Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Artikel

Dampak Penyakit Mulut Dan Kuku Terhadap Kinerja Reproduksi

DAMPAK PENYAKIT MULUT DAN KUKU   TERHADAP KINERJA  REPRODUKSI

Oleh Dr drh Euis Nia Setiawati, MP.

Peternakan sapi memiliki peranan yang signifikan dalam menyediakan sumber pangan berupa daging dan susu, serta sebagai sumber pendapatan bagi peternak. Namun, masalah kesehatan ternak, terutama penyakit mulut dan kuku, dapat menghambat pertumbuhan dan produktivitas ternak, yang berdampak pada angka kelahiran dan kematian pedet sapi. Penyakit mulut dan kuku pada pedet sapi, termasuk stomatitis, aftosa, dan gangguan kuku, telah teridentifikasi sebagai masalah kesehatan yang sering terjadi pada hewan di berbagai wilayah. PMK  ini dapat menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, penurunan nafsu makan, gangguan reproduksi, dan bahkan kematian pada pedet sapi.

Gejala yang ditimbulkan pada hewan yang terserang penyakit PMK yaitu munculnya deman tinggi, tidak nafsu makan, hipersativasi, kehilangan berat badan, pembengkakan kelenjar submandibular, luka melepuh pada mulut bagian dalam dan daerah sekitar kuku.  Gejala klinis awal yang paling menciri pada kasus PMK adalah hipersaliva yang di sertai busa kemudian lesi pada mulut, hidung dan sela .  Pengobatan secara tradisional melalui pembuatan ramuan jamu dari tanaman herbal, cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam,sebagai pengobatan suportiflainnya. Secara umum pengobatan yang dilakukan menggunakan antibiotik, antipiretik, vitamin, antiinflamasi non steroid dan premix. Perlakuan lain yang diberikan adalah penyemprotan desinfektan pada ternak, kandang dan lingkungan kandang.

PMK dapat berdampak negatif terhadap angka kelahiran sapi karena dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada sapi betina yang terinfeksi, seperti keguguran atau kelahiran anak sapi yang lemah dan rentan terhadap penyakit lainnya. PMK juga dapat mengurangi produksi susu pada sapi betina yang terinfeksi, sehingga dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan sapi dan mengurangi produktivitas peternakan sapi secara keseluruhan. Dampak PMK terhadap kinerja kesuburan dikategorikan sebagai kerugian yang tidak terlihat karena dampaknya sulit diukur, terutama pada peternakan yang dikelola kurang intensif dimana PMK merupakan penyakit endemik. Kinerja kesuburan sapi yang buruk menyebabkan inefisiensi dalam sistem peternakan karena diperlukan lebih banyak input per unit output.  PMK mempengaruhi waktu terjadinya pembuahan pada hewan jika tantangan virus terjadi ketika sapi berada pada tahap perkembangan yaitu rentan terhadap menurunnya kinerja reproduksi. Reproduksi  merupakan hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan dan pengelolaan, sehingga banyak parameter yang harus diukur sebelum, selama, dan setelah wabah untuk mendapatkan gambaran dampak penyakit secara keseluruhan. Pada  sapi dara, pada kondisi normal umur pertama kali beranak adalah 27 bulan, namun ketika sapi dara tersebut terpapar PMK ternyata   lebih tinggi  yaitu antara 36  bulan,  prosentase kelahirann  pada kasus PMK sebesar 0,37 % . Berkurangnya konsumsi pakan dan laju pertumbuhan yang berhubungan dengan penyakit klinis dan inflamasi dapat menyebabkan endokrinopati yang mengakibatkan buruknya kualitas folikel dominan, korpus luteum, dan kegagalan konsepsi. Sapi dara yang terkena PMK selama masa pemeliharaan akan melahirkan lebih lambat dibandingkan sapi yang tidak sakit selama masa pemeliharaan. Peningkatan mediator inflamasi yang menekan kesuburan, atau karena pireksia dan lesi pada mulut yang mengurangi asupan pakan dan menambah ketidak seimbangan nutrisi pasca melahirkan, sehingga semakin mengganggu kesuburan. Keterlambatan waktu pembuahan meningkatkan interval beranak lebih lama dari 12-13 bulan sehngga mengurangi jumlah ternak muda yang dihasilkan per tahun.

