Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Perbandingan Penampilan Reproduksi Kambing Saanen Dengan Peranakan Etawa dan Produktivitasnya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Kambing perah merupakan ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk menjadi penghasil susu segar untuk memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Potensi tersebut  salah satunya disebabkan karena nilai gizi dan daya serap susu kambing dapat bersaing dengan sus u sapi. Ditambah lagi dengan potensi susu kambing yang dapat menjadi pengganti susu sapi bagi orang yang alergi. Fenomena ini membuat pemeliharaan kambing perah menjadi banyak diminati. Susu  dari kambing PE mempunyai potensi  sebagai obat dari beberapa penyakit seperti asma, TBC, obat kuat dan pemulihan kesehatan. Jenis kambing yang sudah tersebar luas di Indonesia diantaranya adalah kambing Saanen dan kambing PE.

Kambing  Saanen merupakan  kambing perah  yang  berasal  dari  lembah Saanen  di  Swiss (Eropa)  dan  saat ini  sudah  menyebar  di  berbagai  negara  termasuk  Indonesia.  kambing Peranakan Etawa atau sering kita sebut  kambing PE, adalah kambing hasil  silang antara kambing lokal Indonesia dengan kambing Etawah. Kambing Saanen dan PE, secara genetik mempunyai potensi sebagai penghasil susu.

Pemeliharaan kambing perah untuk  dijadikan sebuah usaha membutuhkan  jenis kambing perah yang memiliki performa yang dapat dioptimalkan dengan baik. Kambing Saanen dan kambing PE merupakan dua jenis kambing perah yang telah tersebar di Indonesia. Perbandingan antara kambing Saanen dan kambing PE perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa diantara kedua kambing tersebut.

Penampilan ternak kambing perah salah satunya adalah tampilan reproduksi , merupakan bagian penting dari produktivitas ternak kambing perah. Penampilan reproduksi  atau sifat reproduksi  adalah semua aspek yang menyangkut reproduksi  ternak. Pengetahuan tentang penampilan reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Salah satu penampilan kambing perah yang perlu diamati adalah tampilan reproduksi  atau sifat reproduksi meliputi semua  aspek  yang  menyangkut  reproduksi   ternak.  Pengetahuan  tentang  penampilan

reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Performa reproduksi dapat tercermin dari service per conception (S/C), days open (masa kosong) , kidding interval ( Jarak kelahairan),dan  umur kawin pertama.

Rataan Penampilan Reproduksi (S/C, Days open, Kidding interval dan UKP) Kambing Saanen dan PE

Service per conception (S/C)

Rataan service per conception kambing  Saanen lebih pendek  dari kambing PE. Rataan service per conception kambing Saanen lebih pendek dikarenakan pejantan dan induk pada kambing Saanen mempunyai tingkat kesuburan lebih baik daripada kambing PE, dimana salah satu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya service per conception adalah faktor kesuburan pejantan dan induk.

Days open (masa kosong)

Rataan days open kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE yang diperkirakan

karena service per conception kambing Saanen yang lebih rendah dari kambing PE.. Semakin lama days open pada kambing maka akan berpengaruh terhadap masa laktasi dan produksi susunya. days open (masa kosong) secara langsung memengaruhi selang beranak pada masa laktasi  yang sedang berjalan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap produksi susu selama hidupnya. days open dipengaruhi oleh service per conception. Hal ini terlihat dari serviceper conception dari kambing Saanen lebih kecil dari kambing PE.

Kidding interval (selang beranak)

Rataan Kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Semakin lama jumlah  hari  selang  beranak  akan  menurunkan  rata-rata produksi cempe yang dihasilkan per tahun. Semakin lama selang beranak juga akan menurunkan masa produktif kambing tersebut. Rataan kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, disebabkan karena days open dan service per conception pada kambing Saanen nilainya lebih rendah dari kambing PE . Panjang pendek selang beranak tergantung keberhasilan setelah partus, artinya berhubungan dengan masa kosong dan angka kawin per kebuntingan. Semakin singkat masa kosong atau semakin cepat ternak bunting kembali setelah beranak maka akan semakin pendek sela ng beranak.

Umur kawin pertama

Rataan umur kawin pertama kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, karena pencapaian dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Umur kawin pertama dipengaruhi oleh pencapaian dewasa kelamin, juga dipengaruhi oleh pencapaian dewasa tubuh.  Pertambahan bobot badan kambing Saanen umumnya lebih cepat dalam mencapai kriteria bobot badan yang ideal untuk  dikawinkan  daripada kambing PE.  Kambing idealnya dikawinkan  saat tercapai dewasa tubuh yakni pada umur 10-12 bulan dengan rataan bobot 30-40 kg.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dat memperkaya hasanah perbendaharaan pengetahuan  para pembaca dalam menetukan pilihan ter abik dalam beragribisnis kambing. Dalam hal ini Penampilan reproduksi kambing Saanen lebih baik dari kambing PE dilihat dari Service per Conception, Days Open, kidding interval dan umur kawin pertama, yang tentunya  berdampak terhadap produktivitas kambing tersebut.

