Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Artikel

Sinkronisasi Ovulasi Sebagai Upaya Peningkatan Efisiensi Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi

Oleh: drh. Dwida Agustina Suherman, M.Si

Penerapan bioteknologi reproduksi yang sedang berkembang yaitu sinkronisasi ovulasi menjadi salah satu upaya lain dalam meningkatkan jumlah populasi sapi. Sinkronisasi ovulasi adalah teknik reproduksi yang bertujuan menyeragamkan waktu birahi dan ovulasi pada sapi betina, sehingga inseminasi buatan (IB) dapat dilakukan secara lebih terencana dan efisien. Teknik ini sangat bermanfaat, terutama dalam meningkatkan keberhasilan kebuntingan dan mengoptimalkan manajemen reproduksi di peternakan.

Waktu yang Tepat untuk Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi

Oleh : drh. Dwi Windiana, M.Si

Widyaiswara Ahli Utama BBPKH Cinagara

Keberhasilan inseminasi buatan (IB) pada sapi sangat dipengaruhi oleh ketepatan waktu. IB harus dilakukan saat sapi betina berada pada masa subur (birahi), yaitu ketika sel telur dilepaskan dari ovarium (ovulasi). Menentukan waktu yang tepat membutuhkan pemahaman tentang tanda-tanda birahi dan perkiraan waktu ovulasi

Deteksi Berahi Pada Sapi Menggunakan Metode Apus Vaginal

Oleh drh Fera Aryanti, M.Sc

Widyaiswara Ahli Madya BBPKH Cinagara

Proses  perkawinan  pada sapi  dapat  dilakukan  secara  kawin  alam maupun Inseminasi Buatan (IB). Proses perkawinan tersebut akan berjalan jika sapi betinanya berahi. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui fase berahi  pada sapi. Salah satunya dengan metode Vaginal Smear. Metode vaginal smear lebih banyak digunakan karena bisa menunjukkan hasil yang lebih akurat.

Keselamatan Kerja dalam Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi

Oleh : Wilmy Rahma Wirondas

Widyaiswara Ahli Madya BBPKH Cinagara

Inseminasi buatan (IB) adalah teknik yang membutuhkan keterampilan khusus, dan pelaksana IB (inseminator) berisiko mengalami cedera atau gangguan kesehatan jika tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Untuk memastikan keselamatan baik bagi petugas maupun hewan, diperlukan prosedur dan langkah pencegahan yang tepat.

 

Menangani Semen Beku

Oleh : Dr. drh. Wisnu Jaka Dewa, M.Sc

Widyaiswara BBPKH

Inseminasi buatan (IB) adalah teknik reproduksi pada sapi di mana semen atau sperma yang telah dibekukan digunakan untuk membuahi betina secara artifisial tanpa memerlukan perkawinan alami. Penggunaan semen beku pada IB sapi memiliki beberapa keunggulan, seperti efisiensi reproduksi yang tinggi, pengendalian mutu genetika, dan peningkatan produktivitas. Berikut penjelasan mengenai semen beku dan proses IB pada sapi. 

Menentukan Kelayakan Akseptor Inseminasi Buatan

Oleh : Yuniawan, S.Pt, M.Sc

Widyaiswara Ahli Madya BBPKH Cinagara

Dalam  rangka  menghadapai  swasembada daging  sapi  diperlukan  peningkatan  populasi  sapi potong  secara  nasional  dengan  cara  meningkatkan jumlah  kelahiran  pedet  dan  calon  induk  sapi  dalam jumlah  besar. Peningkatan populasi bisa dengan bantuan bioteknologi reproduksi seperti inseminasi buatan. Salah satu hal penting yang mempengaruhi   .

Pencatatan (Recording) Ternak

Oleh : Ir. Adi Rakhman, M.Si.
Widyaiswara Ahli Pertama

 

Pencatatan atau recording ternak merupakan unsur penting dalam pengelolaan usaha peternakan yang baik. Tanpa catatan tertulis, peternak harus mengandalkan ingatan mereka ketika membuat keputusan tentang metode peternakan mereka. Recording ternak dapat dilakukan dengan mudah jika ternak memiliki beberapa identifikasi/penomoran sehingga pencatatan dan identifikasi ternak selalu diperlukan. Identifikasi dan recording membantu peternak dalam mengelola ternak mereka dan memudahkan dalam proses manajemen pemeliharaan yang tujuan akhirnya membantu dalam peningkatan produktivitas ternak (Purwantiningsih dan Kristoforus, 2018).

