Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Euis Nia Setiawati

Peran Teknologi Reproduksi Dalam Peningkatan Mutu Genetik Sapi Lokal

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Perkembangan teknologi reproduksi di bidang peternakan digunakan untuk memperbaiki mutu  genetik. Teknologi  reproduksi   yang berkembang   saat ini   adalah inseminasi  buatan,  sexing  spermatozoa, transfer embrio, fertilisasi in vitro, clonning, dll. Akan  tetapi  tidak semua  hasil  teknologi reproduksi tersebut dapat diaplikasikan di masyarakat, karena masih belum efisien.

Inseminasi buatan (IB) adalah suatu teknologi di bidang reproduksi yang memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin.  Teknik  ini  sudah  lama berkembang di  Indonesia   dan  teknik  ini  telah  dapat digunakan untuk meningkatkan berat badan anak, oleh sebab itu perlu dipikirkan pejantan mana  yang  akan  digunakan untuk meningkatkan berat badan anak tersebut.

Transfer embrio

Transfer  embrio  adalah  suatu  teknologi   reproduksi   yang  dapat  memanfaatkan pejantan  dan  betina  unggul  semaksimal  mungkin.  Di  negara maju  teknik  ini  suda h diaplikasikan di peternakan berskala besar, sedangkan di Indonesia dengan sistem peternakan yang berskala kecil  relative masih belum optimal untuk diaplikasikan.

Sexing spermatozoa

Sexing   spermatozoa   atau  pengaturan  jenis  kelamin  anak  sesuai   dengan  yang

diharapkan,   dikembangkan   untuk   mendukung    IB   dan   Transfer   Embrio.   Sexing

spermatozoa  ini dikembangkan dengan berbagai metode, yang paling mutakhir adalah dengan flow cytometry. Berhubung peralatannya cukup    mahal,    maka telah dikembangkan berbagai metode (misal sentrifugasi gradien densitas percoll, sephade x dan  gradien putih  telur) yang  secara  laboratorium telah  berhasil  dibekukan  dengan kualitas yang layak untuk IB, pada skala penelitian lapang menunjukkan bahwa spermatozoa hasil sexing memungkinkan untuk diaplikasikan di lapang.

Clonning

Clonning embryo atau sel  somatic sudah banyak dilakukan di  negara maju, dan telah banyak dilakukan penelitian di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, akan tetapi tingkat keberhasilannya  masih  rendah, sehingga di dalam aplikasinya masih belum bisa. sebab itu strategi dalam pemilihan bibit adalah yang terpenting.

Menggunakan bangsa sapi yang sejenis

Perbaikan mutu sapi lokal dapat dilakukan dengan inseminasi buatan dengan pejanta n sapi lokal yang merupakan hasil seleksi yang telah terstandarisasi. Hal ini penting sekali bagi pejantan agar dapat terjamin mutu genetik dari keturunannya.

Keuntungan dari menggunakan ternak lokal unggul    adalah    ternak    tersebut    sudah mempunyai   daya   adaptasi   yang   baik   terhadap   lingkungannya,   sehingga   kita berpeluang untuk meningkatkan    produktivitasnya    dengan   cara memperbaiki manajemen pemeliharaannya  terutama dalam hal  pakan dan pengendalian terhadap penyakit.

Persilangan

Respon  terhadap  persilangan (heterosis)  akan  luar  biasa  bila  disilangkan  dengan bangsa lainnya dengan syarat juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Respons akan terlihat nyata pada persentase kelahiran, penurunan angka kematian, memperpendek umur pubertas, memperpendek jarak    kelahiran, meningkatkan produksi  susu dan umumnya pertumbuhannya  lebih baik. Banyak hasil penelitian menginformasikan bahwa  persilangan antara  bangsa  sapi  lokal dengan Bos taurus  atau  Bos  indicus  menunjukkan  respons  yang  baik.  Oleh sebab  itu  pemilihan pejantan  perlu dipertimbangkan dengan baik, dan untuk  mengetahui  informasi  yang benar  maka perlu dilakukan Pencatatan  yang teliti  sehingga diketahui  dengan benar bahwa   hal   itu   merupakan   respons   dari persilangan tersebut.

Keberhasilan dari pemanfaatan teknologi sangatlah tergantung dari kualitas sumber daya manusianya, sehingga tingkat pendidikan dan budaya setempat berpengaruh terhadap keberhasilan    dari    pemanfaatan   teknologi tersebut, hal ini juga terjadi pada penggunaan teknologi reproduksi. Sumberdaya  manusia  dalam hal  ini  bisa dibedakan menjadi: a. Pengelola (Dinas, Balai Inseminasi Buatan), b. Inseminator, c. Peternak

  1.  Sumber daya   manusia   dalam   hal pengelolaan manajemen IB berperan dalam keberhasilan IB, misalnya dalam mengelola semen  beku.   Semen   beku   harus  selalu dalam keadaan terendam nitrogen cair, apabila sekali saja kekurangan nitrogen maka kualitas semen beku akan menurun, Selain itu juga kesalahan dalam pengambilan semen beku.
  1. Sumber daya manusia dalam hal pembuatan semen beku juga berperan didalam memproduksi semen beku dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu memproduksi semen beku dengan kualitas baik.
  2. Sumber daya    manusia    yang    mampu melakukan seleksi pejantan untuk mendapatkan elite bull sehingga mutu genetiknya dapat dipertanggung jawabkan.
  3. SDM     dari     Inseminator     yang     ada     di  Indonesia  tidak  seragam jenjang pendidikannya.   Syarat  dari  inseminator   saat  ini  adalah  pernah  mengikuti   kursus

Inseminator.  Ketidak seragaman pendidikan  ini nantinya  akan berpengaruh terhadap keberhasilan IB. Inseminator sangat berperan terhadap keberhasilan IB, yaitu saat thawing, teknik IB dan juga ketepatan waktunya. Oleh sebab itu para Inseminator perlu dibekali pengetahuan tentang 1) manajemen semen beku agar kualitasnya tetap baik, 2) teknik  IB  yang  benar,  3) waktu IB yang tepat, juga pengetahuan tentang fertilitas dan manajemen pemeliharaan sapi betina agar IB yang dilakukannya sekali saja bisa berhasil.

  1.  Peternak. Pemeliharaan sapi oleh peternak sangat dipengaruhi oleh budaya dalam pemeliharaannya. Apabila secara budaya sistem  pemeliharaannya  tidak  intensif, maka sulit  untuk  penggunaan  IB, karena  IB  membutuhkan  ketepatan  waktu.  Pengetahuan tentang pengawasan tanda-tanda birahi perlu diberikan, juga kesadaran untuk melakukan manajemen perkawinan sehingga jarak beranaknya pendek. Faktor yang tidak langsung juga berdampak terhadap  kegagalan kebuntingan  yaitu pemberian pakan yang  jel ek, penyakit dll

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga para peternak kiranya  termotivasi  untuk mengguankan teknologi  reproduksi pada sapi lokal( sapi Bali, sapi Pasunda, Sapi Aceh, Sapi Madura, Sapi Jabres, sapi Katingan dll)  yang dipeliharanya  .  Sapi lokal mempunyai fertilitas yang  tinggi, akan tetapi  belum  mempunyai  efisiensi  reproduksi  yang  tinggi disebabkan  manajemen reproduksi  yang  kurang  baik,  oleh  sebab  itu  perlu  adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen reproduksi pada peternak.