Kiat Mendongkrak Populasi Sapi Potong

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Industri peternakan sapi potong merupakan industry biologi   dan   usaha   pembibitan merupakan pabrik  yang  memproduksi bibit/pedet. Upaya meningkatkan  populasi sapi potong dapat dilakukan dengan   cara  memelihara   sapi   betina  produktif  dengan   menerapkan  perbaikan   pakan,  bibit, perkawinan IB atau alam, serta manajemen  pemeliharaan  yang  baik.  Performan sapi potong dapat diperbaiki  melalui  teknologi  reproduksi  dan perbaikan  bibit.  Untuk meningkatkan mutu  genetik (genetic improvement) melalui seleksi pembentukan  ternak  unggul  dapat  juga dilakukan melalui grading up sistem perkawinan silang yang keturunanya selalu disilangbalikan (back  crossing)  dengan bangsa    pejantan. Tujuan  mengubah  bangsa  induk  menjadi bangsa pejantan melalui inseminasi buatan atau kawin alam. Faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan IB seleksi pada sapi pejantan yang tepat, kualitas dan jenis sapi betina yang akan di IB, penampungan semen, penilaian  kualitas semen,  proses pengenceran,  proses  penyimpanan semen,     proses pengangkutan semen,  p roses inseminasi, pencatatan sapi induk yang sudah di IB, serta bimbingan  penyuluhan pada peternak sapi potong.  Jika salah  satu langkah atau proses di atas ada yang tidak sesuai atau tidak prosedural maka program  inseminasi  buatan bisa terancam  gagal.  Program  IB merupakansalah   satu   pilihan  yang tepat   yang  dapat diandalkan  dalam  memperbanyak    populasi ternak.

Sumber pertumbuhan produktivitas yang utama adalah perubahan teknologi yang lebih  maju dan bersifat tepat guna. Upaya meningkatkan   produksi   ternak  sapi  potong dapat dilakukan dengan cara perkawinan  IB dan alam.  Inseminasi  buatan (IB)  bertujuan memperbaiki  mutu  ternak  yang dihasilkan sebab bibit berasal dari pejantan yang unggul atau pilihan .  Aplikasi IB akan lebih efisien karena tidak  mengharuskan pejantan unggul dibawa ke tempat  betina, cukup dengan membawa semennya saja. Hasil IB dapat meningkatkan  angka  kelahiran  dengan  cepat dan teratur serta dapat mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit kelamin pada ternak. Dibandingkan dengan cara kawin alam (INKA), lebih banyak keuntungan yang akan diperoleh peternak dengan menggunakan cara IB. Peternak juga akan menghemat biaya pemeliharaan sapi jantan.

Hasil   IB  dapat menghasilkan  produksi   sapi potong yang lebih  baik,  dari  sisi  kuantitas maupun kualitasnya. Target yang ditetapkan untuk Service per Conception (S/C) di bawah 1,6 dan Conception Rate (CR) lebih besar dari 62,5%. Pelaksanaan IB   pada ternak dapat meningkatkan populasi ternak sapi potong apabila angka kebuntingan yang tinggi dapat    dicapai    dan    angka   kematian    dapat ditekan, serta jarak beranak yang optimal. Perbaikan teknologi      reproduksi dan bibit sapi sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu genetik (genetic improvement) melalui  seleksi, pembentukan ternak  komposit, maupun up grading  yang dapat dilakukan dengan perkawinan alam maupun IB Perkawinan  melalui  IB  dapat  diatur waktu perkawinanny a dengan  mepercepat  umur dan waktu beranak pertama  pada umur 26-36 bulan.

Peluang  peternakan sapi potong di dalam  negeri untuk mencukupi kebutuhan daging sapi secara nasional, dapat dilakukan  dengan  cara  bekerjasama  usaha peternakan dengan pemerintah maupun dengan swasta. Subsistem hulu yang meliputi industri pembibitan sapi potong, industri pakan ternak, dan industri obat-obatan atau vaksin dapat melancarkan usaha.  Pembibitan sapi potong merupakan komponen fundamental dalam  perkembangan populasi sapi potong secara nasional . Agar   proses usaha pembibitan sapi berjalan  aman, dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk   membantu berbagai  fasilitas.   Fasilitas yang harus terpenuhi antara lain lokasi kandang karantina, kandang sapi bunting, juga kandang  sapi berahi,  dan persiapan  IB  yang harus  memenuhi  standar  usaha sapi pembibitan. Peningkatkan produksi sapi potong dapat dilakukan melalui IB, penanganan gangguan reproduksi, dan bantuan pakan. Dengan mengintroduksikan IB, penanganan gangguan reproduksi dan bantuan pakan pada sapi potong betina, dapat dijaga performa dan diatur dengan  baik  kelahirannya, sekaligus dapat mengantarkan peternak untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Demikian  tulisan  ini  Disampaikan  ,  semoga  bermamfaat  dalam  upaya meningkatkan    kapasitas produksi   ternak   sapi melalui  optimalisais  Penerapan  IB, Pemberian  pakan, dan  kapasitas SDM, merupakan salah  satu upaya dalam pemenuhan pangan asal hewan, meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat, dan pelaku usaha lainnya.