 

R A B I E S

ABSTRAK

Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis yang sangat penting artinya bagi kesehatan masyarakat, karena dapat rengakibatkan kematian pada penderitanya. Penyakit rabies tersebar di berbagai negara termasuk Indonesia. Upaya pemberantasan rabies yang dilakukan masih banyak mengalami kendala. Rabies adalah infeksi virus akut yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan mamalia dengan mortalitas 100%. Penyebabnya adalah virus rabies yang termasuk genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Rabies adalah penyakit zoonosis, penularan melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, sigung, serigala, raccoon dan kelelawar. Walaupun telah tersedia vaksin rabies yang efektif dan aman bagi manusia dan hewan untuk pencegahan, sampai saat ini rabies masih menjadi masalah kesehatan diberbagai negara termasuk Indonesia. Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan sifat-sifat virus rabies, patogenesis, gejala klinik, diagnosis, dan penatalaksanaannya. Metode yang digunakan adalah kajian kepustakaan dan data-data penelitian lainnya. Dapat disimpulkan bahwa rabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang sistem saraf pusat binatang menyusui dengan mortalitas 100%. Mortalitas rabies dapat dikurangi bila penyakit ini cepat diketahui dan disertai penatalaksanaan yang cepat dan tepat.
Kata kunci: rabies, zoonosis, penyakit menular

Pertolongan Pertama Pada Hewan Kesayangan

ABSTRAK

Saat ini hewan kesayangan yang diminati oleh masyarakat adalah kucing. Banyak pemilik hewan tidak mengetahui cara merawat hewan kesayangan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan hewan kesayangan mereka terserang penyakit. Dengan minimnya pengetahuan tentang penyakit dan penanganan pertama pada penyakit hewan membuat hewan tidak mendapat pertolongan pertama dengan tepat, jika kita dapat mengetahui bahwa penyakit yang diderita maka tidak perlu panik membawa hewan ke dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Oleh karena itu untuk membantu memahami penyakit yang diderita dan mengetahui pertolongan pertama yang harus dilakukan disaat hewan peliharaan menderita penyakit, maka dibutuhkan pengetahuan yang dapat membantu mengetahui jenis penyakit apa yang diderita serta pertolongan yang diperlukan.
Kata kunci: Pertolongan Pertama, Penyakit, Hewan

Pemilihan Bibit Sapi Perah

Pemilihan Bibit Sapi Perah
Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

 

  1. STRATEGI MEMILIH BIBIT SAPI PERAH

Memilih bibit sapi perah yang berkualitas merupakan langkah krusial dalam beternak sapi perah, karena bibit yang baik akan menentukan produktivitas dan kesehatan sapi di masa depan.

  1. Asal Usul dan Silsilah (Pedigree)

Periksa silsilah sapi untuk memastikan bahwa bibit berasal dari garis keturunan yang memiliki riwayat produksi susu yang tinggi. Informasi tentang produksi susu dari induk dan neneknya dapat memberikan indikasi mengenai potensi genetik bibit tersebut. Pastikan bahwa sapi berasal dari keluarga yang bebas dari penyakit genetik atau keturunan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan produktivitasnya, seperti mastitis atau gangguan reproduksi.

  1. Kondisi Fisik dan Kesehatan

Pilih sapi dengan penampilan fisik yang baik, seperti tubuh yang simetris, kaki yang kuat, dan kuku yang sehat. Kaki yang kokoh penting untuk menopang berat badan sapi dan mendukung mobilitas yang baik, yang berpengaruh pada kemampuannya untuk mencapai pakan dan minum. Pastikan sapi bebas dari penyakit menular, parasit, dan memiliki kondisi kesehatan umum yang baik. Sapi yang sehat biasanya memiliki nafsu makan yang baik, bulu yang mengkilap, dan mata yang cerah. Lakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi tes darah, pemeriksaan kondisi fisik, dan pengujian untuk penyakit menular seperti brucellosis atau tuberkulosis sebelum membeli sapi.

  1. Produksi Susu

Pilih bibit dari induk yang dikenal memiliki produksi susu tinggi. Bibit yang berasal dari induk dengan rata-rata produksi susu harian yang tinggi cenderung mewarisi potensi yang sama. Selain kuantitas, perhatikan juga kualitas susu, termasuk kandungan lemak dan protein yang tinggi, karena ini penting untuk produksi produk olahan susu seperti keju dan yogurt.

