Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi. Inefisiensi reproduksi pada sapi betina dapat menimbulkan  berbagai kerugian seperti menurunkan produksi kelahiran anak sapi / pedet, produktifitas sapi produktif, meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta   memperlambat   kemajuan  genetik   dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi, bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan   kontribusi    berbagai   faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak, oleh karenanya menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan performa reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan

Gangguan efesiensi reproduksi pada  petemakan  rakyat  lebih   banyak disebabkan oleh faktor pakan. Tingkat pemenuhan asupan pakan (energi) yang rendah sebelum beranak dan tinggi sesudah beranak menyebabkan tertundanya birahi pertama.   Kekurangan protein dalam ransum mengakibatkan  terjadinya  gangguan  reproduksi pada  temak  jantan    maupun    betina Temak. Kekurangan  protein menyebabkan timbulnya birahi yang lemah, birahi tenang, anestrus, kawin berulang, kelahiran anak yang lemah. K.ondisi ini akan lebih parah apabila dalam ransum tersebut juga terjadi kekurangan Calsium  (Ca) dan Phosfor (P)  dan akan  menyebabkan temak menjadi infertile.

Untuk mengoptimalkan kinerja reproduksi  tentu diperlukan    suatu  upaya  peningkatan efesiensi  reproduksi  induk  sapi   melalui pemberian  ransum  pakan  yang memadai,   terutama imbangan  TDN   dan  kandungan protein   serta  penerapan   teknologi   sederhana   yang  efektif agar mampu  mengatasi gangguan efesiensi reproduksi. Diharapkan  dengan pemberian ransumsesuai  dengan kebutuhan  sapi maka  akan  dapat  memacu  dan menormalkan   kembali  kadar hormon-hormon yang berperanan  didalam  siklus  reproduksi  sehingga sapi dapat  diharapkan terjadi estrus 2 – 3 bulan  post partus  kemudian, kasus sile nt heat dapat  dihilangkan dan angka konsepsi semakin  tinggi.

Kekurangan pakan, khususnya untuk daerah tropis   termasuk Indonesia merupakan salah satu  penyebab  penurunan  efesiensi  reproduksi, karena  selalu diikuti oleh adanya gagguann reproduksi menuju timbulnya kemajiran pada ternak betina. Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi sering bersifat majemuk,  artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lain.   Gangguan reproduksi pada induk dapat diperberat keadaannya bila selain kekurangan pakan juga dis ertai faktor penghambat antara lain cahaya matahari  yang kuat,   suhu kandang  panas, sanitasi rendah, keadaan lingkungan kurang serasi.  Produktivitas  ternak  selama  ini  diperkirakan  70%  dipengaruhi  oleh faktor  lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik . Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan untuk ternak  ruminansia di daerah tropik seperti Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada musim. Sebagai solusi dari permasalahan ini, peternak memanfaatkan hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi sebagai sumber pakan. Ruminansia yang diberi hijauan kualitas rendah membutuhkan rumen degradable protein (RDP) dan rumen undedradable protein (RUP) pada pakannya. RDP didegradasi sebagian besar menjadi amonia dalam rumen, kecukupan konsentrasi amonia dalam rumen diperlukan untuk pertumbuhan optimal mikrobia dan proses fermentasi. Suplai dari protein mikrobia  meskipun demikian  masih  kurang  mencukupi kebutuhan ternak sehingga  diperlukan suplementasi RUP yang tahan terhadap degradasi rumen dan membuat asa m amino tersedia untuk diserap di usus halus.  Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh tipe protein dalam  bahan pakan dan karakteristik asam aminonya, serta oleh metode pemrosesan dari bahan pakan tersebut. Bungkil kedelai merupakan salah satu sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradabilitas tinggi dalam rumen, sehingga memiliki nilai biologis   yang   kurang  menguntungkan bagi ternak ruminansia karena perombakannya.

Ransum sapi yang memenuhi    syarat     ialah     ransum    yang mengandung  :   protein, karbohidrat,  lemak,  vitamin,  mineral,  dan  air dalam  jumlah  yang  cukup.  Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pak an tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan  ternak (dewasa, bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi  sehingga untuk mengatasinya sapi dapat  diberikan pakan  tambahan. Oleh karena  itu pemberian pakan tambahan  yang baik  pada induk sapi   akan  sangat  berpengaruh terhadap pedetnya.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga menambah perbendaharaan kepustakaan bagi para peternak dan praktisi peternakan, dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tentunya akan menghasilkan kinerja reproduksi yang optimal.

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

        Konsep One Health adalah pendekatan lintas disiplin ilmu yang mengakui keterkaitan erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Prinsip utama dari One Health adalah bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan ekosistem tempat mereka hidup (World Health Organisation (WHO, 2017). Konsep One Health muncul sebagai respons terhadap peningkatan kesadaran akan hubungan erat antara kesehatan manusia dan hewan, terutama dalam konteks penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies dan influenza. Pada tahun 2004, organisasi kesehatan global seperti World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organisation for Animal Health (WOAH – Dulunya OIE) mulai mengembangkan pendekatan lintas sektor untuk mengatasi ancaman penyakit yang melintasi batas spesies. Seiring berjalannya waktu, pengakuan akan pentingnya integrasi aspek kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan semakin meningkat. One Health menjadi landasan untuk mengembangkan kebijakan, strategi, dan program kesehatan global yang holistik. Organisasi internasional, pemerintah, akademisi, dan lembaga swasta bekerja sama dalam mempromosikan pendekatan One Health di tingkat global, regional, dan nasional. Kolaborasi ini melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan publik, kesehatan hewan, pertanian, lingkungan, dan lainnya.

Gambar 1. Konsep One Health: Koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar sektor
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020

            Pendekatan One Health menyatakan bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait erat. Penyakit menular sering kali dapat berpindah antara spesies, baik dari hewan ke manusia (Zoonosis) maupun sebaliknya. Contoh penyakit seperti influenza, Ebola, dan COVID-19 adalah bukti betapa pentingnya memahami hubungan ini untuk mencegah penyebaran penyakit. One Health telah menjadi landasan penting dalam menanggapi tantangan global seperti penyebaran penyakit menular baru, resistensi antibiotik, dan perubahan iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Kesehatan manusia adalah fokus utama dalam konsep One Health, dengan fakta bahwa sebanyak 70% penyakit menular di dunia merupakan jenis penyakit zoonosis (World Organisation for Animal Health (WOAH), 2020). Kesehatan hewan turut memainkan peran penting dalam mencegah penularan penyakit ke manusia khususnya pada hewan domestik dan liar. Kesehatan hewan juga berdampak pada keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Selain itu, lingkungan fisik tempat manusia dan hewan hidup juga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit. Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan habitat dapat mempengaruhi kesehatan semua makhluk hidup.

         Aksi terbaru yang signifikan di tingkat global adalah pembentukan One Health High Level Expert Panel (OHHLE) yang melibatkan WHO, FAO, WOAH, dan UNEP. Panel ini bertujuan untuk menyusun One Health Joint Plan of Action (OH-JPA) tahun 2022-2026. OH-JPA dirancang sebagai panduan untuk mengarahkan pembuatan kebijakan di tingkat global, regional, dan nasional dengan pendekatan One Health (FAO, UNEP, WHO, and WOAH, 2022). Hal ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pemantauan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan serta respons terhadap tantangan kesehatan global seperti pandemi, zoonosis, dan resistensi antibiotik. OH-JPA juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan global dengan meningkatkan kapasitas pengawasan, deteksi dini, respons cepat terhadap kejadian luar biasa, dan perencanaan keberlanjutan sehingga dokumen yang dihasilkan tersebut diharapkan dapat mendorong kolaborasi yang lebih erat antara berbagai sektor terkait. Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bersama dan koordinasi dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang kompleks. Dalam Implementasinya, negara-negara diharapkan untuk mengadopsi dan menyesuaikan OH-JPA sesuai dengan konteks regional dan nasional mereka. Hal ini termasuk pengembangan rencana tindakan nasional yang mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan kesehatan dan lingkungan.