Pengendalian Penyakit Reproduksi Menular Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Sapi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Penyakit reproduksi menular akan mengganggu proses reproduksi yang dapat berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Gangguan reproduksi pada sapi potong dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent) dan yang bersifat menular (infectious agent). Penyakit reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra, endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para peternak dan secara nasional tentunya akan .rnemperlambat laju peningkatan populasi ternak di dalam negeri . Terdapat enam penyakit reproduksi menular   diantaranya dilaporkan telah tersebar kejadiannya di Indonesia, yaitu Brucellosis, IBR, BVD, Leptospirosis, Bluetongue dan Toxoplasmosis .

Berdasarkan  kejadian  penyakit,  ternyata  terdapat  empat  pola  utama  cara penularan penyakit reproduksi menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dari pejantan ke pejantan maupun dari hewan betina ke betina atau dari jantan ke betina dav sebalikya, yaitu:

Penularan melalui mulut/hidung (tertelan/terhisap

Infeksi penyakit dapat terjadi karena hewan menelan/menghisap bahan-bahan (pakan/debu/udara/air) di lingkungan yang tercemar . Penyakit yang dapat menempuh cara ini adalah penyakit Listeriosis, Toxoplasmosis (melalui kotoran hewan), Mikosis (pakan tercemar jamur aspergillus), Leptospirosis (terkena urin hewan terinfeksi), Brucellosis (bahan bahan ikutan pada saat terjadi aborsi), serta IBR dan BVD (terkena lendir mukosa hewan terinfeksi) .

Penularan karena kontak seksual secara timbal balik

Penyakit ini menular karena terjadi kontak seksual, tidak terjadi penularan karena menelan atau menghisap agen penyakit atau melalui gigitan serangga . Penyakit dapat menular baik dari pejantan terinfeksi ke hewan betina ataupun sebaliknya. Penyakit Vibriosis dan Trichomoniasis dapat menempuh cara penularan ini.

Penularan penyakit karena kontak seksual searah melalui semen

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penularan ini adalah Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue. Pusat pusat inseminasi buatan (1B) dapat menjadi sumber penyebar penyakit tadi bila pejantan unggulnya sebagai sumber semen tidak bebas dari penyakit tersebut.

Penularan melalui gigitan serangga

Hanya ada satu penyakit reproduksi menular yang cara penularannya dapat melalui cara ini, yaitu penyakit Bluetongue. Penyakit dibawa oleh serangga setelah menghisap darah hewan terserang Bluetongue pada saat terjadi viremia .

Pendekatan dalam pengendalian penyakit dapat dilakukan sebagai berikut

Pengendalian penyakit dalam kelompok

Didasarkan pada cara penularan penyakit yang dapat terjadi secara horizontal antar individu, maka pendekatan dalam kelompok diarahkan pada pengendalian penyakit secara individu di dalam kelompok itu sendiri . Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah penularan dari satu individu hewan sakit/pembawa penyakit ke hewan lainnya dalam kelompok hewan itu . Kondisi yang baik adalah semua individu pada kelompok tersebut telah bebas dari penyakit menular. Penyakit reproduksi menular yang dapat disembuhkan melalui pengobatan (menggunakan antibiotik, dsb.) dapat dipertahankan dengan prosedur tertentu, sementara penyakit yang tidak dapat disembuhkan clan dapat bertindak sebagai sumber penularan di uji dan bila positif kemudian dipotong (test and slaughter) . Brucellosis termasuk dalam prosedur diuji dan dipotong.

Pengendalian penyakit antar kelompok

Pengendalian penyakit antar kelompok dimaksudkan agar kelompok hewan yang bebas dari penyakit tidak terjangkit oleh penyakit menular dari hewan yang berasal dari kelompok lainnya yang terjangkit penyakit. Untuk itu perlu dilakukan prosedur ketat bagi hewan yang akan diintroduksi ke dalam kelompok. Seleksi hewan-hewan baru dan prosedur karantina hewan merupakan hal yang perlu dilakukan .Hewan baru yang akan masuk ke dalam kelompok adalah hewan yang bebas penyakit reproduksi menular untuk menjamin status kesehatan kelompok. Demikian halnya dengan penggunaan semen dalam program IB, hanya semen dari pejantan bebas penyakit reproduksi menular yang dapat digunakan pada sapi betina di kelompok hewan tersebut.

