Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Pertolongan Pertama Pada Hewan Kesayangan

ABSTRAK

Saat ini hewan kesayangan yang diminati oleh masyarakat adalah kucing. Banyak pemilik hewan tidak mengetahui cara merawat hewan kesayangan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan hewan kesayangan mereka terserang penyakit. Dengan minimnya pengetahuan tentang penyakit dan penanganan pertama pada penyakit hewan membuat hewan tidak mendapat pertolongan pertama dengan tepat, jika kita dapat mengetahui bahwa penyakit yang diderita maka tidak perlu panik membawa hewan ke dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Oleh karena itu untuk membantu memahami penyakit yang diderita dan mengetahui pertolongan pertama yang harus dilakukan disaat hewan peliharaan menderita penyakit, maka dibutuhkan pengetahuan yang dapat membantu mengetahui jenis penyakit apa yang diderita serta pertolongan yang diperlukan.
Kata kunci: Pertolongan Pertama, Penyakit, Hewan

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Sapi Dalam Upaya Kemandirian Ketahanan Pangan

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Sapi Dalam Upaya Kemandirian Ketahanan Pangan

Pemilihan Bibit Sapi Perah

Pemilihan Bibit Sapi Perah
Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

 

  1. STRATEGI MEMILIH BIBIT SAPI PERAH

Memilih bibit sapi perah yang berkualitas merupakan langkah krusial dalam beternak sapi perah, karena bibit yang baik akan menentukan produktivitas dan kesehatan sapi di masa depan.

  1. Asal Usul dan Silsilah (Pedigree)

Periksa silsilah sapi untuk memastikan bahwa bibit berasal dari garis keturunan yang memiliki riwayat produksi susu yang tinggi. Informasi tentang produksi susu dari induk dan neneknya dapat memberikan indikasi mengenai potensi genetik bibit tersebut. Pastikan bahwa sapi berasal dari keluarga yang bebas dari penyakit genetik atau keturunan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan produktivitasnya, seperti mastitis atau gangguan reproduksi.

  1. Kondisi Fisik dan Kesehatan

Pilih sapi dengan penampilan fisik yang baik, seperti tubuh yang simetris, kaki yang kuat, dan kuku yang sehat. Kaki yang kokoh penting untuk menopang berat badan sapi dan mendukung mobilitas yang baik, yang berpengaruh pada kemampuannya untuk mencapai pakan dan minum. Pastikan sapi bebas dari penyakit menular, parasit, dan memiliki kondisi kesehatan umum yang baik. Sapi yang sehat biasanya memiliki nafsu makan yang baik, bulu yang mengkilap, dan mata yang cerah. Lakukan pemeriksaan kesehatan yang meliputi tes darah, pemeriksaan kondisi fisik, dan pengujian untuk penyakit menular seperti brucellosis atau tuberkulosis sebelum membeli sapi.

  1. Produksi Susu

Pilih bibit dari induk yang dikenal memiliki produksi susu tinggi. Bibit yang berasal dari induk dengan rata-rata produksi susu harian yang tinggi cenderung mewarisi potensi yang sama. Selain kuantitas, perhatikan juga kualitas susu, termasuk kandungan lemak dan protein yang tinggi, karena ini penting untuk produksi produk olahan susu seperti keju dan yogurt.

  1. Struktur Tubuh dan Kondisi Reproduksi

Sapi perah yang baik memiliki tubuh yang panjang, dengan rangka yang kuat dan kapasitas perut yang besar, yang memungkinkan mereka mengonsumsi pakan dalam jumlah besar untuk mendukung produksi susu. Bibit sapi betina harus memiliki alat reproduksi yang sehat, dengan siklus estrus (birahi) yang normal. Bibit yang memiliki riwayat kesulitan melahirkan atau infertilitas harus dihindari.

  1. Umur Bibit

Bibit sapi perah sebaiknya dipilih pada usia sekitar 18-24 bulan untuk sapi betina, ketika mereka sudah mendekati kematangan reproduksi dan siap untuk dikawinkan. Sapi yang terlalu muda atau terlalu tua mungkin tidak optimal untuk dikembangkan sebagai indukan.