        Di Indonesia, beberapa Gerakan yang menunjukkan komitmen dalam menerapkan pendekatan One Health mencakup dibuatlah peraturan dan pedoman oleh pemerintah antara lain: (1) Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 yang menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemi global, serta kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019); (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 yang berisi tentang pedoman tentang pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksius baru. Hal ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan sistem pemantauan, deteksi dini, dan respons terhadap penyakit yang dapat menyebar antara hewan dan manusia; (3) Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan 2020-2024 yang berisi dokumen mencakup strategi untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional dengan pendekatan One Health; (4) Penyusunan ASEAN Leaders Declaration (ALD) on One Health Initiatives yang merupakan Deklarasi Pemimpin ASEAN mengenai Inisiatif One Health. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama regional ASEAN dalam menghadapi masalah kesehatan bersama yang melibatkan aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan; (5) Penyusunan One Health Joint Plan of Action yang merupakan panduan untuk mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan dan praktik kesehatan nasional (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020). Selain itu, Indonesia juga secara aktif mengadvokasi pendekatan One Health dalam ketahanan nasional pada forum-forum internasional seperti G20 dan KTT ASEAN ke-42. Partisipasi ini penting untuk mempromosikan kerjasama regional dan internasional dalam menanggapi tantangan kesehatan global. Tidak berhenti sampai situ, Inisiatif Indonesia terkait One Health tercermin pada pembentukan National One Health Committee (NOHC) sebagai wadah untuk koordinasi lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan otoritas terkait lainnya (National One Health Committee (NOHC) Indonesia, 2021). NOHC bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kesehatan hewan, mendukung deteksi dini penyakit zoonosis, dan mengembangkan kebijakan yang terintegrasi. Selanjutnya, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi One Health (RAOH) yang mengarahkan implementasi pendekatan One Health di tingkat nasional. RAOH ini mencakup strategi untuk meningkatkan kerjasama antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan, serta untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks (Direktorat Kesehatan Hewan, 2020). Pemerintah Indonesia telah meningkatkan sistem pemantauan dan deteksi dini penyakit zoonosis seperti rabies, avian influenza, dan leptospirosis. Langkah-langkah ini termasuk pengembangan jaringan laboratorium di seluruh Indonesia untuk mendukung diagnosa dan pemantauan penyakit yang bersifat lintas spesies. Untuk mendukung langkah tersebut, Indonesia terus berinvestasi dalam memperkuat infrastruktur kesehatan hewan, termasuk pengembangan fasilitas kesehatan hewan, peningkatan kapasitas tenaga medis hewan, dan promosi praktik biosekuritas di peternakan dan pasar hewan. Indonesia pun telah aktif membangun kerjasama dengan organisasi internasional seperti WHO, FAO, dan WOAH dalam hal pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis, pengelolaan resistensi antimikroba, peningkatan keamanan pangan, dan program pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat tentang One Health. Melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat untuk menghadapi tantangan kesehatan global dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, memastikan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara bersama-sama.

         Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pertanian yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelatihan dibidang kesehatan hewan telah memainkan peran penting dalam jejaring One Health di Indonesia sejak 2015. Beberapa kegiatan dan keterlibatannya yang signifikan meliputi:

  1. Penyusunan Modul Pelatihan dengan BBPK Ciloto dan INDOHUN. BBPKH Cinagara telah berkolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto dan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dalam penyusunan modul pelatihan. Modul ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam pendekatan One Health di antara para profesional kesehatan hewan dan lainnya;
  2. Penyusunan Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam penyusunan modul pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksi baru. Kolaborasi dilakukan dengan Direktorat Kesehatan Hewan dan FAO ECTAD untuk memastikan pendekatan lintas sektor yang komprehensif.
  3. Pelatihan PELVI (Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia): BBPKH Cinagara telah menyelenggarakan pelatihan PELVI Frontline bagi dokter hewan. Program ini dilakukan bekerja sama dengan FAO ECTAD untuk meningkatkan kapasitas dokter hewan dalam menghadapi tantangan epidemiologi dan zoonosis di lapangan;
  4. Kolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto – Kementerian Kesehatan dalam Peningkatan Kapasitas SDM One Health: BBPKH Cinagara juga telah berkolaborasi dengan BBPK Ciloto dalam upaya meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pendekatan One Health. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan perspektif kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam pelatihan dan pengembangan professional;
  5. Training of Trainer Respon Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB): BBPKH Cinagara, bersama dengan Direktorat Keswan Ditjen PKH dan FAO ECTAD, telah menyelenggarakan Training of Trainer untuk respons terhadap zoonosis prioritas dan penyakit infeksi baru. Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan petugas lapangan dengan pendekatan One Health dalam menghadapi situasi darurat kesehatan yang melintasi spesies.
  6. Kolaborasi dengan INDOHUN dalam Manajemen Penyakit Zoonotik: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam kolaborasi dengan INDOHUN dalam pelatihan manajemen penyakit zoonotik melalui pendekatan One Health. Ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan dan praktik terbaru dalam manajemen penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Gambar 2. BBPKH Cinagara bekerjasama dengan FAO ECTAD dan Dirjen PKH menyelenggarakan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) Untuk Petugas Lapang Dengan Pendekatan One Health, Minahasa, Agustus 2018.
Sumber: Dokumentasi BBPKH Cinagara

Melalui berbagai inisiatif ini, BBPKH Cinagara tidak hanya memperkuat kapasitas nasional dalam bidang kesehatan hewan, tetapi juga berkontribusi secara signifikan dalam mempromosikan pendekatan One Health di Indonesia. Terlebih karena BBPKH Cinagara merupakan satu-satunya balai pelatihan milik pemerintah yang memiliki fokus pada kesehatan hewan sehingga BBPKH Cinagara memiliki peran sentral dalam peningkatan kesadaran dan kapasitas kesehatan Bersama. BBPKH Cinagara memiliki kesadaran bahwa untuk menghadirkan kesehatan bersama tersebut, Inisiasi yang proaktif haruslah diusahakan terus menerus oleh seluruh anggota masyarakat, seperti dalam kutipan dari Dr Monique Éloit, Director General WOAH bahwa “It’s everyone’s health. Together, we can find concrete solutions for a healthier, and more sustainable world.” (Demi kesehatan semua orang, bersama-sama kita dapat menemukan solusi nyata untuk dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan). (FR)

Author:

Farissa Romadhiyati
Dokter hewan
BBPKH Cinagara – Kementerian Pertanian RI (2018-2024).

Sumber:

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). One Health. Retrieved from https://www.cdc.gov/onehealth/index.html

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Kesehatan Hewan. (2020). Rencana Aksi Nasional Pengendalian Zoonosis Indonesia 2020-2024. Jakarta: Kementerian Pertanian.

FAO, UNEP, WHO, and WOAH. 2022. One Health Joint Plan of Action (2022–2026). Working together for the health of humans, animals, plants and the environment. Rome. https://doi.org/10.4060/cc2289en

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.

National One Health Committee (NOHC) Indonesia. (2021). Indonesia’s Commitment to One Health: Progress and Challenges. Jakarta: NOHC.

World Health Organization (WHO). (2017). One Health. Retrieved from https://www.who.int/news-room/q-a-detail/one-health.

World Organisation for Animal Health (WOAH). (2020). One Health. Retrieved from https://www.oie.int/en/for-the-media/onehealth/.


Versi PDF :

Mentan Amran Dampingi Presiden Tinjau Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur

SAMPIT, (26/6) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meninjau jalannya program pompanisasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Di sana, Presiden mengaku puas karena pompa yang dijalankan saat ini terbukti mampu memberi dampak positif pada peningkatan produksi. Mengenai hal ini, Presiden bersyukur Indonesia tetap mempertahankan produksinya di level aman. Sementara banyak negara di dunia dalam kondisi memprihatinkan. Dia yakin program pompa yang digencarkan ini dapat membawa manfaat besar khususnya bagi produksi nasional.

Read More

Tekan Biaya Produksi Padi di Kabupaten Kuningan, Kementan Andalkan Pompanisasi

KUNINGAN – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) yang selama ini berpotensi besar melalui program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan sawah tadah hujan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa, pihaknya melakukan percepatan tanam di sejumlah wilayah melalui pompanisasi. Amran optimis program pompanisasi bisa memicu aktivitas tanam di musim kedua tahun ini agar berjalan lebih cepat dan maksimal.

“Pompanisasi ini kami fokuskan di Pulau Jawa, semua kawasan sentra produksi dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Hari ini kita pompa airnya, langsung diolah lahannya dan lusa sudah bisa tanam,” kata Amran.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi juga mengungkapkan bahwa pompanisasi menjadi salah satu strategi dalam mengoptimalkan irigasi dan pengairan lahan pertanian, sehingga mampu mempercepat proses pengolahan lahan dan penanaman.

“Program pompanisasi ini harus terus difokuskan dan di monitoring secara berkala sehingga semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan target. Ketika program pompanisasi berjalan dan sudah termanfaatkan dengan baik dimusim tanam kedua ini optimalisasi lahan juga akan meningkat, sehingga kita optimis di musim panen raya bulan September mendatang hasil panen dan produktivitasnya akan berlimpah” ujar Dedi.

Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara melakukan monitoring dan evaluasi Alsintan dan pemanfaatan pompanisasi di Kabupaten Kuningan, Sabtu (15/06/2024).

Salah satu lokasi monev pemanfaatan pompa air yaitu pada area sawah tadah hujan yang berada di Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana Kabupaten Kuningan.

Bantuan pompa sebanyak 8 unit yang terbagi kedalam dua wilayah kecamatan yaitu Ciwaru dan Karangkancana. Salah satu Kelompoktani yang memperoleh bantuan pompa di Desa Segong mengakui bahwa, setelah adanya bantuan pompa air dari Kementan biaya produksi menjadi lebih rendah.

Udin Saripudin, ketua kelompok tani Cipanas I mengungkapkan bawah selama ini ketika memasuki musim tanam kedua khususnya saat kemarau tiba, kelompoknya membentuk dam parit untuk mengairi sawah tadah hujan agar kebutuhan air saat tanam tetap terpenuhi.

“Pada saat itu membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp.600.000,- per Hektar. Namun setelah menerima bantuan pompa air dari Kementan, biaya pengairan sawah bisa ditekan menjadi Rp.200.000,- per Hektar sehingga lebih efisien” jelas Udin.

Hal tersebut didukung oleh penyuluh dari UPTD Ketahanan Pangan dan Pertanian Kecamatan Ciwaru yang sangat bersyukur atas Program Pompanisasi dari Kementerian Pertanian. Karena melalui program Pompanisasi IP pada sawah tadah hujan di wilayah Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana tetap terjaga dan optimis akan meningkat dari IP 100 ke IP 200 bahkan menjadi IP 300.