Rekomendasi strategi pengendalian penyakit

Sangat ideal bila setiap individu yang ada dalam kelompok merupakan hewan yang terbebas penyakit reproduksi menular. Pemeriksaan individu secara serologis dan atau isolasi agen penyakit sebagai upaya diagnosis penyakit dilakukan pada saat awal upaya agribisnis. Bila terdapat hewan terjangkit penyakit reproduksi menular, pembebasan hewan dari penyakit dapat dilakukan dengan cara pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Bila penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan (seperti Brucellosis, Trichomoniasis) maka hewan tersebut dipotong. Pada kondisi dimana kelompok hewan selalu dalam ancaman penyakit reproduksi menular, seperti pada daerah endemik, atau sulitnya pengaturan keluarmasuknya hewan ke dalam kelompok tersebut, maka tindakan vaksinasi adalah cara terbaik.

Tingkatkan biosekuritas

Biosekuritas diartikan mencegah masuknya atau keluarnya agen penyakit ke wilayah kelompok atau populasi tertentu. Prinsip pertama adalah lokasi kelompok hewan yang cukup jauh dari jalur transportasi/lalu-lalang hewan yang dapat membawa penyakit yang dapat menyerang hewan kelompok atau lokasi peternakan cukup terpisah jauh dari kelompok lainnya . Kedua adalah adanya pemisah yang dapat mencegah masuknya hewan pembawa penyakit (satu spesies, hewan lain yang mampu membawa penyakit) ke wilayah kelompok, seperti pagar pembatas dan sebagainya . Ketiga adalah pengelolaan hewan masuk/keluar dari kelompok, termasuk pengelolaan petugas kandang, kendaraan pembawa pakan, petugas dari dinas, penjaja obat-obatan/vaksin hewan, serta prosedur penanganan hewan sakit, pemotongan atau pemusnahan hewan sakit/mati.

Inseminasi buatan (IB) dapat mencegah penularan penyakit reproduksi menular yang cara penularannya melalui kontak seksual dan semen. Hanya semen yang berasal dari pejantan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue) yang digunakan untuk kelompok ternak tersebut.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat menambah wawasan bahwa keberadaan penyakit reproduksi menular akan menurunkan efisiensi reproduksi ternak. penerapan pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan secara seksama, baik oleh pemerintah serta peternak sapi potong, guna mendukung keberhasilan pengembangan usaha agribisnis sapi potong di Indonesia.

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Ternak Sebagai Upaya Optimalisasi Kesehatan Reproduksi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari dan telah lama diusahakan petani  di  Indonesia,  khususnya ternak  sapi  potong  merupakan  ternak penghasil  bahan makanan berupa daging yang memiliki kandungan protein tinggi serta mempunyai arti cukup penting  bagi  kehidupan  Masyarakat. Tujuan utama beternak  adalah  untuk  menghasilkan ternak yang dapat tumbuh dan berproduksi cepat secara ekonomi. Pertumbuhan dan reproduksi, keduanya dikendalikan oleh kerja hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus  berfungsi secara baik . Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan  kesuburan atau  kemajiran  pada ternak  adalah  ketidakseimbangan hormon reproduksi.

Kondisi  nyata  di  lapangan  /  di tingkat  peternak  masih  sering  terjadi  adanya  gangguan reproduksi  atau  gangguan  kesehatan  sapi betina,  tentunya     kondisi tersebut     akan menurunkan tingkat kesuburan dan bahkan dapat menyebabkan kemajiran. Kesuburan (fertilitas} adalah  kemampuan sapi betina untuk bunting, melahirkan anak hidup setiap 12 bulan. Sedangkan  kemajiran (ketidaksuburan) adalah keadaan dimana  seekor sapi betina hanya mampu melahirkan dengan jarak kelahiran lebih panjang dari 12 bulan. Istilah ini juga dipakai bagi sapi betina yang sulit menjadi bunting. Keadaan ekstrim dari kemajiran adalah sterilitas, dimana  sapi tidak mampu untuk bunting  sama sekali. Sapi yang steril biasanya dipotong  karena  merugikan  untuk  dipelihara,  kecuali  dimamfaatkan  untuk  tenaga  Tarik gerobak. Gangguan   reproduksi       adalah  berkurangnya kemampuan   individu         untuk menghasilkan  anak secara normal.