Peran Kinerja Reproduksi Dalam Budidaya Kelinci yang Menguntungkan

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

Kelinci termasuk salah satu hewan ternak yang disebut  cukup menguntungkan sebab ada banyak kelebihan yang dimiliki kelinci. Hal tersebut karena permintaan kelinci terbilang cukup banyak, tidak hanya untuk potong, tetapi sebagai kelinci hias pun banyak. Agar permintaan kelinci potong  terpenuhi,  perlu adanya usaha  budi  daya .  Budidaya  kelinci juga  termasuk mudah untuk dilakukan ,ha ini karena beternak kelinci tidak membutuhkan modal dan lahan yang terlalu luas. Kelinci potong juga banyak diminati karena permintaan daging kelinci untuk menu makanan di restoran terbilang cukup tinggi. Selain karena rasanya yang nikmat, daging kelinci potong  juga  banyak dicari karena diyakini memiliki khasiat yang cukup  melimpah. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan lain seperti penghasil bulu, pupuk, kulit atau hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci juga memiliki keunggulan antara lain reproduksi yang  tinggi, mampu memanfaatkan hijauan dan limbah dengan efisien  dan daging yang mengandung  protein tinggi rendah kolesterol. Kelinci dapat hidup dan berkembang secara baik didaerah yang bersuhu  10 derajat Celcius  dan bisa juga hidup didaerah yang panas dengan suhu 37 derajat Celcius. Manajemen pemeliharaan yang baik dan benar pada ternak kelinci dapat menunjang  produktifitas  kelinci. Dalam memelihara ternak kelinci harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan. Hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha

ternak kelinci karena dengan adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan, manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran.

Aspek reproduksi  memegang peranan penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Bagian yang penting dalam reproduksi  kelinci adalah keahlian peternak dalam memprediksi birahi dan waktu yang tepat mengawinkan kelinci.  Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu perlu dihasilkan sejumlah besar individu yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Sistem perkawinan pada ternak kelinci  dapat dilakukan secara alami  maupun dengan inseminasi  buatan. Perkawinan alami adalah dengan menggunakan pejantan asli sedangkan inseminasi buatan adalah teknik metode perkawinan dengan menggunakan alat bantu. Dalam mengawinkan sistem perkawinan alami kelinci betina dimasukkan pada kandang kelinci jantan dan biarkan beberapa hari sampai terjadi kebuntingan  yang ditandai  bahwa kelinci  betina  tidak  mau menerima  lagi  pejantan. Sedangkan kegagalan  perkawinan dapat ditunjukkan denga nada tanda – tanda seperti kebuntingan, dengan membuat sarang dan memproduksi susu tetapi kenyataannya tidak melahirkan anak (kebuntingan semu).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kegagalan perkawinan yaitu betina belum siap dikawinkan, betina mengeluarkan  urine setelah  dikawinkan, suhu udara terlalu  panas, pejantan terlalu  sering dikawinkan, betina mandul, gizi makanan kelinci tidak memenuhi syarat, kelinci terlalu gemuk (sel telur terbungkus lemak), penyakit kelamin  dan keracunan, kegagalan  bunting juga bisa disebabkan oleh kondisi pejantan lemah.  Kelinci mempunyai potensi biologis  yang tinggi  karena dapat dikawinkan kapan saja asal sudah dewasa kelamin. Kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8 sampai 10 ekor anak. Namun apabila kelinci betina dikawinkan terlalu dini akan mengakibatkan meningkatnya resiko kem atian anak dan terganggunya kesehatan induk kelinci

Produktifitas kelinci dipengaruhi 2 faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Faktor internal seperti genetik menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor eksternal atau lingkungan merupakan pendukung supaya ternak mampu  berproduksi sesuai dengan  kema mpuannya. Faktor lingkungan meliputi  pakan,  perkandangan,  pemeliharaan  penyakit  dan  iklim.  Faktor  gentik  dan  lingkungan memiliki  hubungan sinergis,  jika  ternak  memiliki  potensi  genetik  unggul  tanpa didukung  faktor eksternal  yang baik, produksinya tidak akan maksimal, begitu  pula sebaliknya.  Dalam  peternakan kelinci pakan yang diberikan harus seimbang, tidak asal cukup atau banyak. Pakan yang diberikan tidak hanya hijauan tetapi juga ditambahkan konsentrat, hay (rumput kering),  biji  – bijian  dan umbi – umbian. Pemberian pakan yang bermutu rendah dalam waktu lama dapat menyebabkanpertumbuhan terhambat, sedangkan pada induk bunting dapat menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati. Reproduksi Kelinci Umur pertama kawin kelinci adalah suatu keadaan dimana organ  – organ reproduksi  mulai  berfungsi.  Pada  masa  ini  ternak  kelinci  siap  dikawinkan. Kelinci  pertama  kali dikawinkan saat berumur minimal 6,5 bulan. Pada perkawinan ini induk yang estrus dimasukkan ke dalam kandang kelinci  jantan dan dibiarkan untuk dikawini pejantan. Ciri – ciri perkawinan terjadi adalah jika pejantan menjatuhkan tubuhnya dengan posisi penis masih melakukan penetrasi ke vagina (kopulasi). Setelah terjadi dua kali perkawinan, induk dikembalikan  ke kandangnya .Setelah kelinci dikawinkan, perlu diperiksa kondisi kelinci tersebut apakah perkawinan tersebut menghasilkan kebuntingan  atau  mengalami  kegagalan.  Pemeriksaan  dilakukan  dengan  cara  menguji  kembali, meneliti perkembangan perut kelinci betina dan memperhatik an nafsu makannya. Pengujian kembali

dilakukan satu minggu setelah perkawinan, dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam kandang pejantan, jika betina menolak atau tidak mau dikawini pejantan artinya kemungkinan  besar kelinci betina bunting . Selain  itu, pemeriksaan kebuntingan pada kelinci  dapat dilakukan dengan teknik palpasi yang dikenal dengan istilah palpasi percutan ventro caudal adalah dengan cara melakukan perabaan embrio bagian perut induk kelinci.  Palpasi dilakukan efektif antara 10 – 14 hari dan tidak efektif jika dilakukan sebelum 9 hari setelah tanggal dikawinkan. Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28 – 35 hari. Dengan rata – rata kebuntingan selama 31 hari.

Perkawinan yang baik akan menghasilkan persentase kebuntingan yang tinggi karena kelinci termasuk ternak yang berovulasi jika ada ransangan pada kelinci birahi. siklus birahi pada ternak kelinci berkisar antara 10 sampai dengan 14 hari.  Kelinci betina birahi akan menunjukkan perilaku gelisah  dengan menggosokkan  dagunya atau  menggosokkan  tubuhnya pada  tempat  minum,  tempat  pakan  dan benda-benda lain,  selain  itu juga menunjukkan perilaku  mendekatkan tubuhnya dengan kelinci di kandang terdekat. Kelinci betina birahi menunjukkan vulva dengan warna merah muda hingga merah gelap.  waktu  mengawinkan  kelinci  yang paling  baik  adalah  pada  saat  pagi  hari  atau  sore  hari. Keuntungan menggunakan sistem perkawinan alami karena bisa menentukan kualitas indukan yang digunakan. Jarak  kawin  kelinci  atau  jarak  waktu yang dibutuhkan oleh  kelinci  u ntuk melakukan perkawinan lagi setelah beranak yaitu minimal 10 hari dan maksimal hingga 25 hari. .