  1. Struktur Tubuh dan Kondisi Reproduksi

Sapi perah yang baik memiliki tubuh yang panjang, dengan rangka yang kuat dan kapasitas perut yang besar, yang memungkinkan mereka mengonsumsi pakan dalam jumlah besar untuk mendukung produksi susu. Bibit sapi betina harus memiliki alat reproduksi yang sehat, dengan siklus estrus (birahi) yang normal. Bibit yang memiliki riwayat kesulitan melahirkan atau infertilitas harus dihindari.

  1. Umur Bibit

Bibit sapi perah sebaiknya dipilih pada usia sekitar 18-24 bulan untuk sapi betina, ketika mereka sudah mendekati kematangan reproduksi dan siap untuk dikawinkan. Sapi yang terlalu muda atau terlalu tua mungkin tidak optimal untuk dikembangkan sebagai indukan.

  1. Adaptasi Terhadap Lingkungan

Pilih bibit yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan lokal, termasuk iklim, suhu, dan kondisi pakan. Sapi yang berasal dari daerah dengan kondisi lingkungan yang mirip cenderung memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap stres lingkungan. Pastikan bibit mampu beradaptasi dengan jenis pakan yang tersedia di wilayah peternakan Anda. Sapi yang tidak cocok dengan pakan lokal mungkin akan mengalami penurunan produksi susu.

  1. Manajemen dan Perawatan Sebelumnya

Periksa riwayat perawatan dan manajemen dari peternakan asal bibit. Bibit yang berasal dari peternakan dengan manajemen yang baik biasanya lebih sehat dan memiliki potensi yang lebih tinggi. Pastikan sapi sudah terbiasa dengan rutinitas pemerahan dan perawatan dasar lainnya. Sapi yang tidak terbiasa bisa mengalami stres yang mempengaruhi produksi susu.

  1. Sertifikat dan Dokumentasi

Pastikan sapi dilengkapi dengan sertifikat kesehatan yang sah, yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan hewan yang berwenang. Ini menjamin bahwa sapi bebas dari penyakit menular dan layak untuk dikembangbiakkan. Bibit yang berkualitas biasanya disertai dengan dokumentasi lengkap mengenai asal usul, silsilah, dan rekam medis. Dokumentasi ini penting untuk transparansi dan keaslian informasi tentang bibit.

  1. Konsultasi dengan Ahli

Sebelum memutuskan untuk membeli bibit, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter hewan atau ahli peternakan yang berpengalaman. Mereka dapat memberikan saran yang objektif berdasarkan penilaian langsung terhadap kondisi bibit.

  1. JENIS-JENIS SAPI PERAH YANG POPULER DI INDONESIA

Di Indonesia, terdapat beberapa jenis sapi perah yang populer dan sering dipelihara oleh peternak karena produktivitas susu yang tinggi, ketahanan terhadap iklim tropis, serta adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan setempat.

  1. Friesian Holstein (FH)
  • Asal Usul

Sapi ini berasal dari Belanda dan Jerman Utara, tepatnya dari daerah Friesland dan Holstein.

  • Karakteristik

FH dikenal sebagai sapi perah dengan produksi susu tertinggi di dunia. Sapi ini berwarna hitam-putih dengan tubuh besar, berat sapi dewasa betina bisa mencapai 600-700 kg, sedangkan jantan bisa lebih dari 1.000 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu sapi FH sangat tinggi, rata-rata bisa mencapai 25-30 liter per hari, dengan kandungan lemak susu sekitar 3-4%.

  • Adaptasi di Indonesia

FH sangat populer di Indonesia dan telah beradaptasi dengan baik di daerah beriklim sejuk seperti Lembang (Jawa Barat) dan Batu (Jawa Timur). Namun, sapi ini memerlukan manajemen yang baik karena lebih rentan terhadap kondisi panas dan kelembapan tinggi.

  1. Jersey
  • Asal Usul

Sapi Jersey berasal dari Pulau Jersey di Inggris.

  • Karakteristik

Jersey berukuran lebih kecil dibandingkan FH, dengan berat sapi betina dewasa sekitar 400-500 kg. Sapi ini memiliki warna tubuh cokelat muda hingga cokelat tua dengan wajah yang biasanya lebih terang.