Kesalahan    pengelolaan    reproduksi   dapat    mendorong   terjadinya   penurunan kesuburan pada ternak , dan mengakibatkan kerugian. Dalam pengelolaan reproduksi ternak yang baik , dapat menghasilkan keuntungan yang besar, faktor produksi yang harus mendapat perhatian adalah pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak . Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormon reproduksi konsentrasinya cukup  di dalam darah dan sanitsi yang memadai

Daya reproduksi yang baik  tanpa  ada  kasus  kemajiran dapat  meningkatkan efisiensi reproduksi. Tinggi  rendahnya  efisiensi  reproduksi ditentukan  oleh indeks  fertilitas  yaitu angka  kebuntingan   (conception  rate),  jarak  antar  melahirkan  (calving  interval),  jarak waktu antara  saat  melahirkan  sampai  bunting  kembali (service  period),  jarak  waktu antara  saat  melahirkan  dengan  munculnya  birahi  yang pertama  (day  open),  angka perkawinan  per kebuntingan  (service per Conception),  angka kelahiran  (calving rate). Efisiensi  reproduksi  akan  meningkatkan  produktivitas  ternak  mereka,  berarti  memberi keuntungan   dan  pendapatan   yang   lebih   tinggi.    Sem ua   ini  tergantung    pada k em am puan  peternak    dalam  memahami  siklus  birahi,  gejala  birahi,  detek si birahi, ransum pakan,  cara pertolongan  kelahiran,  praktek beternak  yang baik , program vaksinasi, penanganan  pedet, pengelolaan  sapi dara, dan lain – lain.

Upaya  untuk  pencegahan  terhadap  kasus  gangguan  reproduksi,  perlu  adanya pemeriksaan   secara   rutin   setiap   bulan   pada   ternak  betina   oleh   petugas kesehatan  reproduksi    meliputi     pemeriksaan    melalui     eksplorasi     rektal, pengobatan  pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain – lain . Pertumbuhan   dan   reproduksi,   keduanya   dikendalikan   oleh   kerja   hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus berfungsi secara baik . Salah  satu  faktor  yang  dapat  menyebabkan  terjadinya penurunan  kesuburan atau   kemajiran  pada  ternak   adalah   ketidakseimbangan   hormon  reproduksi. Hormon reproduksi  adalah hormon  yang  mempunyai sasaran  akhir  pada  alat reproduk si   pada   alat   reproduksi .   Beberapa   teknologi   mutakhir   yang  telah diciptakan  meliputi  induk si  birahi,  penanganan   kasus  infertilitas,   inseminasi buatan,   super   ovulasi   dan  embrio  transfer ,digunakan untuk  meningkatkan efisiensi  reproduk si ternak dan mengatasi  gangguan  reproduk i.

Demik ian tulisan  ini disampaikan,  semoga ada  manfaatnya bagi praktisi peternakan dan para peternak dan dapat menambah perbendaharaan  keilmuan, sehingga  optimalisasi  efesiensi reproduk si ternak dapat meningkatkan populasi dan pada ahirnya pendapatan peternak  meningkat.

Dasar Fungsional Medik Veteriner

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara

C.I.T.C.

Cinagara Information Training Center

Dasar Fungsional Medik Veteriner


Pelatihan Dasar Fungsional Medik Veteriner diperuntukan bagi aparatur (medik veteriner) untuk meningkatkan kompetensi medik veteriner (dokter hewan) dalam tugas dan fungsinya dalam pelayanan di bidang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
Rp 3,65
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    21 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur
    - Dokter Hewan
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

    November

    No Events

Dasar Fungsional Paramedik Veteriner

Dasar Fungsional Paramedik Veteriner


Pelatihan dasar fungsional paramedik veteriner diperuntukan bagi aparatur (paramedik veteriner) untuk meningkatkan kompetensi paramedik veteriner dalam tugas dan fungsinya membantu dokter hewan dalam pelayanan di bidang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
Rp 3,5
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    14 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur
    - Paramedik veteriner
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

Teknis Kesehatan Hewan

Teknis Kesehatan Hewan


Pelatihan Teknis Keswan diperuntukan bagi petugas yang secara aktif bertugas sebagai tenaga kesehatan hewan maupun teknis peternakan (Paramedik Veteriner) untuk meningkatkan kompetensi petugas yang membidangi keseharan hewan guna membantu dokter hewan dalam pelaksanakanan kegiatan kesehatan hewan.
Rp 3,25
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    7 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Petugas yang secara aktif bertugas sebagai tenaga kesehatan hewan maupun teknis peternakan (Paramedik Veteriner);
    - Membawa Surat Keputusan (SK) atau Surat Rekomendasi sebagai Petugas Paramedik yang ditetapkan oleh Kepala Dinas/Pejabat Berwenang;
    - Membawa surat tugas dari Instansi asal peserta
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