Faktor yang mempengaruhi litter size adalah umur, lingkungan dan pakan yang diberikan. Biasanya kelinci pada kelahiran pertama induk tidak mau menyusui anak dan sifat keibuan (mothering ability) yang buruk, hal ini menyebabkan anak kelinci menjadi mati. Lingkungan kandang juga berpengaruh terhadap jumlah litter size karena banyak hewan pengganggu seperti tikus hal ini menyebabkan induk kelinci menjadi stres karenamerasa terganggu. Temperatur sangat berpengaruh terhadap kebuntingan dan litter size, dimana kebuntingan terkecil dan litter size yang paling sedikit jika perkawinan dilakukan pada saat temperatur lingkungan tinggi. Pakan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan nutrisi untuk induk kelinci. Umumnya litter size pada kelinci adalah 4 – 10 ekor.

Deimikan tulisan ini disampaikan, semoga memotivasi para pembaca dalam beternak kelinci dengan memperhatikan aspek reproduksi agar beternak kelinci menghasilkan keuntungan optimal.

Perbandingan Penampilan Reproduksi Kambing Saanen Dengan Peranakan Etawa dan Produktivitasnya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Kambing perah merupakan ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk menjadi penghasil susu segar untuk memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Potensi tersebut  salah satunya disebabkan karena nilai gizi dan daya serap susu kambing dapat bersaing dengan sus u sapi. Ditambah lagi dengan potensi susu kambing yang dapat menjadi pengganti susu sapi bagi orang yang alergi. Fenomena ini membuat pemeliharaan kambing perah menjadi banyak diminati. Susu  dari kambing PE mempunyai potensi  sebagai obat dari beberapa penyakit seperti asma, TBC, obat kuat dan pemulihan kesehatan. Jenis kambing yang sudah tersebar luas di Indonesia diantaranya adalah kambing Saanen dan kambing PE.

Kambing  Saanen merupakan  kambing perah  yang  berasal  dari  lembah Saanen  di  Swiss (Eropa)  dan  saat ini  sudah  menyebar  di  berbagai  negara  termasuk  Indonesia.  kambing Peranakan Etawa atau sering kita sebut  kambing PE, adalah kambing hasil  silang antara kambing lokal Indonesia dengan kambing Etawah. Kambing Saanen dan PE, secara genetik mempunyai potensi sebagai penghasil susu.

Pemeliharaan kambing perah untuk  dijadikan sebuah usaha membutuhkan  jenis kambing perah yang memiliki performa yang dapat dioptimalkan dengan baik. Kambing Saanen dan kambing PE merupakan dua jenis kambing perah yang telah tersebar di Indonesia. Perbandingan antara kambing Saanen dan kambing PE perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa diantara kedua kambing tersebut.

Penampilan ternak kambing perah salah satunya adalah tampilan reproduksi , merupakan bagian penting dari produktivitas ternak kambing perah. Penampilan reproduksi  atau sifat reproduksi  adalah semua aspek yang menyangkut reproduksi  ternak. Pengetahuan tentang penampilan reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Salah satu penampilan kambing perah yang perlu diamati adalah tampilan reproduksi  atau sifat reproduksi meliputi semua  aspek  yang  menyangkut  reproduksi   ternak.  Pengetahuan  tentang  penampilan

reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Performa reproduksi dapat tercermin dari service per conception (S/C), days open (masa kosong) , kidding interval ( Jarak kelahairan),dan  umur kawin pertama.

Rataan Penampilan Reproduksi (S/C, Days open, Kidding interval dan UKP) Kambing Saanen dan PE

Service per conception (S/C)

Rataan service per conception kambing  Saanen lebih pendek  dari kambing PE. Rataan service per conception kambing Saanen lebih pendek dikarenakan pejantan dan induk pada kambing Saanen mempunyai tingkat kesuburan lebih baik daripada kambing PE, dimana salah satu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya service per conception adalah faktor kesuburan pejantan dan induk.

Days open (masa kosong)

Rataan days open kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE yang diperkirakan

karena service per conception kambing Saanen yang lebih rendah dari kambing PE.. Semakin lama days open pada kambing maka akan berpengaruh terhadap masa laktasi dan produksi susunya. days open (masa kosong) secara langsung memengaruhi selang beranak pada masa laktasi  yang sedang berjalan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap produksi susu selama hidupnya. days open dipengaruhi oleh service per conception. Hal ini terlihat dari serviceper conception dari kambing Saanen lebih kecil dari kambing PE.

Kidding interval (selang beranak)

Rataan Kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Semakin lama jumlah  hari  selang  beranak  akan  menurunkan  rata-rata produksi cempe yang dihasilkan per tahun. Semakin lama selang beranak juga akan menurunkan masa produktif kambing tersebut. Rataan kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, disebabkan karena days open dan service per conception pada kambing Saanen nilainya lebih rendah dari kambing PE . Panjang pendek selang beranak tergantung keberhasilan setelah partus, artinya berhubungan dengan masa kosong dan angka kawin per kebuntingan. Semakin singkat masa kosong atau semakin cepat ternak bunting kembali setelah beranak maka akan semakin pendek sela ng beranak.

Umur kawin pertama

Rataan umur kawin pertama kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, karena pencapaian dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Umur kawin pertama dipengaruhi oleh pencapaian dewasa kelamin, juga dipengaruhi oleh pencapaian dewasa tubuh.  Pertambahan bobot badan kambing Saanen umumnya lebih cepat dalam mencapai kriteria bobot badan yang ideal untuk  dikawinkan  daripada kambing PE.  Kambing idealnya dikawinkan  saat tercapai dewasa tubuh yakni pada umur 10-12 bulan dengan rataan bobot 30-40 kg.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dat memperkaya hasanah perbendaharaan pengetahuan  para pembaca dalam menetukan pilihan ter abik dalam beragribisnis kambing. Dalam hal ini Penampilan reproduksi kambing Saanen lebih baik dari kambing PE dilihat dari Service per Conception, Days Open, kidding interval dan umur kawin pertama, yang tentunya  berdampak terhadap produktivitas kambing tersebut.

Kiat Mendongkrak Populasi Sapi Potong

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Industri peternakan sapi potong merupakan industry biologi   dan   usaha   pembibitan merupakan pabrik  yang  memproduksi bibit/pedet. Upaya meningkatkan  populasi sapi potong dapat dilakukan dengan   cara  memelihara   sapi   betina  produktif  dengan   menerapkan  perbaikan   pakan,  bibit, perkawinan IB atau alam, serta manajemen  pemeliharaan  yang  baik.  Performan sapi potong dapat diperbaiki  melalui  teknologi  reproduksi  dan perbaikan  bibit.  Untuk meningkatkan mutu  genetik (genetic improvement) melalui seleksi pembentukan  ternak  unggul  dapat  juga dilakukan melalui grading up sistem perkawinan silang yang keturunanya selalu disilangbalikan (back  crossing)  dengan bangsa    pejantan. Tujuan  mengubah  bangsa  induk  menjadi bangsa pejantan melalui inseminasi buatan atau kawin alam. Faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan IB seleksi pada sapi pejantan yang tepat, kualitas dan jenis sapi betina yang akan di IB, penampungan semen, penilaian  kualitas semen,  proses pengenceran,  proses  penyimpanan semen,     proses pengangkutan semen,  p roses inseminasi, pencatatan sapi induk yang sudah di IB, serta bimbingan  penyuluhan pada peternak sapi potong.  Jika salah  satu langkah atau proses di atas ada yang tidak sesuai atau tidak prosedural maka program  inseminasi  buatan bisa terancam  gagal.  Program  IB merupakansalah   satu   pilihan  yang tepat   yang  dapat diandalkan  dalam  memperbanyak    populasi ternak.