Demikian tulisan ini disampaikan, sebagai upaya meningkatkan kinerja reproduksi ternak tentunya diperlukan dukungan dan kolaborasi dalam mendorong pembebasan  dan pemberantasan PMK sehingga para petani, yang saat ini terbebani oleh PMK, dapat mengurangi kerentanan mereka, meningkatkan produktivitas, dan  pada ahiarnya  dapat meningkatkan kesejahteran peternak.

Cerdas Memilih Bahan Pangan Asal Hewan

ABSTRAK

Pangan asal hewan dibutuhkan manusia sebagai sumber protein hewani yang didapat dari susu, daging dan telur. Protein hewani merupakan zat yang penting bagi tubuh manusia karena mengandung asam amino yang berguna untuk meningkatkan metabolisme tubuh serta pembakaran energi (Hidayatullah, 2012) Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2011), dalam survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan protein hewan asal ternak meningkat dari tahun 2006 sampai tahun 2011 sebesar 20%. Tingginya kebutuhan protein diakselerasi oleh peningkatan produksi daging ayam broiler di peternakan dari tahun
2006 sampai tahun 2011 meningkat sebesar 30%. Pangan segar asal hewan memiliki nilai dan
kualitas yang tinggi bagi kemaslahatan manusia, karena mengandung protein hewani yang merupakan asam amino essensial yang tidak dapat diganti dengan protein nabati atau protein essensial sintetis lainnya, sangat bermanfaat bagi pertumbuhan serta berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi, disisi lain pangan segar asal hewan memiliki karakteristik mudah rusak (perishable food) dan berpotensi membahayakan (potentially hazardous). Untuk itu, Undang-Undang mengatur aspek mulai dari pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi dan registrasi terhadap produk dan unit usaha, sejak produk pangan asal hewan diproduksi di kandang sampai dengan siap dikonsumsi di meja makan. Selain itu juga untuk memastikan produk pangan asal hewan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan Halal* (*bagi yang dipersyaratkan).
Kata kunci: Pangan Asal Hewan, Daging, Susu, Telur, ASUH.

Parasit Toxoplasma Bukan Hanya Dari Kucing

ABSTRAK

Pemelihara hewan kesayangan terutama pada yang sering kontak dengan kucing, kemungkinan dapat terjangkit Toxoplasma gondii. Higiene perorangan merupakan salah satu cara pengendalian berbagai macam penyakit salah satunya untuk mencegah Toksoplasmosis. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan keterpaparan terhadap kucing, higiene perorangan yang meliputi kebiasaan cuci tangan, kebiasaan menggunakan APD dan kebiasaan membersihkan tempat tinggal dengan kejadian toksoplasmosis. Toxoplasmosis merupakan suatu penyakit zoonosis, yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang ditularkan melalui kucing sebagai hospes definitif dan dapat juga menginfeksi famili unggas. Hal ini terjadi karena unggas menelan makanan yang telah terinfeksi oleh ookista dari Toxoplasma gondii. Unggas yang paling banyak dikonsumsi yaitu ayam. Toksoplasmosis bersifat asimptomatik dengan gejala non spesifi k dan mirip gejala penyakit lainnya. Kucing merupakan host defi nit Toxoplama gondii. Kotoran kucing mengandung ookista infektif bagi manusia. Pemeriksaan toksoplasmosis pada manusia dapat dilakukan dengan uji serologi untuk melihat kadar imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin G (IgG) anti toksoplasmosis.
Kata kunci: Toxoplasmosis, Toxoplasma gondii, kucing, ungags, immunoglobulin.