Pelatihan Pengambil Contoh (PPC)

Pengambil Contoh (PPC)


Pelatihan Pengambil Contoh (PPC) adalah program pelatihan yang dirancang untuk melatih individu dalam teknik pengambilan sampel yang tepat dan representatif dari berbagai sumber, baik untuk keperluan diagnostik, penelitian, pengawasan, maupun pengendalian mutu. Pelatihan ini penting untuk memastikan bahwa sampel yang diambil memenuhi standar kualitas dan keamanan yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut
Rp 2,55
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    5 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur dan Non Aparatur
    - Berpendidikan Minimal D3 Bidang eternakan/Kesehatan Hewan
    - Telah berpengalaman bekerja di bidang kesehatan masyarakat veteriner
    - Secara penuh selama satu tahun
    - Direkomendasikan oleh atasan, dibuktikan dengan surat penugasan;
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan


Pelatihan Inseminasi buatan diperuntukan bagi aparatur dan nonaparataur ( dengan syarat pendidikan minimal SMK Keswan, D3 Keswan/ Sarjana Kedokteran Hewan) dalam rangka mempersiapkan inseminator yang mampu melaksanakan tugasnya dibidang inseminasi buatan dengan efektif, efisien dalam meningkatkan parameter reproduksi ( per kosesi, calving interval dalam kelahiran)
Rp 8,75
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    21 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur dan Non aparatur
    - Minimal SMK Keswan
    - D3 Keswan/Sarjana Kedokteran Hewan
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

Kandang Komunal Kambing/Domba

Kandang Komunal Kambing/Domba

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

 

Gambar 32. Kandang Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

Latar Belakang

Kandang adalah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada tempat atau ruang terbatas yang dirancang khusus untuk menahan atau menyimpan hewan. Kandang dapat berupa struktur sederhana, seperti kandang kayu untuk hewan peliharaan di rumah, atau struktur yang lebih kompleks seperti kandang di peternakan atau fasilitas pemeliharaan hewan.

Kandang biasanya dirancang untuk memberikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi hewan tersebut. Desain kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan yang dipelihara, tujuan pemeliharaan, dan faktor-faktor lain seperti iklim dan lingkungan.

Secara umum, kandang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk:

  1. Pemeliharaan Hewan Peliharaan

Kandang digunakan untuk menjaga hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, dan lainnya agar tetap aman dan terkendali.

  • Peternakan

Kandang di peternakan digunakan untuk menyimpan dan mengelola hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, ayam, dan lainnya. Kandang di peternakan dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus hewan-hewan tersebut.

  • Pertanian

Pada pertanian, kandang dapat digunakan untuk menyimpan hewan-hewan yang digunakan dalam pekerjaan pertanian atau sebagai bagian dari sistem pertanian tertentu.

  • Penelitian

Kandang juga dapat digunakan dalam konteks penelitian untuk menyelidiki perilaku atau karakteristik hewan tertentu.

Penting untuk memastikan bahwa kandang dirancang dengan memperhatikan kesejahteraan hewan, termasuk kebutuhan makanan, air, ruang gerak, dan kondisi lingkungan yang sesuai. Kandang yang baik dapat membantu menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan yang dipelihara di dalamnya.

Manfaat dan Fungsi Kandang

Kandang ternak memiliki berbagai manfaat dan fungsi yang penting untuk keberhasilan usaha peternakan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Keamanan dan Proteksi
  2. Kandang harus menyediakan lingkungan yang aman dan terkendali untuk ternak, melindungi ternak dari predator dan potensi bahaya lainnya.
  3. Mencegah ternak keluar dari area yang berbahaya atau potensial menyebabkan cedera.
  4. Manajemen Populasi
  5. Membantu dalam mengatur dan mengelola populasi ternak dengan baik.
  6. Memisahkan ternak berdasarkan jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, atau kondisi fisiologis untuk menghindari perkawinan silang yang tidak diinginkan atau penyebaran penyakit.
  7. Pengendalian Lingkungan
  8. Memungkinkan pengaturan mikroklimat untuk ternak, termasuk suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya.
  9. Memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem seperti hujan, angin, atau panas yang berlebihan.
  10. Pengaturan Pakan
  11. Memudahkan pemberian pakan yang terkendali dan terukur.
  12. Memungkinkan pemisahan ternak berdasarkan kebutuhan nutrisi atau kondisi kesehatan.
  13. Manajemen Kesehatan
  14. Memudahkan pemantauan kesehatan ternak dan penanganan medis jika diperlukan.
  15. Mencegah penyebaran penyakit melalui isolasi ternak yang sakit.
  16. Efisiensi Produksi
  17. Meningkatkan efisiensi produksi dengan pengendalian yang lebih baik terhadap berbagai aspek seperti reproduksi, pertumbuhan, dan pemberian pakan.
  18. Mengurangi risiko stres pada ternak, yang dapat mempengaruhi produksi dan kesehatan.
  19. Manajemen Limbah
  20. Memungkinkan pengumpulan lumpur dan pupuk ternak untuk digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.
  21. Membantu dalam pengelolaan limbah ternak, seperti kotoran dan urin, untuk mengurangi dampak lingkungan.
  22. Kotoran padat dan cair digunakan sebagai bahan baku pupuk, baik pupuk padat, pupuk cair, dan biogas.
  23. Peningkatan Kualitas Produk