Kolaborasi Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Kodim 0615 Kabupaten Kuningan optimis target PAT akan tercapai dan IP akan meningkat melalui optimalisasi pemanfaatan Alsintan dan Pompanisasi Kementan tahun 2024.

Jaga Ketahanan Pangan dalam 30th AWGATE Meeting, Kementan Gandeng Negara ASEAN Tingkatkan Kapasitas SDM

JAKARTA – Kementerian Pertanian terus berupaya menjaga ketahanan pangan nasional dan regional Asean. Bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya yang terjalin dalam ASEAN Sectoral Working Group On Agricultural Training And Extension (AWGATE) berfokus terhadap penyuluhan dan pelatihan sumber daya manusia pertanian.

Menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, pemerintah Indonesia menegaskan komitmen dukungan terhadap program strategis ASEAN, utamanya dalam mengatasi berbagai tantangan terkait ketahanan pangan.

“Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian mendukung program ASEAN dalam Ketahanan Pangan termasuk upaya meningkatkan produksi pangan untuk menjamin kecukupan pasokan pangan jangka panjang, serta meningkatkan kapasitas SDM Pertanian, ” tegas Amran.

Hal ini didukung juga dengan pernyataan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi “Dalam Working Group AWGATE, Indonesia berusaha aktif mendukung program dan rencana kerja Asean dalam penyuluhan pertanian dan pelatihan sumber daya manusia pertanian, ” ujar Dedi.

“Pada Tahun 2023 kami melaksanakan amanat AWGATE, berupa pelatihan Asean Online Animal Husbandry and Health Management yang diselenggarakan BBPKH Cinagara dan Pertukaran Petani Milenial negara anggota AWGATE ” tambah Dedi.

Upaya yang dilakukan Indonesia ini mendapatkan respon positif dari sekretariat ASEAN dan negara anggota ASEAN dalam The 30th Meeting Of The ASEAN Sectoral Working Group On Agricultural Training And Extension (AWGATE) yang diselenggarakan virtual oleh Malaysia pada tangal 10-12 Juni 2024. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Focal Point AWGATE, Siti Munifah aktif menyampaikan progres yang dilakukan Indonesia pada tahun 2023, rencana kerja 2024 dan 2025. Delegasi Indonesia meliputi Pusat Pelatihan Pertanian, Pusat Penyuluhan Pertanian, Pusat Pendidikan Pertanian, BBPKH Cinagara Bogor, dan BBPP Lembang.

“Alhamdulillah Indonesia mendapatkan apresiasi positif dari sekretariat ASEAN dan negara anggota lainnya karena telah aktif dan menjadi satu-satunya anggota yang menjalankan program yang direncanakan dalam AWGATE meeting sebelumnya. Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung program AWGATE ke depannya dalam menjaga ketahanan pangan” ujar Munifah. (RHB)

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Diare pada anak sapi merupakan salah satu per m a sa l a han  ya ng  ser i us  da l a m  usa ha peternakan sapi perah. Tingginya kejadian diare dapat  mengakibatkan  kerugian yang  besar untuk peternak  karena meningkatnya biaya  untuk  pe ngoba ta n  ba hka n  m e ni m bul kan kematian. Diare dapat disebabkan oleh agen non infeksius maupun agen infeksius, yang salah sat unya yait u bak ter i E.coli serotipe enterotoksigenik ( enterotoxigenic E. coli, ETEC). Diare yang disebabkan oleh agen infeksius biasanya berkaitan dengan adanya ETEC, Cryptos – poridium parvum , virus rota, virus corona, atau beberapa kombinasi dari mikrob patogen tersebut.

Infeksi akibat ETEC dapat menimbulkan diare yang akut pada pedet sapi. Diare akibat ETEC ini dapat menimbulkan diare non  hemoragik yaitu pengeluaran cairan yang cepat, tidak ada perdarahan, dan kadang tidak disertai demam . Diare pada pedet sapi akan menunjukkan gejala klinis hewan mengalami depresi, letargi dan diikuti anoreksia, dehidrasi, suhu tubuh subnormal, kulit dingin, mukosa pucat, pembuluh darah kolaps dan apnea.

E. coli merangsang pengeluaran enterotoksin untuk mengaktivasi adenilat siklase yang terdapat di membran basolateral enterosit vili usus. Adenilat siklase yang teraktivasi akan meningkatkan produksi cyclic adenosin monophosphate  (cycl ic- AMP) di intrasel, sehingga menghambat penyerapan ion sodium dan air oleh enterosit vili usus.

Penggunaan antibiotik untuk  pengobatan  diare akibat  infeksi   E. coli  sudah berkurang efektifitasnya.  Penurunan efektifitas antibiotik tersebut karena munculnya resistensi antibiotik. Beberapa  jenis  antibiotik   yang mengalami resisten terhadap E.coli meliputi ampisilin, sefdinir, ko-t r i moksazol , kloksasillin,   eritromisin, linkomisin, penisilin, rifampisin, tetrasiklin dan vankomisin.

Diare akibat infeksi E. coli dapat  menimbulkan  banyak  kehilangan  cairan  maupun elektrolit dalam tubuh. Kehilangan cair an dan elektrolit yang parah dapat mengakibatkan hewan mengalami dehidrasi dan terjadinya ketidakseimbangan asam basa cairan tubuh . Dehidrasi  pedet  berbahaya  karena  dapat  menyebabkan  kehilangan cairan tubuh  yang berlebihan sehingga pedet  kehilangan elektrolit yang  penting  untuk metabolism pedet. Dehidrasi  yang  parah dapat  berlanjut  menjadi  asidosis  yang  kemudian  berujung  pada kematian.Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti  E. coli  (kolostrum  hiperimum) dapat  dijadikan salah satu  cara lain  untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan.

Cara paling efektif untuk  mengatasi dehidrasi  adalah dengan  menggantikan cairan yang hilang. Berikut beberapa hal yang perlu diingat saat melakukan rehidrasi anak sapi:

  • Tempelkan dua jari ke  dalam mulut  anak  sapi  untuk melihat  apakah ia  akan menghisap. Jika anak sapi masih memiliki refleks menyusu, kemungkinan  besar ia hanya mengalami dehidrasi ringan dan dapat diberikan elektrolit oral.
  • Jika anak sapi mengalami dehidrasi yang  lebih parah, mereka tidak akan mampu berdiri dan matanya akan cekung. Jika hal ini terjadi, mereka memerlukan cairan infus.
  • Pastikan larutan  elektrolit  mengandung garam,  kalium,  sumber  energi  seperti glukosa, dan asam amino seperti glisin atau alanin . Ini akan memastikan produk melakukan tugasnya untuk merehidrasi betis secara efektif.
  • Siapkan botol terpisah untuk elektrolit dan obat-obatan, serta botol terpisah untuk kolostrum. Hindari penggunaan botol  atau selang secara bergantian dan pastikan untuk membersihkan dan mendisinfeksi peralatan makan setelah digunakan.
  • Lanjutkan pemberian elektrolit hingga pedet  berhenti  diare, meski terlihat sudah pulih, karena masih berpotensi mengalami dehidrasi.
  • larutan elektrolit dirancang untuk menggantikan elektrolit yang dengan cepat keluar dari tubuh  anak  sapi  akibat  diare. Pastikan memilih  produk yang  mengandung natrium klorida atau garam (NaCl), Kalium (K), sumber energi seperti glukosa, dan asam       amino       seperti       glisin       atau       alanin .       Bahan       lain       yang termasuk asetat atau propionat untuk   membantu    anak    sapi    mempertahankan natrium dan air, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan berpotensi mencegah asidosis.

Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti E. coli (kolostrum hiperimum) dapat dijadikan salah satu cara lain untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan. Demikian     tulisan  ini  disampaikan  , semoga  bermamfaat  dan     dapat  menambah perbendaharaan wawasan   dalam penanganan pertama terhadap pedet  yang terinfeksi E.coli dan diare.

 

 

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati
(Petikan Pidato Bung Karno Tahun 1952)

[:IN]Saya diminta untuk meletakkan batu pertama dari Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Permintaan itu Insya Allah nanti akan saya penuhi, tetapi sebelum itu, saya hendak menyampaikan beberapa kata lebih dahulu.

Dengan sengaja pidato saya ini saya tuliskan, agar supaya merupakan risalah yang nanti dapat dibaca dan dibaca lagi dan dibaca lagi oleh pemuda-pemudi kita, bukan saja dari sekolah tinggi ini, tetapi dari seluruh tanah air kita. Malah, sekarang pun saya mengarahkan kata kepada pemuda-pemudi di seluruh Indonesia itu. Sebab apa yang hendak saya katakan itu, adalah amat penting bagi kita, amat-penting bahkan ”mengenai soal mati-hidupnya” bangsa kita di kemudian hari. Karena itu, pidato saya ini agak panjang , dan peletakan batu pertama dari pada Gedung Fakultas Pertanian tak dapat kulakukan pada saat yang dirancangkan.

Ya, pidato saya ini mengenai hidup mati bangsa kita di kemudian hari. Oleh karena soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat. Cukupkah persediaan makanan rakyat kita di kemudian hari? Kalau tidak, bagaimana caranya menambah persediaan makanan rakyat itu? Peristiwa sebagai yang kita hadiri sekarang ini, ialah perletakan batu-pertama dari pada suatu sekolah tinggi pertanian, adalah suatu kesempatan yang baik untuk menyampaikan kata-kata langsung kepada pemuda-pemudi, yang dalam tangan merekalah mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari.

