Pengendalian Penyakit Reproduksi Menular Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Sapi
Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP
Penyakit reproduksi menular akan mengganggu proses reproduksi yang dapat berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Gangguan reproduksi pada sapi potong dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent) dan yang bersifat menular (infectious agent). Penyakit reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra, endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para peternak dan secara nasional tentunya akan .rnemperlambat laju peningkatan populasi ternak di dalam negeri . Terdapat enam penyakit reproduksi menular  diantaranya dilaporkan telah tersebar kejadiannya di Indonesia, yaitu Brucellosis, IBR, BVD, Leptospirosis, Bluetongue dan Toxoplasmosis .
Berdasarkan  kejadian  penyakit,  ternyata  terdapat  empat  pola  utama  cara penularan penyakit reproduksi menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dari pejantan ke pejantan maupun dari hewan betina ke betina atau dari jantan ke betina dav sebalikya, yaitu:
Penularan melalui mulut/hidung (tertelan/terhisap
Infeksi penyakit dapat terjadi karena hewan menelan/menghisap bahan-bahan (pakan/debu/udara/air) di lingkungan yang tercemar . Penyakit yang dapat menempuh cara ini adalah penyakit Listeriosis, Toxoplasmosis (melalui kotoran hewan), Mikosis (pakan tercemar jamur aspergillus), Leptospirosis (terkena urin hewan terinfeksi), Brucellosis (bahan bahan ikutan pada saat terjadi aborsi), serta IBR dan BVD (terkena lendir mukosa hewan terinfeksi) .
Penularan karena kontak seksual secara timbal balik
Penyakit ini menular karena terjadi kontak seksual, tidak terjadi penularan karena menelan atau menghisap agen penyakit atau melalui gigitan serangga . Penyakit dapat menular baik dari pejantan terinfeksi ke hewan betina ataupun sebaliknya. Penyakit Vibriosis dan Trichomoniasis dapat menempuh cara penularan ini.
Penularan penyakit karena kontak seksual searah melalui semen
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penularan ini adalah Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue. Pusat pusat inseminasi buatan (1B) dapat menjadi sumber penyebar penyakit tadi bila pejantan unggulnya sebagai sumber semen tidak bebas dari penyakit tersebut.
Penularan melalui gigitan serangga
Hanya ada satu penyakit reproduksi menular yang cara penularannya dapat melalui cara ini, yaitu penyakit Bluetongue. Penyakit dibawa oleh serangga setelah menghisap darah hewan terserang Bluetongue pada saat terjadi viremia .
Pendekatan dalam pengendalian penyakit dapat dilakukan sebagai berikut
Pengendalian penyakit dalam kelompok
Didasarkan pada cara penularan penyakit yang dapat terjadi secara horizontal antar individu, maka pendekatan dalam kelompok diarahkan pada pengendalian penyakit secara individu di dalam kelompok itu sendiri . Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah penularan dari satu individu hewan sakit/pembawa penyakit ke hewan lainnya dalam kelompok hewan itu . Kondisi yang baik adalah semua individu pada kelompok tersebut telah bebas dari penyakit menular. Penyakit reproduksi menular yang dapat disembuhkan melalui pengobatan (menggunakan antibiotik, dsb.) dapat dipertahankan dengan prosedur tertentu, sementara penyakit yang tidak dapat disembuhkan clan dapat bertindak sebagai sumber penularan di uji dan bila positif kemudian dipotong (test and slaughter) . Brucellosis termasuk dalam prosedur diuji dan dipotong.
Pengendalian penyakit antar kelompok
Pengendalian penyakit antar kelompok dimaksudkan agar kelompok hewan yang bebas dari penyakit tidak terjangkit oleh penyakit menular dari hewan yang berasal dari kelompok lainnya yang terjangkit penyakit. Untuk itu perlu dilakukan prosedur ketat bagi hewan yang akan diintroduksi ke dalam kelompok. Seleksi hewan-hewan baru dan prosedur karantina hewan merupakan hal yang perlu dilakukan .Hewan baru yang akan masuk ke dalam kelompok adalah hewan yang bebas penyakit reproduksi menular untuk menjamin status kesehatan kelompok. Demikian halnya dengan penggunaan semen dalam program IB, hanya semen dari pejantan bebas penyakit reproduksi menular yang dapat digunakan pada sapi betina di kelompok hewan tersebut.
Rekomendasi strategi pengendalian penyakit
Sangat ideal bila setiap individu yang ada dalam kelompok merupakan hewan yang terbebas penyakit reproduksi menular. Pemeriksaan individu secara serologis dan atau isolasi agen penyakit sebagai upaya diagnosis penyakit dilakukan pada saat awal upaya agribisnis. Bila terdapat hewan terjangkit penyakit reproduksi menular, pembebasan hewan dari penyakit dapat dilakukan dengan cara pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Bila penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan (seperti Brucellosis, Trichomoniasis) maka hewan tersebut dipotong. Pada kondisi dimana kelompok hewan selalu dalam ancaman penyakit reproduksi menular, seperti pada daerah endemik, atau sulitnya pengaturan keluarmasuknya hewan ke dalam kelompok tersebut, maka tindakan vaksinasi adalah cara terbaik.
Tingkatkan biosekuritas
Biosekuritas diartikan mencegah masuknya atau keluarnya agen penyakit ke wilayah kelompok atau populasi tertentu. Prinsip pertama adalah lokasi kelompok hewan yang cukup jauh dari jalur transportasi/lalu-lalang hewan yang dapat membawa penyakit yang dapat menyerang hewan kelompok atau lokasi peternakan cukup terpisah jauh dari kelompok lainnya . Kedua adalah adanya pemisah yang dapat mencegah masuknya hewan pembawa penyakit (satu spesies, hewan lain yang mampu membawa penyakit) ke wilayah kelompok, seperti pagar pembatas dan sebagainya . Ketiga adalah pengelolaan hewan masuk/keluar dari kelompok, termasuk pengelolaan petugas kandang, kendaraan pembawa pakan, petugas dari dinas, penjaja obat-obatan/vaksin hewan, serta prosedur penanganan hewan sakit, pemotongan atau pemusnahan hewan sakit/mati.
Inseminasi buatan (IB) dapat mencegah penularan penyakit reproduksi menular yang cara penularannya melalui kontak seksual dan semen. Hanya semen yang berasal dari pejantan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue) yang digunakan untuk kelompok ternak tersebut.
Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat menambah wawasan bahwa keberadaan penyakit reproduksi menular akan menurunkan efisiensi reproduksi ternak. penerapan pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan secara seksama, baik oleh pemerintah serta peternak sapi potong, guna mendukung keberhasilan pengembangan usaha agribisnis sapi potong di Indonesia.