Sumber pertumbuhan produktivitas yang utama adalah perubahan teknologi yang lebih  maju dan bersifat tepat guna. Upaya meningkatkan   produksi   ternak  sapi  potong dapat dilakukan dengan cara perkawinan  IB dan alam.  Inseminasi  buatan (IB)  bertujuan memperbaiki  mutu  ternak  yang dihasilkan sebab bibit berasal dari pejantan yang unggul atau pilihan .  Aplikasi IB akan lebih efisien karena tidak  mengharuskan pejantan unggul dibawa ke tempat  betina, cukup dengan membawa semennya saja. Hasil IB dapat meningkatkan  angka  kelahiran  dengan  cepat dan teratur serta dapat mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit kelamin pada ternak. Dibandingkan dengan cara kawin alam (INKA), lebih banyak keuntungan yang akan diperoleh peternak dengan menggunakan cara IB. Peternak juga akan menghemat biaya pemeliharaan sapi jantan.

Hasil   IB  dapat menghasilkan  produksi   sapi potong yang lebih  baik,  dari  sisi  kuantitas maupun kualitasnya. Target yang ditetapkan untuk Service per Conception (S/C) di bawah 1,6 dan Conception Rate (CR) lebih besar dari 62,5%. Pelaksanaan IB   pada ternak dapat meningkatkan populasi ternak sapi potong apabila angka kebuntingan yang tinggi dapat    dicapai    dan    angka   kematian    dapat ditekan, serta jarak beranak yang optimal. Perbaikan teknologi      reproduksi dan bibit sapi sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu genetik (genetic improvement) melalui  seleksi, pembentukan ternak  komposit, maupun up grading  yang dapat dilakukan dengan perkawinan alam maupun IB Perkawinan  melalui  IB  dapat  diatur waktu perkawinanny a dengan  mepercepat  umur dan waktu beranak pertama  pada umur 26-36 bulan.

Peluang  peternakan sapi potong di dalam  negeri untuk mencukupi kebutuhan daging sapi secara nasional, dapat dilakukan  dengan  cara  bekerjasama  usaha peternakan dengan pemerintah maupun dengan swasta. Subsistem hulu yang meliputi industri pembibitan sapi potong, industri pakan ternak, dan industri obat-obatan atau vaksin dapat melancarkan usaha.  Pembibitan sapi potong merupakan komponen fundamental dalam  perkembangan populasi sapi potong secara nasional . Agar   proses usaha pembibitan sapi berjalan  aman, dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk   membantu berbagai  fasilitas.   Fasilitas yang harus terpenuhi antara lain lokasi kandang karantina, kandang sapi bunting, juga kandang  sapi berahi,  dan persiapan  IB  yang harus  memenuhi  standar  usaha sapi pembibitan. Peningkatkan produksi sapi potong dapat dilakukan melalui IB, penanganan gangguan reproduksi, dan bantuan pakan. Dengan mengintroduksikan IB, penanganan gangguan reproduksi dan bantuan pakan pada sapi potong betina, dapat dijaga performa dan diatur dengan  baik  kelahirannya, sekaligus dapat mengantarkan peternak untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Demikian  tulisan  ini  Disampaikan  ,  semoga  bermamfaat  dalam  upaya meningkatkan    kapasitas produksi   ternak   sapi melalui  optimalisais  Penerapan  IB, Pemberian  pakan, dan  kapasitas SDM, merupakan salah  satu upaya dalam pemenuhan pangan asal hewan, meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat, dan pelaku usaha lainnya.

Pengendalian Penyakit Reproduksi Menular Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Sapi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Penyakit reproduksi menular akan mengganggu proses reproduksi yang dapat berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Gangguan reproduksi pada sapi potong dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent) dan yang bersifat menular (infectious agent). Penyakit reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra, endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para peternak dan secara nasional tentunya akan .rnemperlambat laju peningkatan populasi ternak di dalam negeri . Terdapat enam penyakit reproduksi menular   diantaranya dilaporkan telah tersebar kejadiannya di Indonesia, yaitu Brucellosis, IBR, BVD, Leptospirosis, Bluetongue dan Toxoplasmosis .

Berdasarkan  kejadian  penyakit,  ternyata  terdapat  empat  pola  utama  cara penularan penyakit reproduksi menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dari pejantan ke pejantan maupun dari hewan betina ke betina atau dari jantan ke betina dav sebalikya, yaitu:

Penularan melalui mulut/hidung (tertelan/terhisap

Infeksi penyakit dapat terjadi karena hewan menelan/menghisap bahan-bahan (pakan/debu/udara/air) di lingkungan yang tercemar . Penyakit yang dapat menempuh cara ini adalah penyakit Listeriosis, Toxoplasmosis (melalui kotoran hewan), Mikosis (pakan tercemar jamur aspergillus), Leptospirosis (terkena urin hewan terinfeksi), Brucellosis (bahan bahan ikutan pada saat terjadi aborsi), serta IBR dan BVD (terkena lendir mukosa hewan terinfeksi) .

Penularan karena kontak seksual secara timbal balik

Penyakit ini menular karena terjadi kontak seksual, tidak terjadi penularan karena menelan atau menghisap agen penyakit atau melalui gigitan serangga . Penyakit dapat menular baik dari pejantan terinfeksi ke hewan betina ataupun sebaliknya. Penyakit Vibriosis dan Trichomoniasis dapat menempuh cara penularan ini.

Penularan penyakit karena kontak seksual searah melalui semen

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penularan ini adalah Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue. Pusat pusat inseminasi buatan (1B) dapat menjadi sumber penyebar penyakit tadi bila pejantan unggulnya sebagai sumber semen tidak bebas dari penyakit tersebut.

Penularan melalui gigitan serangga

Hanya ada satu penyakit reproduksi menular yang cara penularannya dapat melalui cara ini, yaitu penyakit Bluetongue. Penyakit dibawa oleh serangga setelah menghisap darah hewan terserang Bluetongue pada saat terjadi viremia .

Pendekatan dalam pengendalian penyakit dapat dilakukan sebagai berikut

Pengendalian penyakit dalam kelompok

Didasarkan pada cara penularan penyakit yang dapat terjadi secara horizontal antar individu, maka pendekatan dalam kelompok diarahkan pada pengendalian penyakit secara individu di dalam kelompok itu sendiri . Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah penularan dari satu individu hewan sakit/pembawa penyakit ke hewan lainnya dalam kelompok hewan itu . Kondisi yang baik adalah semua individu pada kelompok tersebut telah bebas dari penyakit menular. Penyakit reproduksi menular yang dapat disembuhkan melalui pengobatan (menggunakan antibiotik, dsb.) dapat dipertahankan dengan prosedur tertentu, sementara penyakit yang tidak dapat disembuhkan clan dapat bertindak sebagai sumber penularan di uji dan bila positif kemudian dipotong (test and slaughter) . Brucellosis termasuk dalam prosedur diuji dan dipotong.