  • Produksi Susu

Meskipun produksi susu sapi Jersey lebih rendah dibandingkan FH, yaitu sekitar 15-20 liter per hari, susu Jersey memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi, mencapai 4-6%. Ini membuatnya ideal untuk produksi keju dan mentega.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Jersey lebih tahan terhadap panas dan dapat beradaptasi lebih baik di daerah tropis dibandingkan dengan FH. Di Indonesia, sapi ini dipelihara di daerah yang lebih panas dan lembab.

  1. Ayrshire
  • Asal Usul

Ayrshire berasal dari daerah Ayr di Skotlandia.

  • Karakteristik

Sapi ini berukuran sedang, dengan warna bulu merah dan putih yang khas. Berat sapi betina dewasa sekitar 450-600 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu Ayrshire cukup tinggi, sekitar 20-25 liter per hari, dengan kandungan lemak susu sekitar 4%. Susu Ayrshire dikenal berkualitas tinggi dan sangat cocok untuk produksi keju.

  • Adaptasi di Indonesia

Ayrshire memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi lingkungan, meskipun di Indonesia masih kurang populer dibandingkan FH dan Jersey.

  1. Guernsey
  • Asal Usul

Sapi Guernsey berasal dari Pulau Guernsey di Inggris.

  • Karakteristik

Sapi ini berukuran sedang, dengan warna cokelat kemerahan dan putih. Guernsey memiliki karakteristik tubuh yang kompak dengan berat sapi betina dewasa sekitar 500-600 kg.

  • Produksi Susu

Sapi Guernsey dikenal dengan susu yang memiliki kandungan beta-karoten tinggi, memberikan warna kuning alami pada produk susu. Produksi susunya sekitar 15-20 liter per hari dengan kandungan lemak sekitar 4-5%.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Guernsey cukup tahan terhadap kondisi lingkungan tropis dan memiliki adaptasi yang baik, tetapi jumlahnya masih terbatas di Indonesia.

  1. Sahiwal
  • Asal Usul

Sapi Sahiwal berasal dari daerah Punjab, Pakistan dan India.

  • Karakteristik

Sahiwal adalah salah satu jenis sapi perah yang juga memiliki kemampuan sebagai sapi potong (dual-purpose). Sapi ini memiliki warna kulit cokelat kemerahan dan tubuh yang lebih besar dibandingkan Jersey, dengan berat sapi betina dewasa sekitar 400-500 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu Sahiwal relatif rendah dibandingkan dengan FH, sekitar 10-15 liter per hari, tetapi susu ini memiliki kandungan lemak yang baik, sekitar 4-5%.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Sahiwal sangat tahan terhadap kondisi tropis dan panas, sehingga cocok dipelihara di daerah dengan iklim yang lebih ekstrem di Indonesia.

  1. Peranakan Friesian Holstein (PFH)
  • Asal Usul

PFH merupakan hasil persilangan antara Friesian Holstein dengan sapi lokal Indonesia, seperti sapi Peranakan Ongole.

  • Karakteristik

PFH memiliki penampilan yang mirip dengan FH, tetapi dengan tubuh yang sedikit lebih kecil dan ketahanan yang lebih baik terhadap iklim tropis. Berat sapi betina dewasa sekitar 500-600 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu PFH sedikit lebih rendah dibandingkan FH murni, yaitu sekitar 15-20 liter per hari, tetapi kualitasnya tetap baik.

  • Adaptasi di Indonesia

PFH lebih tahan terhadap panas dan kelembapan tinggi, serta memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap pakan lokal. Sapi ini populer di berbagai daerah di Indonesia.

Berbagai jenis sapi perah yang populer di Indonesia memiliki keunggulan masing-masing, baik dalam hal produksi susu, kandungan lemak susu, maupun adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Pemilihan jenis sapi perah yang tepat harus disesuaikan dengan tujuan beternak, kondisi iklim, serta ketersediaan pakan di wilayah peternakan. Friesian Holstein dan Jersey adalah dua jenis yang paling banyak dipelihara karena produksi susu yang tinggi dan kualitas susu yang baik, meskipun PFH juga menjadi pilihan yang baik karena adaptasinya terhadap lingkungan tropis Indonesia.

  1. SUMBER BIBIT SAPI PERAH (LOKAL ATAUPUN IMPOR)

Memilih sumber bibit sapi perah yang dapat diandalkan sangat penting untuk memastikan keberhasilan dalam usaha peternakan. Sumber bibit yang baik akan memberikan sapi yang sehat, produktif, dan memiliki kualitas genetik unggul.