Pemuda-pemudi! Engkau sekarang hidup dalam satu zaman yang penuh dengan soal-soal, satu zaman yang penuh dengan problem. Salah satu dari pada problem-problem itu ialah problem makanan rakyat. Engkau telah mengalami sendiri; di waktu akhir-akhir ini surat kabar-surat kabar dan tuturan di kampung-di kampung penuh dengan kata-kata; harga beras naik gila-gilaan, di sana-snini ada mengancam bahaya kelaparan, di desa ini dan di desa itu ada orang makan bonggol pisang, di daerah itu dan di daerah sana ada terdapat hoongeroedeem, di dukuh anu ada orang bunuh diri karena tak mampu memberi makan kepada anak-isterinya, dan lain-lain tuturan sebagainya lagi.

Dan sebagaimana biasa, selalu ada saja seorang yang dikambing hitamkan yang harus memikul segala kesalahan, atau segerombolan orang-orang yang dikambing hitamkan, karena disangka telah berbuat segala kesalahan. Terutama sekali orang-orang yang duduk dalam badan-badan pemerintahan harus bersedia menjadi kambing hitam itu, yang di atas kepalanya diturunkan segala hujan-hujan tuduhan yang segar-segar, yakni harus bersedia dijadikan orang yang selalu dihantam, yang kepalanya seperti ”kop van jut”.

Siapa yang sebenarnya salah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita selidiki beberapa kenyataan yang mengenai persediaan beras.
Menurut statistik 1940, bangsa kita di dalam satu tahun itu rata-rata , dus tiap-tiap orang , memakan 86 kg beras. Ini belum terhitung jagung, belum terhitung ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacang dan lain-lain sebagainya.

Kalau kita memakai angka tahun 1940 itu sebagai dasar berapa beraskah yang kita butuhkan untuk sekarang? Sekarang jumlah rakyat kita ialah 75.000.000 jiwa. Maka beras yang kita butuhkan untuk memberi tiap-tiap orang 86 kg beras setahun ialah: 75.000.000 x 86 kg = 6.450.000.000 kg atau dengan sebutan lain: 6,45 milyun (juta) ton yang kita butuhkan. Sekali lagi, yang kita butuhkan sekarang. Tetapi berapa persediaan beras kita sekarang? Artinya berapa produksi sawah-sawah ladang kita kalau dibandingkan dengan tahun 1940 tidak mundur, tetapi jumlah itu toh tidak mencukupi kebutuhan: hasil padi kita setahunnya sekarang hanya 5,5 milyun ton lebih sedikit. Padahal kebutuhan hampir 6,5 milyun ton. Itulah sebabnya kita kekurangan beras. Itulah sebabnya kita tiap-tiap tahun harus membeli beras dari luar. Dari Siam, dari Saigon, dari Birma. Ini tahun saja kita harus mencari beras 700.000 ton, atau 700.000,000 kg. Dan ketekoran kita makin lama makin bertambah.

Engkau mengetahui bangsa kita selalu bertambah jumlahnya. Di tahun-tahun yang akhir ini di tanah air kita tiap-tiap tahunnya dilahirkan bayi 2..000.000 orang dan di tiap-tiap tahunnya meninggal dunia 1.200.000 orang. Sekarang. Tidak lama lagi tambahnya penduduk Indonesia tiap tahunnya bukan 800.000 orang, tetapi 1.000.000 orang. Dan tidak lama lagi 1.000.000 orang ini menjadi 1,5 milyun orang, 1,75 milyun orang, 2 milyun orang.

Tambahnya penduduk amat cepat, tetapi tambahnya produksi beras amat pelan. Maka tiap-tiap tahun , met de reglmaat van een klok, tiap-tiap tahun, zonder ampun , tiap-tiap tahun mau tidak mau, mengaduh atau tidak mengaduh, kita menghadapi problem kekurangan beras, besok lagi 1.000.000 ton.

Itupun kalau kita setiap orangnya makan sekedar sebanyak makanan kita sekarang, dan tidak lebih. Padahal belum cukup makanan kita sekarang ini per orangnya, untuk bisa menjadi satu-bangsa yang sehat dan kuat.

Mari saya ambil angka-angka tahun 1940. Di dalam tahun itu jumlah makanan di Indonesia, kalau dibagi rata-rata antara rakyatnya, menjadi 86 kg beras per orang, 38 kg jagung, 162 kg ubi kayu, 30 kg ubi jalar.
Bilamana angka-angka ini diperhitungkan dalam nilai kalori, maka jumlah kalori yang dimakan oleh satu orang setahun ialah 624.960 atau 1.712 kalori seorang sehari. Dus kalau kita sudah senang dengan 1.712 (bundaran 1.700) kalori seorang sehari saja, kita sudah menghadapi tekor beras tiap tahun sekarang 700.000 ton, nanti 800.000 ton, nanti lagi 1.000.000 ton.

Sudahkah kita senang dengan 1700 kalori seorang sehari sebagai dalam tahun 1940 itu? Kemarin dulu aku suruh menanya kepada Dr Purwosudarmo, sekretaris Panitia Negara Perbaikan Makanan, berapa kalori dimakan oleh bangsa Indonesia seorang sehari sekarang, dan berapa kalori seharusnya untuk menjadi satu bangsa yang sehat dan kuat. Beliau menjawab 1850 kalori seorang sehari sekarang, dan harus dijadikan 2250 kalori seorang sehari di kemudian hari. Maka akan mulai menghitung. Aku mengambil misalnya tahun 1960, yaitu 8 tahun lagi dari sekarang. Tidak lama 8 tahun itu, yaitu sekedar satu jumlah tahun yang engkau butuhkan untuk menjadi pemuda-pemudi praktis dalam masyarakat. 1960!. Aku taksir jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu lebih kurang 83.000.000 jiwa yaitu 8.000.000 lebih dari pada sekarang. 8.000.000 orang ini harus juga kita beri makan. Maka marilah menghitung. Tadi telah kukatakan,bahwa tahun 1940 orang satu tahun memakan 624.960 kalori, yaitu 1712 satu orang satu hari. Kalau banyaknya kalori buat satu orang satu tahun kita biarkan sekian saja – yaitu 624.900 – tidak kita tambah – makan buat 8.000.000 orang itu harus kita adakan persediaan kalori 8.000.000 x 624.960 kalori = lebih kurang 5.000.000.000.000 kalori. Berapa beraskah ini? Ketahuilah: 100 gram beras merupakan 340 kalori. Maka engkau hitung, engkau akan mendapat 5.000.000 milyun kalori itu berarti lebih kurang 1.500.000 milyun gram beras, atau lebih kurang 1.500 milyun kg beras.

Coba pikirkan. Sekarang saja sudah tekor 0,7 milyun ton beras. Didalam tahun 1960 akan tekor 0,7 milyun ton beras + 1,5 milyun beras = 2,2 milyun ton beras. Itupun kalau kalori makanan rakyat kita perbiarkan pada 1712 kalori seorang sehari. Panitia Perbaikan Makanan minta 2250 kalori seorang sehari. Engkau barangkali ingin mengetahui angka-angka kalori makan rakyat di negeri-negeri lain?

Perhatikan, menurut perhitungan Food and Agriculture Organization, orang makan tiap hari; di India 2121 kalori, di Birma 2348 kalori, di Cuba 2918 kalori, di Malaya 2337 kalori, di Ceylon 2167 kalori, di IndoCina 2137 kalori, semuanya lebih banyak dari pada Indonesia. Di dalam angka-angka itu dimasukkan juga kalori dari bahan-bahan gajih (lemak). Berapa kalori yang dimakan orang kulit putih? Di Negeri Belanda setiap orang makan 2958 kalori, di Australia 3128 kalori, di Amerika 3249 kalori.

Pemuda-pemuda Indonesia – apakah engkau perbiarkan bangsamu hidup dari lebih kurang 1700 kalori seorang sehari? Tidak? Engkau ingin cita-cita Panitia Negara Perbaikan Makanan terlaksana? Dus 2250 kalori seorang sehari? Hitunglah sendiri, kalau begitu, berapa jumlah beras kita harus tambahkan kepada persediaan makanan rakyat, buat tahun 1960, yang berpenduduk 83.000.000 jiwa itu.

Mari kita hitung: 2250 kalori seorang sehari, dua 550 kalori lebih dari pada sekarang. Buat 75.000.000 penduduk yang sekarang sudah itu saja , ini berarti minta tambahan kalori 75 milyun x 550 x 365 (1 tahun = 365 hari) = lebih kurang 15.000.000 milyun kalori. Total kalori yang harus ditambah dus, 15.000.000 milyun kalori + 6.500.000 milyun kalori = 21.500.000 milyun kalori.

Dihitung dalam beras, 100 gram beras = 340 kalori, ini berarti 100/340 x 21.500.000 milyun gram beras = 6.300.000 milyun gram beras = 6,3 milyun ton. Menjadi : kalau kita mengingini bangsa kita dalam tahun 1960 makan 2250 kalori, seorang sehari, maka produksi makanan kita harus kita tambah dengan 6,3 milyun ton setahun, dalam bentuk beras, atau equivalentnya beras. Bagaimana kalau kita beri bentuk lain dari pada beras? Malah lebih lagi dari 6,3 milyun ton. Dalam bentuk jagung 6,3 milyun ton itu menjadi lebih kurang 7 milyun ton. Dalam bentuk ubi jalar lebih kurang 15 milyun ton. Dan dalam bentuk ubi kayupun lebih kurang 15 milyun ton.