Pengendalian penyakit antar kelompok

Pengendalian penyakit antar kelompok dimaksudkan agar kelompok hewan yang bebas dari penyakit tidak terjangkit oleh penyakit menular dari hewan yang berasal dari kelompok lainnya yang terjangkit penyakit. Untuk itu perlu dilakukan prosedur ketat bagi hewan yang akan diintroduksi ke dalam kelompok. Seleksi hewan-hewan baru dan prosedur karantina hewan merupakan hal yang perlu dilakukan .Hewan baru yang akan masuk ke dalam kelompok adalah hewan yang bebas penyakit reproduksi menular untuk menjamin status kesehatan kelompok. Demikian halnya dengan penggunaan semen dalam program IB, hanya semen dari pejantan bebas penyakit reproduksi menular yang dapat digunakan pada sapi betina di kelompok hewan tersebut.

Rekomendasi strategi pengendalian penyakit

Sangat ideal bila setiap individu yang ada dalam kelompok merupakan hewan yang terbebas penyakit reproduksi menular. Pemeriksaan individu secara serologis dan atau isolasi agen penyakit sebagai upaya diagnosis penyakit dilakukan pada saat awal upaya agribisnis. Bila terdapat hewan terjangkit penyakit reproduksi menular, pembebasan hewan dari penyakit dapat dilakukan dengan cara pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Bila penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan (seperti Brucellosis, Trichomoniasis) maka hewan tersebut dipotong. Pada kondisi dimana kelompok hewan selalu dalam ancaman penyakit reproduksi menular, seperti pada daerah endemik, atau sulitnya pengaturan keluarmasuknya hewan ke dalam kelompok tersebut, maka tindakan vaksinasi adalah cara terbaik.

Tingkatkan biosekuritas

Biosekuritas diartikan mencegah masuknya atau keluarnya agen penyakit ke wilayah kelompok atau populasi tertentu. Prinsip pertama adalah lokasi kelompok hewan yang cukup jauh dari jalur transportasi/lalu-lalang hewan yang dapat membawa penyakit yang dapat menyerang hewan kelompok atau lokasi peternakan cukup terpisah jauh dari kelompok lainnya . Kedua adalah adanya pemisah yang dapat mencegah masuknya hewan pembawa penyakit (satu spesies, hewan lain yang mampu membawa penyakit) ke wilayah kelompok, seperti pagar pembatas dan sebagainya . Ketiga adalah pengelolaan hewan masuk/keluar dari kelompok, termasuk pengelolaan petugas kandang, kendaraan pembawa pakan, petugas dari dinas, penjaja obat-obatan/vaksin hewan, serta prosedur penanganan hewan sakit, pemotongan atau pemusnahan hewan sakit/mati.

Inseminasi buatan (IB) dapat mencegah penularan penyakit reproduksi menular yang cara penularannya melalui kontak seksual dan semen. Hanya semen yang berasal dari pejantan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue) yang digunakan untuk kelompok ternak tersebut.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat menambah wawasan bahwa keberadaan penyakit reproduksi menular akan menurunkan efisiensi reproduksi ternak. penerapan pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan secara seksama, baik oleh pemerintah serta peternak sapi potong, guna mendukung keberhasilan pengembangan usaha agribisnis sapi potong di Indonesia.

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Ternak Sebagai Upaya Optimalisasi Kesehatan Reproduksi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari dan telah lama diusahakan petani  di  Indonesia,  khususnya ternak  sapi  potong  merupakan  ternak penghasil  bahan makanan berupa daging yang memiliki kandungan protein tinggi serta mempunyai arti cukup penting  bagi  kehidupan  Masyarakat. Tujuan utama beternak  adalah  untuk  menghasilkan ternak yang dapat tumbuh dan berproduksi cepat secara ekonomi. Pertumbuhan dan reproduksi, keduanya dikendalikan oleh kerja hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus  berfungsi secara baik . Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan  kesuburan atau  kemajiran  pada ternak  adalah  ketidakseimbangan hormon reproduksi.

Kondisi  nyata  di  lapangan  /  di tingkat  peternak  masih  sering  terjadi  adanya  gangguan reproduksi  atau  gangguan  kesehatan  sapi betina,  tentunya     kondisi tersebut     akan menurunkan tingkat kesuburan dan bahkan dapat menyebabkan kemajiran. Kesuburan (fertilitas} adalah  kemampuan sapi betina untuk bunting, melahirkan anak hidup setiap 12 bulan. Sedangkan  kemajiran (ketidaksuburan) adalah keadaan dimana  seekor sapi betina hanya mampu melahirkan dengan jarak kelahiran lebih panjang dari 12 bulan. Istilah ini juga dipakai bagi sapi betina yang sulit menjadi bunting. Keadaan ekstrim dari kemajiran adalah sterilitas, dimana  sapi tidak mampu untuk bunting  sama sekali. Sapi yang steril biasanya dipotong  karena  merugikan  untuk  dipelihara,  kecuali  dimamfaatkan  untuk  tenaga  Tarik gerobak. Gangguan   reproduksi       adalah  berkurangnya kemampuan   individu         untuk menghasilkan  anak secara normal.

Kesalahan    pengelolaan    reproduksi   dapat    mendorong   terjadinya   penurunan kesuburan pada ternak , dan mengakibatkan kerugian. Dalam pengelolaan reproduksi ternak yang baik , dapat menghasilkan keuntungan yang besar, faktor produksi yang harus mendapat perhatian adalah pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak . Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormon reproduksi konsentrasinya cukup  di dalam darah dan sanitsi yang memadai

Daya reproduksi yang baik  tanpa  ada  kasus  kemajiran dapat  meningkatkan efisiensi reproduksi. Tinggi  rendahnya  efisiensi  reproduksi ditentukan  oleh indeks  fertilitas  yaitu angka  kebuntingan   (conception  rate),  jarak  antar  melahirkan  (calving  interval),  jarak waktu antara  saat  melahirkan  sampai  bunting  kembali (service  period),  jarak  waktu antara  saat  melahirkan  dengan  munculnya  birahi  yang pertama  (day  open),  angka perkawinan  per kebuntingan  (service per Conception),  angka kelahiran  (calving rate). Efisiensi  reproduksi  akan  meningkatkan  produktivitas  ternak  mereka,  berarti  memberi keuntungan   dan  pendapatan   yang   lebih   tinggi.    Sem ua   ini  tergantung    pada k em am puan  peternak    dalam  memahami  siklus  birahi,  gejala  birahi,  detek si birahi, ransum pakan,  cara pertolongan  kelahiran,  praktek beternak  yang baik , program vaksinasi, penanganan  pedet, pengelolaan  sapi dara, dan lain – lain.