  1. Pembibitan Lokal

Banyak koperasi dan asosiasi peternak di Indonesia yang menyediakan bibit sapi perah. Koperasi ini sering kali memiliki program pembibitan yang baik, di mana bibit sapi diperoleh dari sapi perah berkualitas yang telah terbukti produktivitasnya. Mendukung peternak lokal, bibit lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat, biaya transportasi dan adaptasi lebih rendah. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Lembang, Jawa Barat, adalah salah satu koperasi yang terkenal dengan program pembibitan sapi perahnya.

Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) adalah lembaga pemerintah yang bertugas memproduksi dan menyediakan bibit sapi perah berkualitas untuk peternak. Mereka memiliki fasilitas dan program yang dirancang untuk menghasilkan bibit unggul dengan teknologi reproduksi modern seperti inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio. Jaminan kualitas, bibit yang dihasilkan sudah melalui seleksi ketat, dan program pemuliaan yang terstruktur. Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Jawa Timur, adalah salah satu balai yang menyediakan bibit sapi perah unggul.

Beberapa peternakan swasta di Indonesia memiliki program pembibitan sapi perah sendiri, dengan fokus pada produksi bibit unggul yang bisa dijual ke peternak lain. Peternakan ini biasanya memiliki skala besar dan manajemen yang baik. Fleksibilitas dalam memilih bibit, serta hubungan langsung dengan peternak yang memproduksi bibit. Peternakan sapi perah di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat sering kali menawarkan bibit hasil program pembibitan internal mereka.

  1. Pembibitan Impor

Importir resmi bibit sapi perah menyediakan sapi dari negara-negara yang terkenal dengan produksi sapi perah berkualitas tinggi, seperti Belanda, Australia, dan Selandia Baru. Sapi-sapi ini biasanya diimpor sebagai sapi muda (heifer) atau semen beku untuk inseminasi buatan. Akses ke genetik unggul dari luar negeri, potensi produksi susu yang tinggi, serta pilihan jenis sapi yang lebih beragam. Belanda terkenal dengan Friesian Holstein, serta Australia dan Selandia Baru merupakan sumber sapi Jersey dan Friesian Holstein dengan adaptasi yang baik terhadap kondisi tropis.

Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang peternakan sering kali menyediakan bibit sapi perah impor berkualitas. Mereka biasanya memiliki jaringan global dan menawarkan produk bibit sapi dari berbagai negara. Jaminan kualitas, akses ke teknologi reproduksi terbaru, dan dukungan teknis yang baik. Perusahaan seperti Genus ABS, Alta Genetics, dan CRV Indonesia merupakan pemain utama dalam penyediaan bibit sapi perah impor.

  1. Program Pemerintah dan Kerjasama Internasional

Pemerintah Indonesia kadang-kadang melakukan kerjasama dengan negara lain untuk mengimpor bibit sapi perah dalam rangka meningkatkan kualitas peternakan sapi perah di dalam negeri. Bibit yang diimpor melalui program ini biasanya memiliki kualitas yang telah diuji dan sesuai dengan kebutuhan peternak lokal. Dukungan teknis dari pemerintah, biasanya diikuti dengan program pelatihan bagi peternak.

  1. Teknologi Reproduksi Modern
    1. Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi buatan adalah metode yang banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas genetik sapi perah di Indonesia. Semen beku dari pejantan unggul, baik lokal maupun impor, digunakan untuk membuahi sapi betina. Biaya lebih rendah dibandingkan membeli sapi impor, risiko penyakit lebih kecil, dan dapat dilakukan dengan lebih mudah pada skala kecil. Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, BBIB Lembang, serta importir seperti CRV dan Genus ABS.

  1. Transfer Embrio

Transfer embrio adalah teknologi reproduksi yang memungkinkan embrio dari sapi unggul (biasanya hasil dari fertilisasi in vitro) ditransfer ke indukan yang sehat. Teknologi ini memungkinkan peternak untuk mendapatkan bibit dengan kualitas genetik tinggi. Potensi mendapatkan keturunan dari sapi unggul tanpa perlu mengimpor sapi hidup, biaya yang kompetitif. Lembaga seperti BBIB dan perusahaan reproduksi ternak yang menawarkan layanan ini.

Gambar 39. Sapi Periode Kering (Dry Period)
(Sumber : Koleksi Pribadi)

Skip to content