisiensi mineral selenium, iodin, zink, dan kalsium dapat menyebabkan retensio sekundinae. Kondisi   infeksi pada uterus akan menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi, pakan (kekurangan karotin,vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi dikandangkan) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.

          Beberapa parameter efisiensi reproduksi adalah conception rate (CR) dan service per conception (S/C). Conception rate merupakan angka kebuntingan hasil inseminasi buatan (IB) pertama, sedangkan S/C merupakan jumlah layanan IB yang dibutuhkan untuk setiap kebuntingan. Kasus retensi plasenta dipengaruhi oleh sanitasi kandang, kualitas pakan, pengalaman peternak, dan proses partus (Islam et al., 2013). Sanitasi kandang yang buruk berpotensi meningkatkan insidensi retensi plasenta, karena kandang yang basah dan kotor mempermudah masuknya mikroba mikrob lingkungan ke dalam saluran. Kualitas pakan buruk dan jumlah terbatas dapat mengakibatkan hewan kekurangan nutrisi dan penurunan daya tahan. Faktor-faktor lain yang dapat menentukan kasus bobot induk (gemuk), paritas induk (4 atau lebih), bobot (besar) dan jenis kelamin (jantan) anak, kelahiran kembar, dan kualitas pakan jelek. Buruknya penanganan partus dan kebersihan kandang mempermudah bakteri lingkungan memasuki uterus dan menyebabkan endometritis . Begitu juga defisiensi vitamin A, D dan E, serta selenium, iodin, seng, dan kalsium pascapartus berkontribusi 16,55% terhadap retensi plasenta dan dapat berlanjut menjadi endometritis (Alsic et al., 2008). Retensi plasenta merupakan faktor utama penyebab endometritis; 58,7% sapi yang mengalami retensi plasenta berlanjut menjadi metritis, endometritis, atau piyometra (Han dan Kim ,2005). Han dan Kim (2005) dan Gafaar et al. (20010) yang menyatakan bahwa retensi plasenta dapat menurunkan CR dan memperbesar S/C, sehingga menurunkan efisiensi reproduksi. Leblacn (2008) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, salah satunya adalah peningkatan umur sapi perah. Semakin tua umur sapi perah maka resiko mengalami retensio sekundinarum semakin tinggi (Leblacn ,2008). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun( Islam et al.,2012).

         Retensi plasenta dapat dipengaruhi oleh distokia, lahir kembar, aborsi, usia, paritas, infeksi, kekurangan gizi, gangguan hormonal (Islam et al., 2012); (Zubair and Ahmad, 2014). Kejadian retensio sekundinarum meningkat pada sapi perah yang berumur tua dengan periode kelahiran lebih dari empat ( Gaafar et al,. 2010). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun. Induk sapi yang sudah tua kondisi alat reproduksinya sudah mengalami penurunan yang diakibatkan oleh penurunan fungsi endokrin (Hariadi et al., 2011).

           Sapi perah yang mengalami   retensio plasenta memiliki dampak negatif terhadap kinerja reproduksi ternak yaitu keterlambatan dalam perkawinan pertama, penurunan kebuntingan , peningkatan angka perkawinan per kebuntingan , calving interval yang lebih panjang dan jarak birahi postpartum diperpanjang. Retensio  plasenta dapat menimbulkan sejumlah masalah dengan memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan menimbulkan peradangan, penurunan berat badan dan penurunan produksi susu. Saat penanganan kelahiran apabila karankula terputus maka terjadi perlukaan dan dengan adanya infeksi mikroorganisme maka dapat mengakibatkan terjadinya endometritis. Kasus retensi plasenta yang berat akan selalu diikuti dengan terjadinya peradangan seperti metritis, peradangan pada lapisan miometrium, dan peritonitis.

            Pengobatan yang digunakan untuk kasus Retensio plasenta pada sapi perah yaitu dengan cara pengeluaran plasenta secara manual dan pemberian antibiotik intrauterin sistemik. Penanganan dengan manual removal yaitu melakukan penarikan terhadap plasenta yang masih menggantung di bibir vulva, dimana teknik penanganan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak menyebabkan perlukaan pada saluran reproduksi.

         Demikian tulisan ni disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, sehingga dapat digunakan dalam tindakan pencegahan terjadinya retensi plasenta yang berdampak terhadap birahi dan kebuntingan pada sapi perah.

PENANGANAN PADA SAPI  LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM

PENANGANAN PADA SAPI  LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM

Oleh  Dr.drh Euis  Nia Seiawati, MP

               Efisiensi  reproduksi  adalah salah satu faktor  terpenting  yang memengaruhi  usaha budidaya  sapi potong. Kondisi reproduksi  ideal yang diupayakan adalah mendapatkan satu anak perinduk setiap 12 bulan. Kondisi ideal tersebut tidak selalu dapat diwujudkan karena berbagai masalah yang mengganggu performans reproduksi  sapi. Anestrus postpartum (sapi lambat beerahi pasca beranak)   merupakan kondisi  ketiadaan estrus 60 hari  postpartum. Kondisi anestrus postpartum menjadi faktor penyebab utama perpanjangan interval kelahiran yang menimbulkan kerugian ekonomi. Kondisi anestrus dikaitkan dengan ovarium tidak aktif, sehingga  pertumbuhan  folikel tidak memungkinkan  folikel menjadi  cukup  matang  untuk diovulasikan. Anestrus postpartum dapat dipicu oleh status energi yang rendah , kekurangan protein, dan mineral. sapi induk dalam periode postpartum yang memperoleh pakan berenergi  rendah dan dengan kandungan protein yang rendah, sehingga tidak mencukupi kebutuhan  minimum untuk  mempertahankan kondisi  badannya. Kondisi  demikian secara nyata menekan proses sintesis dan pelepasan hormon gonadotropin  kelenjar pituitari, dan berakibat aktivitas ovarium terganggu. Implikasi nyata akibat kondisi tersebut adalah periode anestrus postpartum menjadi lebih lama daripada kondisi fisiologis yang normal .