Upaya  untuk  pencegahan  terhadap  kasus  gangguan  reproduksi,  perlu  adanya pemeriksaan   secara   rutin   setiap   bulan   pada   ternak  betina   oleh   petugas kesehatan  reproduksi    meliputi     pemeriksaan    melalui     eksplorasi     rektal, pengobatan  pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain – lain . Pertumbuhan   dan   reproduksi,   keduanya   dikendalikan   oleh   kerja   hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus berfungsi secara baik . Salah  satu  faktor  yang  dapat  menyebabkan  terjadinya penurunan  kesuburan atau   kemajiran  pada  ternak   adalah   ketidakseimbangan   hormon  reproduksi. Hormon reproduksi  adalah hormon  yang  mempunyai sasaran  akhir  pada  alat reproduk si   pada   alat   reproduksi .   Beberapa   teknologi   mutakhir   yang  telah diciptakan  meliputi  induk si  birahi,  penanganan   kasus  infertilitas,   inseminasi buatan,   super   ovulasi   dan  embrio  transfer ,digunakan untuk  meningkatkan efisiensi  reproduk si ternak dan mengatasi  gangguan  reproduk i.

Demik ian tulisan  ini disampaikan,  semoga ada  manfaatnya bagi praktisi peternakan dan para peternak dan dapat menambah perbendaharaan  keilmuan, sehingga  optimalisasi  efesiensi reproduk si ternak dapat meningkatkan populasi dan pada ahirnya pendapatan peternak  meningkat.

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi. Inefisiensi reproduksi pada sapi betina dapat menimbulkan  berbagai kerugian seperti menurunkan produksi kelahiran anak sapi / pedet, produktifitas sapi produktif, meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta   memperlambat   kemajuan  genetik   dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi, bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan   kontribusi    berbagai   faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak, oleh karenanya menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan performa reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan

Gangguan efesiensi reproduksi pada  petemakan  rakyat  lebih   banyak disebabkan oleh faktor pakan. Tingkat pemenuhan asupan pakan (energi) yang rendah sebelum beranak dan tinggi sesudah beranak menyebabkan tertundanya birahi pertama.   Kekurangan protein dalam ransum mengakibatkan  terjadinya  gangguan  reproduksi pada  temak  jantan    maupun    betina Temak. Kekurangan  protein menyebabkan timbulnya birahi yang lemah, birahi tenang, anestrus, kawin berulang, kelahiran anak yang lemah. K.ondisi ini akan lebih parah apabila dalam ransum tersebut juga terjadi kekurangan Calsium  (Ca) dan Phosfor (P)  dan akan  menyebabkan temak menjadi infertile.

Untuk mengoptimalkan kinerja reproduksi  tentu diperlukan    suatu  upaya  peningkatan efesiensi  reproduksi  induk  sapi   melalui pemberian  ransum  pakan  yang memadai,   terutama imbangan  TDN   dan  kandungan protein   serta  penerapan   teknologi   sederhana   yang  efektif agar mampu  mengatasi gangguan efesiensi reproduksi. Diharapkan  dengan pemberian ransumsesuai  dengan kebutuhan  sapi maka  akan  dapat  memacu  dan menormalkan   kembali  kadar hormon-hormon yang berperanan  didalam  siklus  reproduksi  sehingga sapi dapat  diharapkan terjadi estrus 2 – 3 bulan  post partus  kemudian, kasus sile nt heat dapat  dihilangkan dan angka konsepsi semakin  tinggi.

Kekurangan pakan, khususnya untuk daerah tropis   termasuk Indonesia merupakan salah satu  penyebab  penurunan  efesiensi  reproduksi, karena  selalu diikuti oleh adanya gagguann reproduksi menuju timbulnya kemajiran pada ternak betina. Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi sering bersifat majemuk,  artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lain.   Gangguan reproduksi pada induk dapat diperberat keadaannya bila selain kekurangan pakan juga dis ertai faktor penghambat antara lain cahaya matahari  yang kuat,   suhu kandang  panas, sanitasi rendah, keadaan lingkungan kurang serasi.  Produktivitas  ternak  selama  ini  diperkirakan  70%  dipengaruhi  oleh faktor  lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik . Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan untuk ternak  ruminansia di daerah tropik seperti Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada musim. Sebagai solusi dari permasalahan ini, peternak memanfaatkan hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi sebagai sumber pakan. Ruminansia yang diberi hijauan kualitas rendah membutuhkan rumen degradable protein (RDP) dan rumen undedradable protein (RUP) pada pakannya. RDP didegradasi sebagian besar menjadi amonia dalam rumen, kecukupan konsentrasi amonia dalam rumen diperlukan untuk pertumbuhan optimal mikrobia dan proses fermentasi. Suplai dari protein mikrobia  meskipun demikian  masih  kurang  mencukupi kebutuhan ternak sehingga  diperlukan suplementasi RUP yang tahan terhadap degradasi rumen dan membuat asa m amino tersedia untuk diserap di usus halus.  Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh tipe protein dalam  bahan pakan dan karakteristik asam aminonya, serta oleh metode pemrosesan dari bahan pakan tersebut. Bungkil kedelai merupakan salah satu sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradabilitas tinggi dalam rumen, sehingga memiliki nilai biologis   yang   kurang  menguntungkan bagi ternak ruminansia karena perombakannya.

Ransum sapi yang memenuhi    syarat     ialah     ransum    yang mengandung  :   protein, karbohidrat,  lemak,  vitamin,  mineral,  dan  air dalam  jumlah  yang  cukup.  Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pak an tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan  ternak (dewasa, bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi  sehingga untuk mengatasinya sapi dapat  diberikan pakan  tambahan. Oleh karena  itu pemberian pakan tambahan  yang baik  pada induk sapi   akan  sangat  berpengaruh terhadap pedetnya.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga menambah perbendaharaan kepustakaan bagi para peternak dan praktisi peternakan, dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tentunya akan menghasilkan kinerja reproduksi yang optimal.

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Diare pada anak sapi merupakan salah satu per m a sa l a han  ya ng  ser i us  da l a m  usa ha peternakan sapi perah. Tingginya kejadian diare dapat  mengakibatkan  kerugian yang  besar untuk peternak  karena meningkatnya biaya  untuk  pe ngoba ta n  ba hka n  m e ni m bul kan kematian. Diare dapat disebabkan oleh agen non infeksius maupun agen infeksius, yang salah sat unya yait u bak ter i E.coli serotipe enterotoksigenik ( enterotoxigenic E. coli, ETEC). Diare yang disebabkan oleh agen infeksius biasanya berkaitan dengan adanya ETEC, Cryptos – poridium parvum , virus rota, virus corona, atau beberapa kombinasi dari mikrob patogen tersebut.

Infeksi akibat ETEC dapat menimbulkan diare yang akut pada pedet sapi. Diare akibat ETEC ini dapat menimbulkan diare non  hemoragik yaitu pengeluaran cairan yang cepat, tidak ada perdarahan, dan kadang tidak disertai demam . Diare pada pedet sapi akan menunjukkan gejala klinis hewan mengalami depresi, letargi dan diikuti anoreksia, dehidrasi, suhu tubuh subnormal, kulit dingin, mukosa pucat, pembuluh darah kolaps dan apnea.

E. coli merangsang pengeluaran enterotoksin untuk mengaktivasi adenilat siklase yang terdapat di membran basolateral enterosit vili usus. Adenilat siklase yang teraktivasi akan meningkatkan produksi cyclic adenosin monophosphate  (cycl ic- AMP) di intrasel, sehingga menghambat penyerapan ion sodium dan air oleh enterosit vili usus.