Dan kalau tidak kita tambah produksi? Kalau tidak kita tambah produksi, maka tiap-tiap orang akan makan lebih kurang 1547 kalori saja, Maka banyak orang akan kelaparan. Maka keadaan kita akan makin kocar-kacir. Maka kejadian-kejadian yang menyedihkan yang telah kita alami sekarang ini akan terjadi terus-menerus secara permanent, bahkan permanent in het kwadraat dan menyedihkan in het kwadraat : hongerroedeem akan terdapat dimana-mana: penyakit lain akan menjalar karena badan lebih kekurangan resistensi; keamanan akan terganggu terus-menerus tiada putusnya; orang akan bunuh-membunuh perkara beras; prestasi kerja akan merosot serendah-rendahnya; mala petaka kebinasaan akan menjadi hantu yang bersinggah di milyunan rumah.

Mengertikan engkau, bahwa kita sekarang ini menghadapi satu bayangan hari kemudian yang amat ngeri. Bahkan satu todongan pistol ”mau hidup ataukah matu mati”.

Satu tekanan tugas ”to be or not to be”. Di dalam tahun 1960 nanti tekor kita sudah akan 6,3 milyun ton, berapa milyun ton nanti dalam tahun 1970 kalau pendudk kita sudah menjadi 90-95 juta dan berapa lagi dalam tahun 1980 kalau penduduk kita lebih dari 100 juta?

Engkau, pemuda-pemudi, engkau terutama sekali harus menjawab pertanyaan itu, sebab hari-kemudian adalah harimu, alam-kemudian adalah alam mu bukan alam kami kaum tua yang vroeg of laat akan dipanggil pulang ke Rahmatullah. Engkau tidak dapat memecahkan soal ini sekedar dengan sinisme, seperti sikapnya setengah pemimpin-pemimpin di waktu sekarang, yang hanya bisa menuduh, hanya bisa mencela, hanya bisa mencari dan mendapatkan orang-orang yang dicapnya kambing hitam, dan dititiri kepalanya sebagai kop van jut.

Tidak, soal makanan rakyat ini tidak dapat dipecahkan dengan sinisme, dengan sekedar menuduh, dengan sekedar mencemooh. Sebab kesulitan soal ini terletak objektif kepada ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi, antara persediaan yang ada dan jumlah mulut yang memakannya, dan tidak subjektif karena durhakanya sesuatu orang. Tiap tahun zonder kecuali, zonder pauze, zonder ampun, soal beras ini akan datang – dan akan datang crescendo – makin lama makin hebat – makin lama makin sengit – makin lama makin ngeri, selama tambahnya penduduk yang cepat itu tidak kita imbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan yang cepat pula.

Maka, pemuda-pemudi, dapatkan persediaan bahan makanan itu kita tambah? Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah, tetapi tidak sekedar sinisme, tidak sekedar ”main politik”, melainkan dengan bekerja keras atas dasar mengerti jalan-jalannya memecahkan problem yang sulit ini.

Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah:

Pertama, dengan berikhtiar memperluas daerah pertanian kita. Kedua, dengan menggiatkan(mengintensifir) usaha pertanian kita, khususnya dengan seleksi dan pemupukan.

Dua jalan ini harus kita tempuh. Mari kita kupas sekedarnya. Kemungkinan memperluas daerah pertanian kita – artinya: menambah luasnya sawah-sawah kita dan ladang-ladang kita – masing mungkin, tetapi janganlah orang kira kemungkinan itu tiada batasnya. Di Jawa kemungkinan itu hampir tidak ada lagi. Di Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, di Seram, dan lain-lain pulau lagi; kemungkinan itu masih ada tetapi janganlah orang mengira bahwa tiap tempat yang sekarang ini tertutup hutan, atau tiap tempat yang masih kosong, adalah baik buat pertanian.

Ya Sumatera dan Kalimantan penuh dengan rimba-rimba raya yang amat luas, rimba-rimbahnya yang luasnya ”pitung pandeleng” – tetapi hanya sebagian saja dari rimba-rimba itu tanahnya baik buat bercocok tanam. Penyelidikan Balai Penyelidikan Tanah (Bodemkundig Instituut) sementara menunjukkan angka-angka sebagai berikut:

Luas Sumatera 47.360.000 ha
Luas Kalimantan 53.960.000 ha
Luas Sulawesi 18.900.000 ha
Luas Irian kita 38.000.000 ha
Jumlah luas empat pulau ini 158.210.000 ha

Berapa ha dari 150.000.000 ha ini yang baik buat pertanian? Ternyata sebagian besar dari tanah-tanah itu, dengan pandangan selayang pandang saja, terang tidak memberi harapan baik buat pertanian, ialah oleh karena kwalitet tanahnya, bentuk topografinya, keadaan hidrologinya (keadaan airnya) tidak sesuai dengan syarat-syarat pertanian. Maka dengan mengecualikan tanah-tanah yang dengan selayang pandang saja, sudah nyata tidak baik bagi pertanian itu, telah dipetakan atau sekedar ditinjau sejumlah tanah di Sumatera 5.359.000 ha, di Kalimantan kita 740.000 ha, Sulawesi 669.000 ha, di Irian kita 965.000 ha, – total 7.733.000 ha.
Tetapi dari 7.733.000 ha, inipun ternyata tidak semua betul-betul baik bagi pertanian. Yang betul-betul baik ternyata hanyalah sedikit lebih dari 1.000.000 ha atau hanya 14 %.

Memang ada lagi, disamping tanah-tanah tersebut, sejumlah tanah gambut (veengronden) yang luasnya bermilyun ha, yang sampai kini belum diusahakan untuk pertanian, dan mungkin dapat dipakai untuk pertanian.
Tetapi di Indonesia ini tanah-tanah gambut itu masih sama sekali satu hal yang belum diselidiki kemungkinan-kemungkinannya – satu ”terra incognita” yang masih gelap bagi kita, meskipun di Amerika dan Eropah orang sudah mencapai hasil pertanian yang baik di atas tanah-tanah yang demikian itu.

Alhasil, luasnya daerah pertanian di Indonesia ini masih dapat ditambah lagi dengan sedikitnya 1 juta ha, kalau tidak 1,5 juta ha, atau barangkali dengan 2 juta ha. Tanah-tanah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian itu memang menunggu transmigrasi-transmigrasi kita, menunggu pacul dan bajak, traktor-traktor dan mesin-mesin pengetam padi; menunggu pekerja-pekerja yang dibawah pimpinan pemuda-pemudi kita, bersama-sama dengan mereka membanting tulang dan mengulurkan urat, mencucurkan keringat habis-habisan, sesuai dengan Firman Tuhan ”Innamal usri yusra” – in het zweet, uws aanschijns gij uw broad verdinen”.

Kecuali dengan memperluas daerah pertanian-pertanian kita, maka sebagai kukatakan tadi, harus ditempuh pula jalan lain untuk menambah persediaan makanan kita. Jalan lain itu ialah mengintensifir usaha pertanian kita, khusus dengan seleksi dan pemupukan. Jalan lain ini – malahan harus kita usahakan pula benar-benar. Oleh karena kemungkinan untuk menambah luasnya daerah sawah kita, – perhatikan: sawah artinya sawah basah! – adalah terbatas sekali. Sawah berarti air, ada air memang tidak selalu ada untuk pengairan yang sempurna. Luas sawah di Indonesia sekarang ini adalah 4,5 milyun ha, antaranya 3.384.000 ha di pulau Jawa. Di Jawa diantara tahun 1931 dan 1940 luasnya sawah hanyalah bertambah dengan 100.000 ha atau tak lebih dari 3 %, dan saya kira maximumnya memang sudah hampir tercapai.

Mengintensifir pertanian kita, itulah amat penting. Perhatikan misalnya hasil baik yang telah kita capai dengan usaha seleksi di lapangan padi basah. Dulu kita belum kenal dengan jenis padi basah yang sekarang kita namakan Bengawan. Tetap berkat usaha ilmu pertanian, dengan jalan kawin-mengawinkan bermacam-macam jenis, akhirnya terdapatlah satu jenis yang dinamakan padi Bengawan, yang betul-betul padi yang ”all-round” terhadap penyakit mentek, ia punya kwalitet beras adalah baik, ia punya nasi enak sekali rasanya dimakan, ia punya jumlah produksi lebih tinggi dari pada padi yang kita kenal sebelum itu. Ia memberi hasil-hasil rata-rata 8 kwintal padi sehektarnya, atau 4,5 kwintal beras sehektarnya. Berapa luasnya sawah yang sudah nyata dapat ditanami padi Bengawan?
Jumlah ini menurut penyelidikan ialah 1.000.000 ha. Disamping itu masih ada lagi sejumlah sawah 1.000.000 ha yang dapat ditanami dengan satu jenis lain, yang juga banyak produksinya, meskipun tidak sebanyak pada Bengawan itu. Maka menurut perhitungan, dengan cara menanam padi hasil-hasil seleksi itu saja kita akan dapat memperoleh tambahan produksi 1.080.000 ton padi, atau 600.000 ton beras, satu jumlah yang amat lumayan sekali.