Dengan memberikan lingkungan yang baik dan pakan yang terkontrol, kandang dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas produk seperti daging, susu, atau telur.

  • Pengendalian Akses

Mengontrol akses ternak ke area tertentu, mencegah overgrazing pada padang penggembalaan (ranch), kebun hijauan pakan ternak, atau kerusakan lahan lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa desain dan manfaat kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis ternak yang dipelihara dan tujuan peternakan. Faktor-faktor seperti ukuran kandang, material konstruksi, dan perawatan harian juga memainkan peran penting dalam keberhasilan sistem peternakan.

Jenis Atau Model Kandang

Ada beberapa jenis atau model kandang ternak kambing dan domba yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Berikut adalah beberapa model kandang yang umum digunakan:

  1. Kandang Tetap (Fixed Pens)
  2. Kandang Pagar Kayu atau Bambu. Kandang sederhana dengan dinding pagar kayu atau bambu yang tetap. Cocok untuk lingkungan pedesaan dengan sumber daya terbatas.
  3. Kandang Batako atau Bata. Kandang dengan dinding dari bata atau batako yang tetap. Memberikan keamanan dan perlindungan yang baik.
  4. Kandang Kombinasi. Kombinasi material seperti kayu, bambu, dan bahan lainnya untuk menciptakan kandang yang kokoh dan fungsional.
  • Kandang Bergerak (Mobile Pens)
  • Trailer Kambing. Kandang yang dapat dipindahkan dengan roda atau traktor. Ini memungkinkan penggembalaan rotasional dan pengelolaan lahan yang lebih baik.
  • Pens Portabel. Kandang portabel yang mudah dipindahkan dan biasanya terbuat dari bahan ringan seperti baja atau kayu.
  • Kandang Semi-Intensif
  • Kandang Pola Lantai Beton. Kandang dengan lantai beton yang memudahkan pemeliharaan dan kebersihan, biasanya digunakan di area yang padat penduduk.
  • Kandang dengan Atap. Kandang yang dilengkapi atap untuk memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem.
  • Kandang Intensif
  • Kandang Dalam (Stall Fed Systems). Kandang intensif dengan pemberian pakan terkontrol dan manajemen kesehatan yang ketat. Cocok untuk produksi yang intensif.
  • Kandang Susu. Kandang khusus untuk produksi susu dengan fasilitas seperti stanchion atau tempat pembibitan.
  • Kandang Semi-Konvensional
  • Kandang Sistem Pens Buka. Kandang dengan pintu terbuka yang memberikan akses ke padang rumput atau area penggembalaan.
  • Kandang Kombinasi. Penggunaan kombinasi dari beberapa model di atas untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan memaksimalkan kesejahteraan ternak.

Pemilihan jenis kandang akan tergantung pada beberapa faktor seperti iklim, topografi, skala usaha, tujuan pemeliharaan, dan sumber daya yang tersedia. Penting untuk memastikan bahwa kandang yang dipilih dapat memberikan kondisi yang nyaman dan sehat bagi kambing dan domba.

Kandang Komunal

Kandang komunal biasanya merujuk kepada fasilitas atau tempat di mana sekelompok hewan, seperti ternak atau hewan peliharaan, ditempatkan bersama-sama dalam satu area. Konsep ini sering digunakan dalam konteks pertanian atau peternakan di mana sejumlah hewan yang dimiliki oleh beberapa pemilik atau peternak ditempatkan dalam satu tempat yang sama untuk tujuan manajemen yang lebih efisien.

Kandang komunal dapat memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi penggunaan ruang, pemantauan yang lebih mudah, dan kemudahan pengelolaan sumber daya. Namun, perlu diperhatikan bahwa kandang komunal juga dapat menimbulkan risiko, seperti penyebaran penyakit dengan cepat jika tidak dikelola dengan baik.

Penerapan kandang komunal dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan, tujuan peternakan, dan praktik manajemen yang diterapkan oleh pemilik atau pengelola. Selain itu, aspek kesejahteraan hewan dan kepatuhan terhadap standar peternakan yang berlaku juga perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang komunal.