Penggunaan antibiotik untuk  pengobatan  diare akibat  infeksi   E. coli  sudah berkurang efektifitasnya.  Penurunan efektifitas antibiotik tersebut karena munculnya resistensi antibiotik. Beberapa  jenis  antibiotik   yang mengalami resisten terhadap E.coli meliputi ampisilin, sefdinir, ko-t r i moksazol , kloksasillin,   eritromisin, linkomisin, penisilin, rifampisin, tetrasiklin dan vankomisin.

Diare akibat infeksi E. coli dapat  menimbulkan  banyak  kehilangan  cairan  maupun elektrolit dalam tubuh. Kehilangan cair an dan elektrolit yang parah dapat mengakibatkan hewan mengalami dehidrasi dan terjadinya ketidakseimbangan asam basa cairan tubuh . Dehidrasi  pedet  berbahaya  karena  dapat  menyebabkan  kehilangan cairan tubuh  yang berlebihan sehingga pedet  kehilangan elektrolit yang  penting  untuk metabolism pedet. Dehidrasi  yang  parah dapat  berlanjut  menjadi  asidosis  yang  kemudian  berujung  pada kematian.Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti  E. coli  (kolostrum  hiperimum) dapat  dijadikan salah satu  cara lain  untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan.

Cara paling efektif untuk  mengatasi dehidrasi  adalah dengan  menggantikan cairan yang hilang. Berikut beberapa hal yang perlu diingat saat melakukan rehidrasi anak sapi:

  • Tempelkan dua jari ke  dalam mulut  anak  sapi  untuk melihat  apakah ia  akan menghisap. Jika anak sapi masih memiliki refleks menyusu, kemungkinan  besar ia hanya mengalami dehidrasi ringan dan dapat diberikan elektrolit oral.
  • Jika anak sapi mengalami dehidrasi yang  lebih parah, mereka tidak akan mampu berdiri dan matanya akan cekung. Jika hal ini terjadi, mereka memerlukan cairan infus.
  • Pastikan larutan  elektrolit  mengandung garam,  kalium,  sumber  energi  seperti glukosa, dan asam amino seperti glisin atau alanin . Ini akan memastikan produk melakukan tugasnya untuk merehidrasi betis secara efektif.
  • Siapkan botol terpisah untuk elektrolit dan obat-obatan, serta botol terpisah untuk kolostrum. Hindari penggunaan botol  atau selang secara bergantian dan pastikan untuk membersihkan dan mendisinfeksi peralatan makan setelah digunakan.
  • Lanjutkan pemberian elektrolit hingga pedet  berhenti  diare, meski terlihat sudah pulih, karena masih berpotensi mengalami dehidrasi.
  • larutan elektrolit dirancang untuk menggantikan elektrolit yang dengan cepat keluar dari tubuh  anak  sapi  akibat  diare. Pastikan memilih  produk yang  mengandung natrium klorida atau garam (NaCl), Kalium (K), sumber energi seperti glukosa, dan asam       amino       seperti       glisin       atau       alanin .       Bahan       lain       yang termasuk asetat atau propionat untuk   membantu    anak    sapi    mempertahankan natrium dan air, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan berpotensi mencegah asidosis.

Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti E. coli (kolostrum hiperimum) dapat dijadikan salah satu cara lain untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan. Demikian     tulisan  ini  disampaikan  , semoga  bermamfaat  dan     dapat  menambah perbendaharaan wawasan   dalam penanganan pertama terhadap pedet  yang terinfeksi E.coli dan diare.

 

 

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

PMK atau Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit hewan menular yang morbiditasnya tinggi dan kerugian  ekonomi yang ditimbulkan  sangat besar.  Penyakit ini disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviride,  dan virus ini dapat menyerang berbagai spesies hewan yang berkuku genap  (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan rusa) Gejala klinis PMK yakni demam, air liur berlebihan, dan kepincangan. Gejala klinis lainnya yakni adanya vesikel dan perlukaan pada mulut, kaki, dan puting susu, hewan lebih senang berbaring, perdarahan/lesi pada mulut, pada seluruh teracak kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C dan hewan sembuh 3-4 minggu setelah gejala klinis muncul.Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah/negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK.  Hewan yang terinfeksi tetap sangat lemah untuk jangka waktu yang cukup lama dan penyakit  PMK  ini  dapat menyebabkan  kerugian  dengan hilangnya  produktivitas secara permanen. Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas9,0.

Pengobatan   khusus   pada  kasus  PMK   belum diketahui,   namun   dapat  di  berikan pengobatan   untuk   mengurangi    gejala   klinis   dan mencegah    inf eksi  sekunder   seperti antipiretik,  antibiotik  dan vitamin.  Berdasar  laporan  lapangan  pemberian  kombinasi obat antipiretik, antihistamin, antiinf lamasi nonsteroid dan multivitamin  dan pemberian garam serta gula pada air minum sapi memberikan tingkat kesembuhan yang baik yang mencapai 97 % dan semua  gejala  klinis  hilang  pada  hari  ke  7 -14. Antibiotik   yang  digunakan  di antaranya Sreptamysin  penicilin, amoxcilin,  Cyproplksasin  dan trimetropin  sulf a. Antibiotik  diberikan untuk mencegah  inf eksi sekunder bakteri.  Lesi  akibat  virus  pada hidung dan sela  teracak adalah  luka terbuka yang mudah terinf eksi bakteri  apabila diberikan  antibiotik, akan lebih cepat  sembuh.  Antipiretik   yang  digunakan  adalah  obat  yang  mengandung   Metamiz o le Sodium  Monohydrate   , dypirone, obat ini memiliki  sif at pereda nyeri, penurun  panas dan antiradang.    Sapi      yang   mengalami   gejala   kaki   yang  berat,   pengobatan  ditambahkan antiinf lamasi nonsteroid sepeerti meloxicamdan dexametason   untuk mengurangi  peradangan dan meredakan nyeri pada extermitas   sapi. Vitamin  yang  digunakan  adalah  multivitamin dengan komposisi vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh, vitamin B kompleks ( vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12 ) guna meningkatkan energi serta menjaga kesehatan saraf , atau kalsium untuk mencegah tulang keropos , vitamin A meningkatkan imunitas ternak, vitamin D3 berperan dalam dif erensiasi dan maturasi sel dendrik yang berfungsi sebagai antigen presenting cell, sedangkan vitamin E dapat menstimulasi multipikasi dan peningkatan aktivitas sel limf osit yang dapat  berperan  melawan  virus ,  Vitamin  K  memiliki  peran  dalam proses pembekuan darah sehingga  luka lebih cepat sembuh. Keseluruhan   vitamin  yang  diberikan dapat meningkatkan   sistem  imun,  antioksidan,  meningkatkan   naf su makan dan membantu mengatur  metabolisme  badan. Premix  pakan yang diberikan  juga mengandung  vitamin  A, D,  E,  mikromineral   dan makromineral   yang  berf ungsi  juga  meningkatkan   sistem  imun ternak. Lepuh  pada kaki dikompres  dengan  H2O2    atau  dengan  cupri  sulf at/ terusi  2%, H2O2   memiliki   aktivitas   yang   baik  dalam   proses   penyembuhan   luka ,  menginduk s i f osf orilasi dalam jaringan  yang luka, terutama  dalam meningkatkan  proses pemulihan  luka . Ternak terpapar PMK diberikan nutrisi yang memadai  terutama protein, diberikan  minum air yang cukup guna mempercepat proses penyembuhan. Minum air putih yang cukup dapat membantu  mencegah  dehidrasi  yang dapat  memperlambat  proses penyembuhan  lepuh. Disamping itu dilakukan juga   pengobatan secara tradisional melalui pembuatan  ramuan jamu dari tanaman herbal sebagai cairan untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, dan pengobatan suportif lainnya Kesembuhan   secara  klinis   dalam  waktu   7-14  hari  meliputi   naf su  makan  sudah kembali,  mata cerah, lesi   di mulut, hidung atau di sela teracak  sudah sembuh  dan hewan sudah lincah  seperti  biasanya.  Kesembuhan  secara  klinis  pada sapi yang terinf eksi  PMK dapat  terjadi  apabila  sapi ditanggani   dengan  cepat  dan  tepat  sehingga  gejala  klinis  tidak memperparah     inf eksi PMK,  sapi yang sembuh  dari PMK  dapat berperan  sebagai  carrier (mengeluarkan  virus dari f aring sampai lebih dari 2 tahun.