         Pada peternakan dimana pola pemeliharaan sapi secara tradisionil, tentunya  sangat rawan pemberian pakan yang diberikan berkualitas rendah. Sapi yang diberi pakan yang mempunyai nutrisi  berkualitas rendah  sangat  berpengaruh  terhadap  keadaan reproduksi.   Kondisi di lapangan banyak ditemukan Sapi yang belum berahi lebih tiga bulan setelah beranak atau sapi lambat berahi setelah beranak. Berahi setelah beranak (estrus postpartum) pada sapi yang baik terjadi pada tiga bulan, dan induk sapi dapat beranak setiap tahun, sedangkan sapi yang tidak  berahi  minimal  empat  bulan  setelah  beranak  dinyatakan sapi  lambat  berahi  dan penyebab yang paling potensial adalah faktor pakan yang diberikan dan penyapihan anak.

            Pemeliharaan sapi yang tidak baik selama menyusui dapat menurunkan kondisi tubuh induk sapi  sampai di bawah kondisi  yang layak untuk  bereproduksi  dan menyebabkan fertilitas rendah sampai sapi menjadi infertile dan tidak berahi . Rendahnya status nutrisi yang diberikan berpengaruh sangat kompleks terhadap keadaan Reproduksi.  Pemberian pakan pada sapi setelah melahirkan yang mempunyai kandungan nutrisi rendah menyebabkan kerja hypofisi s dalam menghasilkan hormon reproduksi  lambat sehingga ovarium lamban kembali beraktivitas  dan  gonadotrophin   releasing  hormone  (Gnrh),  sehingga  follicle stimulating hormone (FSH) dan luteunizing  hormone (LH) yang dihasilkan oleh hypofisis rendah yang berakibat lama munculnya berahi postpartum.

            Ovarium tidak aktif adalah ovarium yang  tidak melakukan aktivitas pembentukan ovum, yang ditandai dengan permukaan ovarium yang halus. Ovarium yang tidak ada benjolan atau gelombang pada permukaannya menandakan tidak ada pertumbuhan folikel dan ovarium tersebut dinyatakan steril. Steril ada dua macam yaitu steril dan sub-steril. Kejadian pada ternak yang ovariumnya tidak mampu melakukan proses oogenisis ada dua macam yaitu yang disebabkan karena oleh faktor bakat atau genetik, sedangkan yang disebabkan faktor yang sangat ekstrim antara lain stres dan kekurangan nutrisi yang berat. Hipofungsi ovarium suatu kondisi dimana ovarium memiliki ukuran normal, tetapi tidak terdeteksi adanya folikel- folikel yang  tumbuh,  ditandai  oleh permukaan  mengadung  cairan (folikel). Kemungkinan penyebabnya adalah kurangnya pasokan nutrisi untuk proses fisiologis pembentukan folikel, proliferasi sel-sel granulosa dan pematangan oosit, juga konsentrasi  FSH dalam darah yang sangat rendah sehingga tidak mampu memicu perkembagan folikel. Sel telur yang dihasilkan ovarium  hipofungsi  pada  umumnya  fertilitasnya rendah  sehingga  sulit  atau  tidak  dapat dibuahi  walaupun  spermatozoa  berkualitas baik.  Ternak  yang  mempunyai  ovarium yang hipofungsi  pada  umumnya terjadi berahi  tenang (silent heat), berahi semu (berahi  tanpa ovulasi), siklus berahinya tidak teratur dan timbulnya berahi postpartum lambat. Gangguan reproduksi yang terjadi pada ternak yang mengalami hipofungi ovarium, menunjukkan adanya kesalahan mekanisme hormon reproduksi.  Kesalahan mekamisme dapat disebabkan ketidakseimbangan nutrisi, kondisi tubuh BCS yang tidak baik , lingkungan yang ekstrim dan stress.  Hipofungsi  ovarium dapat disembuhkan  secara terapi  dengan  singkronisasi  berahi menggunakan progesteron yang diberikan intravaginal atau progesterone  releasing intravaginal device. Perbaikan pakan sapi untuk ketersediaan yang berkesinambungan dalam jumlah dan keseimbangan nutrisi pada peternakan rakyat kecil .

             Usaha  memenuhi  keseimbangan nutrisi  untuk  proses  reproduksi,  perlu suplemen protein, vitamin, dan mineral yang memadai. Perbaikan pakan pada sapi yang mengalami gangguan reproduksi  akibat kekurangan  nutrisi,  harus  dilakukan dengan  hati -hati,  sebab terlalu banyak  maupun  sedikit  nutrisi  pakan  yang  diberikan,  akan  berpengaruh  negatif terhadap  perkembangan  folikel, yang  berakhi r terjadi  unoestrus.  Perbaikan nutrisi  yang diberikan kepada ternak harus diperhitungkan berdasarkan keseimbangan nutrisi yang baik termasuk kebutuhan vitamin dan mineral untuk mecukupi mekanisme koordinasi yang sangat kompleks antar nutrisi pada proses reproduksi.

          Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dalam upaya mengatasi gangguan reproduksi pada sapi potong setelah melahirkan.

Skip to content