Tetapi kenyataan tidak semudah itu. Kenyataan yang menjadi hambatan ialah bahwa pada umumnya sesuatu jenis padi mempunyai daya menyesuaikan diri – yang amat kecil – mempunyai aanpassingsvermogen yang amat kecil.
Jenis-jenis yang memuaskan di sesuatu daerah belum tentu memuaskan bila ditanam di suatu daerah yang lain. Jenis padi harus di ”perdaerahkan” lebih dulu. Sebelum padi Bengawan itu bisa disiarkan di seluruh kepulauan Indonesia, maka perlulah lebih dulu didirikan balai-balai seleksi daerah di berpuluh-puluh tempat. Dan disamping pusat-pusat penyelidikan daerah itu, maka haruslah pula diadakan organisasi untuk menyebarkan hasil-hasil dari pusat-pusat penyelidikan daerah itu langsung kepada petani-petani.
Dibutuhkan pusat-pusat bibit setempat – zaadltoeve-zaadhoeve – yang masing-masing meliputi keluasan 10.000 ha atau 15.000 ha sawah. Petani-petani harus dibangunkan perhatiannya oleh pusat-pusat ini, harus diinsyafkan, di ”semangatkan”.

Dengan propaganda, dengan penyuluh, dengan demontrasi, petani-petani harus dilepaskan dari jenis-jenis padi yang kurang manfaat, dibawa kepada jenis-jenis baru yang lebih baik. Ini semuanya bukan pekerjaan kecil.

Ini semuanya meminta waktu dan ini semuanya meminta keringat. Jumlah pusat-pusat yang demikian itu pada masa sekarang ini masih amat terbatas sekali. Padahal paling sedikit dibutuhkan 250 pusat – setempat, kalau bisa 300 pusat setempat. Kalau kita bekerja keras, maka boleh diharapkan bahwa dalam waktu lebih kurang 6 tahun dengan jalan demikian, sesuatu jenis yang baik dapat disebarkan antara petani-petani di seluruh Indonesia, sehingga produksi padi di seluruh Indonesia bertambah banyak. Insyaflah engkau, pemuda-pemudi, betapa pentingnya minat kepada pengetahuan pertanian bagi bangsa yang kekurangan makanan sebagai kita ini.

Disamping seleksi, aku tadi menyebutkan pemupukan, Juga dengan pemupukan kita dapat menambah produksi padi-padi-basah kita. Terutama sekali pemupukan dengan pupuk tiruan (kunstmst) fosfaat, dalam bentuk dubbel-superfosfaat atau enkei superfosfat, ternyatalah amat menaikkan tingkat produksi. Ada sawah yang dengan pupuk fosfat itu bertambah hasil 5 kwintal sehektar, bahkan ada pula yang memberikan hasil tambah 10 kwintal per hektar. Kita sekarang telah mengetahui, bahwa luasnya daerah sawah-sawah kita yang amat ”dankbaar” kepada pupuk dubbel-superfosfat adalah beratus-ratus ribu ha sawah seperti misalnya daerah-daerah tuf atau mergel atau laterit di Banten Utara, daerah Cihea antara Cianjur dan Bandung, daerah Cirebon Timur, Cirebon; daerah barat Jogjakarta, Solo Timur, Madiun Utara, Kediri Utara, Pasuruan, Bangil, daerah Purwodadi, Lusi-Randublatung, Bojonegoro, Lamongan, Madura, darah Rapang di Sulawesi Selatan, daerah Bone dan Sulawesi Tengah, dan banyak lagi daerah lain, yang semua total jumlahnya tak kurang dari 700.000 ha sawah – yang, jikalau kita bekerja mati-matian memupuknya dengan pupuk tiruan fosfat, total akan memberi hasil tambah tidak kurang dari 360.000 ton beras tiap-tiap tahunnya. Tetapi pemupukan itupun belum berjalan sebagaimana mestinya.

Dus, dengan menanam jenis padi yang lebih manfaat – hasil seleksi – kita dapat memperoleh hasil-hasil tambah 600.000 ton beras; dengan pemupukan sawah-sawah mergel atau tuf atau leterit dengan pupuk fosfat kita dapat memperoleh hasil tahunan 360.000 ton – Jumlah total 960.000 ton, atau bulatnya 1 juta ton. Sedangkan jumlah tambahan beras yang kita butuhkan untuk menyelamatkan 83.000.000 orang dalam tahun 1960 dengan dasar 1700 kalori seorang sehari saja ialah, sebagai kuuraikan dimuka tadi itu, 1,5 juta ton – dus masih kekurangan lagi 0,5 juta ton. Dan jikalau kita masih bercita-cita menaikkan argeidsprestatie rakyat kita dengan memberikan makanan kepadanya 2250 kalori seorang sehari, maka ketekoran kita itu malah masih sebesar 6,3 juta ton – 1 juta ton = 5,3 juta ton.

Dari uraian saya diatas ini ternyatalah, bahwa tidak ada ”way-out” mutlak untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari bahaya kelaparan dan bahaya kemusnahan. Bilamana kita hanya menempuh jalan yang pada masa sekarang ini lazim diusahakan, yakni hanya jalan seleksi dan hanya jalan pemupukan bagi sawah-sawah yang sudah ada, dan ikhtiar memperluas daerah pertanian berupa sawah, yang sebagai ternyata dimuka tadi, tidak mungkin kita perluaskan lagi secara besar-besaran. Tidak, kita harus menempuh jalan lain juga, jalan yang hingga kita masih terlalu di anak-tirikan, yakni jalan mencurahkan perhatian ktia juga kepada pertanian di tanah kering, pertanian di tanah ladang.

Pertanian pada tanah sawah memang masih tetap penting bagi kita, tetap jelaslah bahwa pertanian di sawah itu saja, tidak memberikan ”way-out” mutlak kepada kita. Kita harus mencurahkan perhatian kita secara simultan ya ke sawah ya ke ladang. Kita harus berubah menjadi satu bangsa yang baru, juga di atas lapang pertanian. Kita harus, mau tidak mau, menempuh jalan yang di seluruh dunia ditempuh orang Eropa dan Amerika hidup dari pertanian kering – kenapa kita tidak memperhatikan pula pertanian kering kita.

Yang kini mengetahui bahwa pertanian pada basah saja tidak memberi ”way-out” mutlak. Ketahuilah, bahwa pertanian rakyat ditanah kering lebih luas dari pada pertanian di sawah-sawah. Ini bukan saja satu kenyataan yang didapatkan di luar Jawa, tetapi juga satu kenyataan di Jawa sendiri, yang lebih penuh-sesak-padat penduduknya itu. Sedangkan di Jawa luasnya sawah lebih kurang 3.384.000 ha, maka luasnya tanah kering yang diusahakan untuk pertanian adalah 4.500.000 ha. Di luar Jawa luasnya pertanian tanah kering adalah lebih kurang 3.500.000 ha. Total pertanian tanah kering di seluruh Indonesia adalah lebih kurang 8.000 ha.

Alangkah besarnya persediaan makanan kita, kalau 8.000.000 ha ini dapat kita berikan produksi yang lebih tinggi. Disini ditanah-kering inilah, lebih ”way-out” mutlak yang kita cari. Tetap apa lacur? Satu corak yang mencirikan pertanian di ladang-ladang ialah, bahwa oleh pengusahanya sama sekali tidak dilakukan, syarat-syarat untuk mempertahankan kesuburan tanah. Satu-satunya usaha menyuburkan tanah ialah terdiri dari menanduskan (memberokan) tanah itu beberapa tahun lamanya, sehingga tanah-kering tersebut ditumbuhi oleh belukar atau hutan ringan, yang kemudian ditebang pula untuk diperladang.
Ketambahan lagi tanah-tanah kering itu tidak saja kehilangan kesuburannya, tetapi juga diserang oleh bahaya erosi, sehingga pada akhirnya daerah demikian itu merupakan satu-tanah mati – satu – ”sterven land” yang menyedihkan.

Cara pertanian yang demikian itu tak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Cara-caranya harus diubah demikian rupa, sehingga kehilangan zat-zat tanah yang perlu buat tanaman dapat dihentikan, dan tubuh tanah dipelihara, sehingga kesuburan pulang kembali. Jangan menganggap remeh akan hal ini. Sebab, bilamana kita tidak dapat mengembalikan kesuburan tanah-tanah – ladang ini sehingga dapat ditanami lagi dengan tanaman-tanaman – makanan secara manfaat, bilamana kita perbariki stervend land tetap stervend land, dan ladang-ladang menjadi stervend land, maka perlengkapan bahan makan bangsa kita niscaya akan roboh sama sekali, akan lebur, akan hancur. Oleh karena ”way-out” mutlak kita dalam hal persediaan makanan rakyat adalah justru terletak dalam tanah-tanah kering itu.

Dapatkah tanah-tanah kering menjadi sumber kemanfaatan? Dapat pemuda-pemudi; dapat! Asal kita, terutama sekali kamu, generasi muda, suka ”aanpaltken” soal ini dengan tepat, maka kita tak perlu berkecil hati.
Kemungkinan dalam teknik dan ilmu penantian telah besar sekali. Tiga puluh tahun yang lalu, propinsi NoordBrabant dan Veluwe di Negeri Belanda yang tanahnya tanah pasir yang amat miskin itu, hanyalah dapat menghasilkan sedikit boekweit dan kentang dan rogge. Hanya biri-biri kurus saja ditemukan disana dan jumlah yang kecil-kecil. Sekarang, berkat teknik pertanian, tanahnya tak kurang suburnya. Semua tanahnya dapat dihasilkan disitu, bunga-buah yang indah menyegarkan mata, sapi-sapi yang segetnuk sapi Friesland terdapat disana dalam jumlah yang besar-besar.
Ini adalah hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pelbagai balai-balai dalam waktu 10-15 tahun. Berkat rajinnya anak negerinya, berkat tepatnya cara pengolahantanah, berkat pemakaian pupuk tiruan, secara besar-besaran, maka mereka dapat mengatasi kesukaran-kesukaran dalam menyelamatkan dirinya dari bahaya kelaparan.