Kelebihan Kandang Komunal

Kandang komunal memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam konteks peternakan dan pemeliharaan hewan. Berikut adalah beberapa kelebihan kandang komunal:

  1. Ekonomis
  2. Biaya Rendah. Kandang komunal dapat mengurangi biaya infrastruktur karena dapat digunakan bersama oleh sejumlah peternak.
  3. Pemakaian Sumber Daya Bersama. Sumber daya seperti air, listrik, dan lahan dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, mengurangi biaya operasional.
  4. Pemanfaatan Lahan yang Efisien dan Optimal

Kandang komunal dapat dirancang untuk memanfaatkan lahan secara efisien dan optimal.

  • Pemeliharaan Bersama

Dalam kandang komunal, peternak dapat berbagi tanggung jawab terkait pemeliharaan hewan, pemantauan kesehatan, dan manajemen kebersihan.

  • Keberlanjutan Lingkungan

Kandang komunal dapat menyederhanakan pengelolaan limbah karena dapat dilakukan secara kolektif, dengan metode yang lebih berkelanjutan.

  • Kemungkinan Diversifikasi

Kandang komunal dapat mendukung diversifikasi usaha dengan memberikan peluang bagi peternak untuk berkolaborasi dalam produksi yang berbeda.

  • Sosial dan Pertukaran Pengetahuan

Kandang komunal menciptakan kesempatan bagi peternak untuk berinteraksi, berbagi pengalaman, dan saling memberikan dukungan.

  • Manajemen Risiko

Dalam situasi krisis atau kesulitan ekonomi, kandang komunal dapat memberikan dukungan bersama, membantu mengurangi dampak negatif pada setiap peternak.

  • Skalabilitas

Kandang komunal dapat dirancang untuk mengakomodasi pertumbuhan jumlah hewan atau peternak dengan lebih fleksibel.

Meskipun kandang komunal memiliki sejumlah kelebihan, penting untuk diingat bahwa keberhasilan implementasinya tergantung pada manajemen yang baik, koordinasi antarpeternak, dan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan hewan serta faktor lingkungan. Selain itu, aspek hukum dan perizinan juga perlu diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan dan kepatuhan.

Kekurangan Kandang Komunal

Kandang komunal, atau sering disebut juga dengan “kandang bersama” atau “kandang kolektif,” adalah fasilitas tempat hewan ternak, seperti kambing atau domba, dipelihara secara bersama-sama oleh beberapa peternak. Meskipun konsep ini memiliki beberapa kelebihan, ada juga kekurangan yang perlu diperhatikan:

  1. Potensi Penyebaran Penyakit

Kandang komunal dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit antar hewan karena mereka berada dalam kontak yang lebih dekat satu sama lain. Jika satu hewan terinfeksi, ada kemungkinan besar penyebaran penyakit ke hewan lain.

  • Kesulitan Pengawasan Individu

Monitoring kesehatan dan kondisi masing-masing hewan dapat menjadi lebih sulit dalam kandang komunal. Identifikasi masalah kesehatan atau reproduksi pada satu hewan dapat memerlukan usaha lebih lanjut.

  • Ketidaksetaraan Pemeliharaan

Tidak semua hewan memiliki kebutuhan yang sama, dan kandang komunal mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan spesifik setiap hewan. Beberapa hewan mungkin memerlukan perhatian atau nutrisi tambahan yang sulit dipantau dalam konteks kandang bersama.

  • Ketergantungan pada Sumber Makanan yang Terbatas

Terkadang, kandang komunal mengandalkan satu sumber pakan atau pasokan air, dan jika terjadi kekurangan atau masalah dengan sumber daya ini, semua hewan dalam kandang dapat terpengaruh.

  • Tingkat Stres yang Mungkin Lebih Tinggi

Hewan-hewan dalam kandang komunal mungkin mengalami tingkat stres yang lebih tinggi karena lebih banyak interaksi sosial dan kurangnya ruang pribadi. Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan produksi hewan.

  • Manajemen Limbah

Pengelolaan limbah dari kandang komunal dapat menjadi tantangan. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah dapat mencemari lingkungan sekitar dan mengakibatkan masalah kesehatan.

  • Pencemaran Lingkungan

Kandang komunal dapat berkontribusi pada pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah hewan, seperti kotoran dan urin, dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada ekosistem lokal.

  • Kesulitan dalam Penerapan Praktik Pertanian Berkelanjutan

Kandang komunal mungkin menghadapi kesulitan dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan karena tantangan dalam manajemen sumber daya dan lingkungan yang melibatkan banyak peternak.

Dalam merencanakan atau mengelola kandang komunal, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk meminimalkan risiko dan memastikan kesejahteraan hewan, produktivitas, dan keberlanjutan lingkungan.

Gambar 33. Kandang Komunal Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)

Skip to content