Desinf ektan  yang  digunakan   meliputi  untuk    Orang,Deter gen,   hydrochloric   acid, citric acid, untuk baju Sodium hypochlorite,  citric acid , Kandang (alat)Sodium  hypochlorit, calcium  hypochlorite,  virkon, sodium hydroxide  (caustic  soda, NaOH),  sodium carbonate anhydrous  (Na2CO3)  atau washing  soda (Na2CO3.10H2O) .  Untuk  lingkungan,air   dalam container   digunakan   Sodium   hydroxide  (caustic   soda,NaOH)   konsentrasi   2%,  sodium carbonate     anhydrous     (Na2CO3)     dengan     konsentrasi     4%    atau     washing     soda (Na2CO3.10H2O).    Sedangkan   untuk   karkas   (bangkai)   digunakan   Sodium   hydroxide (caustic soda, NaOH), sodium carbonate  anhydrous (Na2CO3.10H2O ),  Hydrochloric  acid, citric  acid.  Atau  dibakar/dikubur.   Zat-zat  aktif  tersebut  berperan  dalam  membunuh  virus dan dekontaminasi  lingkungan.  Penyemprotan  rutin desinf ektan pada ternak, area kandang dan lingkungan  kandang dapat mencegah  virus masuk kembali ke badan sapi dan penularan melalui sarana prasarana usaha peternakan .

Peranan Sumber Daya Usaha Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Peranan Sumber Daya Usaha  Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati,MP

Usaha ternak termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan pangan, baik daging, susu, telur, dan lainnya. Usaha ternak sapi dalam pemeliharaannya tentu memerlukan sebuah sumber daya untuk mendukung  pengembangannya, baik sumber daya alam maupun manusianya. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dari peternak, sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan peternak. Sumber daya sangat diperlukan untuk keberlangsungan serta keberhasilan usaha  ternak, karena  semakin besar  akses peternak terhadap sumber  daya, menjadikan peluang pengembangan usaha ternak semakin besar.

Pengembangan usaha ternak sapi perah didukung oleh berbagai macam sumber daya, salah satunya ialah sumber daya internal  yang meliputi sumber daya finansial, teknologi, dan fisik. Sumber daya finansial merupakan sumber daya yang berhubungan dengan modal atau aset keuangan.  Sumber  daya  teknologi  merupakan  sumber  daya  yang  berhubungan  dengan adopsi, inovasi, dan implikasi pemanfaatan teknologi. Sumber daya fisik merupakan sumber daya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana yang mendukung usaha ternak.

Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hidup ternak, karena kemampuan adaptasi ternak terhadap kondisi lingkungan tertentu tidak sama. Memperhatikan lingkungan sebelum memilih ternak perlu dilakukan supaya jenis ternak yang akan dibudidayakan dapat hidup dan

berproduksi  dengan  baik. Hal itu juga berlaku pada  usaha  ternak sapi perah,  yang mana memerlukan lingkungan yang khusus supaya produksi susu yang dihasilkan sesuai kuantitas dan  kualitas. Lingkungan yang  sesuai  dengan  sapi  perah  supaya  dapat  berkembang  dan berproduksi dengan baik yaitu pada daerah yang mempunyai ketinggian 750 -1200 mdpl dan kondisi suhu 13⁰C-18⁰C.

Susu merupakan produk utama dari sapi perah, jadi memperhatikan hal yang akan mempengaruhi   banyaknya   produksi    susu   sapi  sangat   penting   untuk   meningkatkan pendapatan peternak. Sapi perah mempunyai potensi  besar untuk dikembangkan sebagai usaha ternak, karena sapi perah dapat menghasilkan susu berkualitas. Susu adalah produk yang menyehatkan dan digemari oleh berbagai kalangan dari segi rasanya maupun kandunga n gizinya. Kandungan  gizi yang  dimiliki susu  hampir semua  dibutuhkan  oleh  tubuh  seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Produk hasil utama dari usaha ternak sapi perah ini juga dapat digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan produk lain yang juga umumnya disukai masyarakat. Kebutuhan akan konsumsi susu juga menjadi prospe k yang baik terhadap usaha ternak sapi.

Usaha ternak dengan skala yang berbeda dari segi jumlah kepemilikan tentunya juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal dan penghasilan. Perbedaan skala usaha ternak selain dari jumlah ternak yang dipelihara, sumber daya yang dimiliki dan pengoptimalan s umber daya juga berbeda. Sumber Daya Usaha Ternak Sapi Perah yang dikelola oleh peternak dengan berskala kecil biasa disebut dengan usaha ternak rakya t, umumnya manajemen yang ada masih terbilang sederhana sehingga berpengaruh terhadap produksinya.

Memiliki usaha di  sektor  peternakan dengan  tingkat usaha  kecil maupun besar,  tentunya sumber  daya  usaha  sangat  diperlukan  untuk keberlangsungan  serta  keberhasilan usaha. Sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik merupakan beberapa bagian dari sumber daya  usaha  ternak. Indikator  pembentuk  sumber  daya  finansial ialah pendapatan utama, pendapatan total untuk kebutuhan hidup, kepemilikan sapi pedet, kepemilikan sapi dara, kepemilikan sapi bunting, kepemilikan sapi laktasi, kepemilikan sapi periode kering, dan jumlah populasi sapi yang dipelihara. Indikator pembentuk sumber daya teknologi ialah pemilihan sapi indukan (bibit), teknologi pakan, perkandangan, dan teknologi peningkatan produksi susu. Indikator pembentuk sumber daya fisik ial ah sarana transportasi, penguasaan lahan, dan ketersediaan sumber pakan. Tiga sumber daya tersebut mempunyai peran yang penting bagi pengembangan usaha ternak karena semakin besar akses peternak terhadap sumber daya, menjadikan peluang  pengembangan  usaha  ternak yang dilakukan semakin besar.

Demikiann tulisan ini Disampaikan semoga menambah wawasan bagi palaku usaha peternakan sapi perah. Dalam hali ini kualitas SDM peternak berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam  mengakses sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah rakyat.

Skip to content