Mengapa kita di Indonesia tidak nanti dapat bertindak sedemikian juga? Kita dapat bertindak sedemikian juga – dapat, dan aku tidak ragu-ragu akan hal itu – asal, generasi muda, suka bertindak, asal kamu suka belajar, asal kamu nanti menjadi pelopor.

Pertanian-tanah-kering kita dapat kita bikin menjadi sungguh-sungguh manfaat, dengan melakukan empat ikhtiar yang kusebutkan dibawah ini.

P e r t a m a : Kita harus melakukan pemupukan, tanah-tanah-ladang kita harus dipupuk, baik dengan pupuk kandang, maupun dengan pupuk tiruan. Pupuk kandang dibutuhkan, bukan saja oleh karena pupuk inilah yang termudah bagi petani, tetapi juga oleh karena pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tubuh tanah. Kalau pupuk ini masih kurang, tambahlah dengan pupuk hijau. Dan kalau inipun kurang, pakailah pupuk tiruan. Jangan berkata bahwa pupuk tiruan mahal. Satu-satunya ”way-out” inikan harus kita tempuh, kalau kita sebagai bangsa tidak mau mati, Lagi pula – semua pupuk-pupuk –tiruan yang diperlukan untuk tanah-tanah kering kita itu, yaitu pada umumnya; zwavelzure amonia, kaliumsulfat, dan doubbel-superfosfat, dapat dibikin di negeri kita sendiri dari bahan-bahan yang ada di negeri kita sendiri. Ini sudah kita selidik. Maka kalau kita membikin pupuk-pupuk itu dinegeri kita sendiri tak perlulah kita membelinya di luar negeri. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan deviezen lagi. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan politik di negara orang.
Dan kita lantas dapat menjalankan pemupukan tanah-tanah-kering kita secara besar-besaran. Ratusan ribu ha, jutaan hektar tanah kering menjadi tanah yang menghasilkan produksi. Hancur-leburlah hantu kemiskinan-zat dalam tanah-tanah kering kita itu.

K e d u a : kita harus menjalankan seleksi bagi tanah kering. Alangkah masih kosongnya usaha seleksi bagi tanah-kering itu? Tentang seleksi padi-gogo dapat dikemukakan, bahwa hal itu hingga kini selalu diabaikan, selalu dianak-tirikan. Semua tenaga sampai kini dicurahkan kepada seleksi padi sawah, padi basah. Walaupun barangkali memang tidak mungkin menciptakan satu jenis gogo baru yang sama sekali tahan kemarau, yaitu yang sama sekali ”droogterestent” namun toh kemungkinan untuk mendapatkan satu jenis-baru yang mendekati kebutuhan ini, tidak masuk dalam lapangan kemustahilan. Dan selain dari pada padi? Jenis kacang tanah, jenis jagung, jenis cantel dan lain-lain tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat, pun masih mengandung kemungkinan untuk diperbaiki lagi dengan jalan seleksi.

Tanah kering harus ditanami dengan tanaman yang tanah kering, dan nilai – khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai khasiat padi, misalnya jagung, jawawut, kedele, kacang tanah dan lain-lain sebagainya lagi. Penggiatan seleksi bagi tanaman-tanaman tanah kering ini teranglah satu keharusan yang lekas harus kita penuhi!

K e t i g a : kita harus memperlipat gandakan perhewanan ternak. Peternakan adalah satu syarat mutlak untuk pertanian ditanah kering. Dari mana datangnya pupuk kandang, kalau tidak dari ternak? Dari mana tenaga-tenaga penarik- trekkrachten – untuk perusahaan pertanian itu, kalau tidak dari sapi atau kuda. Kecuali itu, adanya ternak memecahkan soal lalu-lintas, sehingga soal pengakutanpun ikut terkupas oleh karenanya pula. Terutama kuda mendinamiskan manusia. Belum kita sebut disini manfaat besar yang datang dari peternakan berkenaan dengan kebutuhan zat putih-telur (eiwit) dalam makanan rakyat ! Telur ayam, telur itik, daging ayam, daging itik, daging kambing, daging sapi, dan lain-lain sebagainya, membuat tubuh manusia menjadi sehat dan kuat. Di dalam hal pemakaian zat putih-telur yang berasal dari hewan, Indonesia menduduki satu tempat yang teramat rendah. Hanya rata-rata 4 gram kita makan seorang sehari.
Sedangkan di Siam orang makan zat putih telur 21 gram seorang sehari, di Malaya 14 gram seorang sehari, di IndoCina 17 gram seorang sehari, di India 9 gram seorang sehari, di Philipina 25 gram seorang sehari, di Cuba 29 gram seorang sehari, di Birma 32 gram seorang sehari. Sejak penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun itu, kita telah menjadi satu bangsa yang terlalu sedikit makan zat putih-telur dari hewan dan karenanya kita telah menjadi satu bangsa yang lemah badan dan kurang dinamis.
Dizamannya Sultan Agung Hanjokrokusuma, maka menurut ceritanya Rijcklof Van Goens, seorang Belanda yang menghadap dikeraton Sultan Agung di Kerta, di Ibu Kota Mataram itu tiap-tiap hari disembelih orang 500 ternak yang besar-besar. Dan lihatlah dalam sejarah pada waktu itu bangsa kita satu bangsa yang dinamis yang tangkas, yang ulet, yang berani, yang gemar bekerja.

K e e m p a t : mekanisasi. Ini satu hal yang telah lama kucita-citakan dan idam-idamkan. Pada umumnya luasnya pertanian di Jawa tidak melebihi 1 ha buat tiap-tiap petani dan 1 ha ini adalah terlalu seikit untuk hidup, terlalu banyak untuk mati. Teweinig om van televen, te veel om van te sterven. Didaerah kolonisasi diluar Jawapun petani rata-rata hanya mempunyai sawah tidak lebih dari 1 1/2 atau 2 ha. Berapa sebenarnya harusnya milik tanah, untuk hidup cukup, hidup sentosa ? kalau tanah itu tidak cukup subur seperti halnya dengan tanah-tanah yang sekarang didapatkan di luar Jawa, maka milik itu sebenarnya harus sedikitnya 10 ha buat tiap-tiap petani. Tetapi sebaliknya, kali ia diberi 10 ha, maka ia tak mempunyai cukup tenaga untuk mengolah tanahnya itu. Dengan sepasang sapi dan dengan bantuan anak istrinya serta seorang bujang, ia paling banyak dapat menggarap 5 ha tanah. Di limburg (Negeri Belanda) petani rata-rata mempunyai 20 ha, yang ia kerjakan dengan keluarganya serta seekor kuda besar dan disamping itu masih mempunyai 2-3 ekor sapi, 3-4 ekor babi, 100 ekor ayam. Bagaimanakah kita memecahkan soal kita ini, kalau kita mengerti bahwa kita kekurangan sapi,kekurangan kerbau, kekurangan kuda ?
Tidakkah mungkin mekanisasi kalau mungkin secara kolektif membawa pemecahan dalam soal ini ?

Untuk mencoba pertanian secara mekanis, di daerah Kendari (Sulawesi) ada siap sedia 15.000 ha tanah kering yang datar dengan struktur tanah yang cukup enteng untuk digarap dengan mesin. Pembagian hujan selama tahun disana adalah demikian ratanya, sehingga dua kali setahun daerah itu dapat menghasilkan panen padi gogo yang lumayan. Tidakkah baik kita coba pertanian mekanik disana itu?

Pemuda-pemudi, akupun sering melayangkan angan-anganku mengenai pertanian padi di tanah Jawa. Bilakah seorang pemuda atau pemudi Indonesia ahli ilmu pertanian mendapatkan satu jenis padi kering – padi kering, bukan padi basah yang droogte resisten, yang produksinya tidak kalah dengan padi basah, yang rasa nasinya tidak kurang lezat dari misalnya pada Bengawan yang kebal segala penyakit, yang dapat memberi panen dua kali setahun? Ah, kalau jenis padi kering yang demikian itu terdapat, kalau impianku ini terwujud, kalau segala padi bisa kita ganti dengan padi kering yang all-round itu, satu revolusi besar dapat kita jalankan di lapangan penantian padi. Kita bisa bikin petani-petani kita ”collective minded” kita bisa buang segala pematang-pematang atau galengan-galengan, kita bisa coret sebagian terbesar dari pengeluaran-pengeluaran untuk irigasi yang berpuluh-puluh milyun, kita bisa bekerja dengan tractor-tractor dan mesin-mesin pengetam, kita bisa bekerja ekonomis besar-besaran, kita bisa pergunakan tenaga petani yang berlebih untuk kerajinan tangan atau niverheid, kita bisa lemparkan banyak sekali tanaga kerja ke dalam industrialisasi di daerah-daerah kita yang harus diindustrialisir. Betapa hebatnya akibat Revolusi Pembangunan yang demikian itu. Produksi bahan makanan akan terbang naik keatas, neverheid akan tumbuh dimana-mana, industrialisasi akan tidak kekurangan tenaga manusia dan mental, dalam kedudukan jiwa, bangsa Indonesia akan berubah akan bangkit sama sekali. Hilanglah nanti segala sifat kepelanan, hilanglah segala sifat tak berdaya yang menghingapi petani kecil, hilanglah segala kemak-kemik sapa mantram dan kukus kemenyan dan sesajen, hilanglah segala sifat jiwa kedesaan, tumbuh sifat kebrayaan dan kerjaan yang luas, tumbuhlah jiwa natie yang lebar, tumbuhlah jiwa Negara yang melangkahi segalai batas-batasnya desa dan lembah dan gunung dan lautan. Terbangunlah satu Bangsa Indonesia Baru yang badannya sehat kuat karena cukup persediaan makan, yang jiwanya dinamis tangkas perkasa karena terlepas dari ikatan-ikatan lama yang membelenggu ribuan tahun.