Virus Nipah

ABSTRAK

Kejadian penyakit zoonosis di dunia cenderung meningkat karena adanya kemajuan teknologi, perubahan aktivitas manusia dan ekosistem. Salah satu penyakit yang akhir-akhir ini muncul adalah penyakit Nipah di negara tetangga, Malaysia, yang telah menewaskan 105 orang dan lebih dari satu juta ekor babi dimusnahkan. Mengingat lokasi geografis Indonesia sangat berdekatan dengan Malaysia, maka dapat terjadi kemungkinan berpindahnya penyakit
tersebut ke Indonesia melalui berbagai cara seperti importasi ternak babi dan produknya, serta melalui perpindahan satwa liar, dalam hal ini kelelawar. Oleh karena penyakit Nipah sangat berbahaya bagi manusia serta merupakan penyakit emerging, maka penyakit ini perlu mendapat perhatian yang serius. Hewan reservoir, kelelawar pemakan buah, yang terbukti mengandung antibodi terhadap infeksi Nipah baik dengan uji ELISA maupun serum netralisasi. Kondisi ini meminta berbagai pihak mewaspadai kemungkinan terjadinya infeksi Nipah di Indonesia. Makalah ini merupakan ulasan yang membahas berbagai aspek penyakit Nipah, meliputi etiologi, epidemiologi, situasi di Indonesia serta saran pencegahan dan pengendaliannya. Diharapkan, tulisan ini dapat memberikan masukan bagi semua pihak dalam
rangka meningkatkan kesehatan masyarakat veteriner di Indonesia.
Kata kunci : Nipah, etiologi, epidemiologi, pencegahan, Indonesia

Penyembuhan Luka Pasca Kastrasi Pada Kucing Jantan Dengan Menggunakan Sediaan Propolis Cair

Abstrak

Propolis sejak jaman dahulu sudah digunakan untuk menyembuhkan luka karena mengandung arginin dan asam ferulat dimana kedua senyawa ini memacu pembentukan kolagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat keefektifan penyembuhan luka sayatan kastrasi pada kucing dengan menggunakan sediaan propolis cair yang banyak beredar di pasaran. 16 ekor kucing jantan dikastrasi dengan metode terbuka. Setelah itu kucing dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 sebanyak 12 ekor diberi pengobatan propolis cair 1 tetes sebanyak 2 kali pemberian yaitu sesaat setelah kastrasi dan hari ke-2 (H.2) setelah kastrasi. Kelompok 2 sebanyak 4 ekor kucing hanya diberi 1 kali propolis cair dengan jumlah yang sama sesaat setelah kastrasi. Proses persembuhan luka sayat kastrasi diamati selama 5 hari. Data dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan gambaran proses persembuhan luka sayatan operasi serta waktu proses kesembuhan. Dari kedua kelompok perlakuan ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan sampel menunjukkan penyembuhan luka sempurna pada hari ketiga (H.3) pasca kastrasi. Pemberian propolis cair yang dilakukan 1 kali sesaat setelah kastrasi ternyata mampu menunjukkan waktu persembuhan luka sayatan kastrasi yang sama dengan pemberian propolis cair yang dilakukan sebanyak 2 kali.

Kata kunci: Kucing, Kastrasi, Orchiectomy, Propolis, Cinagara.

Penyembuhan Luka Pasca Operasi Ovariohisterectomy Pada Kucing Betina Dengan Menggunakan Propolis Cair Dan Salep Antibiotik

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat penyembuhan luka pasca tindakan operasi yaitu ovariohisterectomy (OH) pada kucing betina dengan menggunakan propolis cair yang banyak beredar di pasaran. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan November 2019 di Klinik Hewan Sehat Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara Bogor (BBPKH Cinagara Bogor). Sebanyak 5 ekor kucing betina mendapat perlakuan ovariohisterectomy (OH) dan diberikan propolis cair pada lokasi jahitan di kulit abdomen sebanyak 2 tetes (P1) dan 3 ekor diberi salep antibiotik di lokasi jahitan (P2) kemudian dilakukan pembalutan untuk kedua kelompok perlakuan. Penggantian perban pada P1

dilakukan 3 hari kemudian dan pemberian propolis cair dilanjutkan sehari sekali sampai luka kering. Pemberian salep antibiotik dan penggantian perban untuk P2 dilakukan setiap hari sampai jahitan kering. Pengamatan dilakukan terhadap proses kesembuhan luka operasi. Keseluruhan hasil penelitian menunjukkan adanya proses kesembuhan luka jahitan maupun luka sayat operasi yang lebih cepat pada perlakuan pemberian propolis cair. Luka menutup pada hari ke-7 pada kucing betina yang diberi propolis cair dan hari ke-10 untuk kucing yang diberi salep antibiotik.

Kata kunci : Kucing, Ovariohisterektomi, Kastrasi, Propolis, Cinagara.

Skip to content