Pemuda pemudi sekalian ! Pidatoku hampir habis. Agak lama aku minta perhatianmu, tetapi tidak terlalu lama. Oleh karena soal yang kubicarakan ialah soal hidup atau mati. Camkanlah dan perhatikanlah pada masa sekarang ini. Indonesia menghadapi satu bahaya kelaparan yang tiap-tiap tahun datang kembali, tiap-tiap tahun bertambah besar dan cepat akan merupakan satu bencana, satu malapetaka kalau tidak kita tanggulangi secara cepat. Bahwa Indonesia pada masa sekarang ini terpaksa membeli beras dari luar negeri sebanyak 600.000 atau 700.000 ton, besok 800.000 ton, lusa 900.000 ton, bahwa disana sini timbul penyakit hongeroedeem bahwa di tanah air kita yang indah permai ini ada anak-anak kecil yang diangkut ke rumah sakit oleh karena periuk nasi di rumah adalah kosong, itu adalah sebenarnya satu tanda ketidakmampuan satu brevet van onvermogen dari pada generasi sekarang yang tak mampu mengenal dan memecahkan soal. Sebagai mode didatangkanlah berbagai ahli dari luar negeri, yang memamg ahli, tetapi juga disini masih harus belajar lebih dahulu. Tetapi generasi sekarang biarlah generasi sekarang. Tetapi engkau, engkau pemuda pemudi di seluruh Indonesia, yang sekarang duduk di bangku-bangku SMA, engkau adalah generasi baru. Engkau adalah generasi yang akan datang ! Engkaulah yang bertanggung jawab atas nasib bangsamu dimasa depan. Kita kekurangan kadar bangsa, terutama di lapangan pertanian dan peternakan. Aku bertanya kepadamu; sedangkan rakyat Indonesia akan mengalami celaka, bencana, malapetaka dalam waktu dekat kalau soal makan rakyat tidak segera dipecahkan; sedangkan soal persediaan makan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup atau mati, kenapa dari kalangan-kalanganmu begitu kecil minat untuk studi ilmu pertanian dan ilmu perhewanan ?
Kenapa buat tahun 1951/1952 yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa bagi Fakultas Pertanian hanya 120 orang, dan bagi Fakultas Kedokteran Hewan hanya 7 orang? Tidak pemuda pemudiku, studi Ilmu Pertanian dan Ilmu Perhewanan tidak kurang penting dari studi lain-lain, tidak kurangmemuaskan jiwa yang bercita-cita dari pada studi yang lain-lain. Camkan, sekali lagi camkan, kalau kita tidak aanpakken soal makanan rakyat ini secara besar-besaran, secara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka.

Secepat mungkin kita harus membangunkan kadar bangsa di atas lapangan makanan rakyat, kalau mungkin laksana cendawan di musim hujan. Secepat mungkin kita membutuhkan paling sedikit 350 insinyur pertanian, 150 ahli kehutanan, ratusan ahli seleksi, ratusan ahli pemberantasan hama, ratusan ahli pemupukan, ratusan ahli tanah, ratusan ahli irigasi pertanian rakyat, ratusan ahli kehewanan, dokter-dokter hewan dan ahli-ahli pemerliharaan ternak.
Daftarkanlah dirimu nanti menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan. Jadilah Pahlawan Pembangunan. Jadikanlah bangsamu ini bangsa yang kuat, bangsa yang merdeka dalam arti merdeka yang sebenar-benarnya. Buat apa kita bicara tentang politik bebas kalau kita tidak bebas dalam hal urusan beras, yaitu selalu harus minta tolong beli beras dan bangsa-bangsa tetangga ?. Kalau misalnya peperangan dunia ke III meledak, entah besok entah lusa, dan perhubungan antara Indonesia dan Siam dan Birma terputus karena tiada kapal pengangkutan, dari mana kita mendapat beras? Haruskan kita mati kelaparan ? Buat apa kita membuang devisa bermilyun-milyun tiap-tiap tahun untuk membeli beras dari negeri lain, kalau ada kemungkinan untuk memperlipatgandakan produksi makanan sendiri?. Segala ihtiar-ihtiar kita untuk menekan harga-harga barang di dalam negeripun sebagai telah kita alami selalu akan kandas, selalu akan sia-sia, selama harga beras periodik membumbung tinggi, karena harga beras memang menentukan harga barang yang lain-lain. Politik bebas, prinstop, keamanan, masyarakat adil dan makmur ”mens sana in corpore sano” semua itu menjadi omongan kosong belaka, selama kita kekurangan bahan makanan, selama tekor kita ini makin lama makin meningkat. Selama kita hanya main sinisme saja dan senang mencemooh, selama kita tidak bekerja keras, memeras keringat mati-matian menurut plan yang tepat dan radikal. Revolusi Pembangunan harus kita adakan, Revolusi Besar diatas segala lapangan. Revolusi Besar dengan segera, tetapi paling segera diatas lapangan persediaan makanan rakyat.
Dan kamu, pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, kamu harus menjadi pelopor dan pahlawan dalam Revolusi Pembangunan itu! Janganlah bangsa menyesal, dihari yang akan datang.

Dengan ucapan itulah, saya meletakkan batu-pertama dari Gedung Fakultas Pertanian ini. Sekian! Terima kasih!

Baranang Siang Bogor, 27 April 1952

Dongkrak Kompetensi SDM Pertanian, Kementan Pacu Semangat Widyaiswara

KETINDAN – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) berkomitmen untuk mendukung kemajuan pertanian Indonesia melalui berbagai bentuk peningkatan kompetensi SDM Pertanian. Tidak terkecuali bagi widyaiswara yang menjadi pengajar dalam pelatihan di balai-balai pelatihan lingkup Kementan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada berbagai kesempatan mengatakan sektor pertanian akan lebih optimal jika dikembangkan dengan sentuhan teknologi dan inovasi.

Sejalan dengan semangat itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa transformasi pertanian menjadi suatu keharusan dalam peningkatan produksi pertanian.

Widyaiswara selaku ASN yang bertugas dalam penyelenggaraan pelatihan, pengembangan pelatihan, dan penjaminan mutu pelatihan, wajib meningkatkan kompetensinya, harus dapat menjalankan fungsi dan tugas jabatan pengembangan kapasitas SDM secara efektif dan efisien.

Dalam kegiatan pembinaan widyaiswara yang dilaksanakan secara hybrid dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan pada Selasa (04/06), Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan seorang widyaiswara dituntut memiliki strategi dalam mengikuti arus revolusi industri 4.0, terlebih widyaiswara pertanian.

“Seorang widyaiswara harus dapat menjadi perwujudan smart ASN, sekaligus harus mampu memfasilitasi geliat masyarakat pertanian dengan segala tantangan yang dihadapi ke depan”, sebut Dedi.

Widyaiswara dan penyuluh pertanian wajib membuat petani tersenyum serta membahagiakan petani.

“Petani akan tersenyum bilamana produk yang dihasilkan dibeli dan laku di pasar. Untuk itu kita wajib meningkatkan daya saing dari produk pertanian, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk luar. Pastikan produk yang akan dihasilkan oleh petani kita memiliki peluang pasar yang besar dengan harga yang tinggi”. perkuat market inteligent dan kontrak farming, pesan Dedi.

Dedi menambahkan selain soal harga, petani juga harus meningkatkan produktivitas pertanian. Pilih benih dan varietas unggul dan terapkan smart farming sehingga produktivitas meningkat dan kualitas pun terjaga namun dengan harga produksi pertanian (hpp) yang rendah.

Oleh karena itu, widyaiswara wajib fokus pada kegiatan-kegiatan strategis dengan berkolaborasi, terus mengembangkan kompetensi sesuai jaman untuk berada di garda terdepan membantu mengatasi masalah-masalah pangan bangsa Indonesia.

Sementara Kepala Pusat Pelatihan Pertanian (Kapuslatan) Muhammad Amin dalam laporannya mengatakan jumlah widyaiswara saat ini berjumlah 183 orang yang terdiri dari widyaiswara utama sebanyak 12 orang, widyaiswara madya sebanyak 74 orang, widyaiswara muda sebanyak 68 orang, dan widyaiswara pertama sebanyak 29 orang.

Kegiatan pembinaan ini dihadiri widyaiswara BBPP Ketindan dan Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu, Kepala BBPP Ketindan, BBPP Batu, Direktur Polbangtan Malang serta widyaiswara lingkup BPPSDMP seluruh Indonesia secara online.

“Setelah kegiatan ini diharapkan widyaiswara dapat meningkatkan kompetensi masing- masing agar mampu melaksanakan tugas dengan baik -baiknya dan dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelatihan pertanian hingga pada akhirnya petani dapat tersenyum bahagia”, tutup Amin.

Skip to content