  1. Adaptasi Terhadap Lingkungan

Pilih bibit yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan lokal, termasuk iklim, suhu, dan kondisi pakan. Sapi yang berasal dari daerah dengan kondisi lingkungan yang mirip cenderung memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap stres lingkungan. Pastikan bibit mampu beradaptasi dengan jenis pakan yang tersedia di wilayah peternakan Anda. Sapi yang tidak cocok dengan pakan lokal mungkin akan mengalami penurunan produksi susu.

  1. Manajemen dan Perawatan Sebelumnya

Periksa riwayat perawatan dan manajemen dari peternakan asal bibit. Bibit yang berasal dari peternakan dengan manajemen yang baik biasanya lebih sehat dan memiliki potensi yang lebih tinggi. Pastikan sapi sudah terbiasa dengan rutinitas pemerahan dan perawatan dasar lainnya. Sapi yang tidak terbiasa bisa mengalami stres yang mempengaruhi produksi susu.

  1. Sertifikat dan Dokumentasi

Pastikan sapi dilengkapi dengan sertifikat kesehatan yang sah, yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan hewan yang berwenang. Ini menjamin bahwa sapi bebas dari penyakit menular dan layak untuk dikembangbiakkan. Bibit yang berkualitas biasanya disertai dengan dokumentasi lengkap mengenai asal usul, silsilah, dan rekam medis. Dokumentasi ini penting untuk transparansi dan keaslian informasi tentang bibit.

  1. Konsultasi dengan Ahli

Sebelum memutuskan untuk membeli bibit, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter hewan atau ahli peternakan yang berpengalaman. Mereka dapat memberikan saran yang objektif berdasarkan penilaian langsung terhadap kondisi bibit.

  1. JENIS-JENIS SAPI PERAH YANG POPULER DI INDONESIA

Di Indonesia, terdapat beberapa jenis sapi perah yang populer dan sering dipelihara oleh peternak karena produktivitas susu yang tinggi, ketahanan terhadap iklim tropis, serta adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan setempat.

  1. Friesian Holstein (FH)
  • Asal Usul

Sapi ini berasal dari Belanda dan Jerman Utara, tepatnya dari daerah Friesland dan Holstein.

  • Karakteristik

FH dikenal sebagai sapi perah dengan produksi susu tertinggi di dunia. Sapi ini berwarna hitam-putih dengan tubuh besar, berat sapi dewasa betina bisa mencapai 600-700 kg, sedangkan jantan bisa lebih dari 1.000 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu sapi FH sangat tinggi, rata-rata bisa mencapai 25-30 liter per hari, dengan kandungan lemak susu sekitar 3-4%.

  • Adaptasi di Indonesia

FH sangat populer di Indonesia dan telah beradaptasi dengan baik di daerah beriklim sejuk seperti Lembang (Jawa Barat) dan Batu (Jawa Timur). Namun, sapi ini memerlukan manajemen yang baik karena lebih rentan terhadap kondisi panas dan kelembapan tinggi.

  1. Jersey
  • Asal Usul

Sapi Jersey berasal dari Pulau Jersey di Inggris.

  • Karakteristik

Jersey berukuran lebih kecil dibandingkan FH, dengan berat sapi betina dewasa sekitar 400-500 kg. Sapi ini memiliki warna tubuh cokelat muda hingga cokelat tua dengan wajah yang biasanya lebih terang.

  • Produksi Susu

Meskipun produksi susu sapi Jersey lebih rendah dibandingkan FH, yaitu sekitar 15-20 liter per hari, susu Jersey memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi, mencapai 4-6%. Ini membuatnya ideal untuk produksi keju dan mentega.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Jersey lebih tahan terhadap panas dan dapat beradaptasi lebih baik di daerah tropis dibandingkan dengan FH. Di Indonesia, sapi ini dipelihara di daerah yang lebih panas dan lembab.

  1. Ayrshire
  • Asal Usul

Ayrshire berasal dari daerah Ayr di Skotlandia.

  • Karakteristik

Sapi ini berukuran sedang, dengan warna bulu merah dan putih yang khas. Berat sapi betina dewasa sekitar 450-600 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu Ayrshire cukup tinggi, sekitar 20-25 liter per hari, dengan kandungan lemak susu sekitar 4%. Susu Ayrshire dikenal berkualitas tinggi dan sangat cocok untuk produksi keju.

  • Adaptasi di Indonesia

Ayrshire memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi lingkungan, meskipun di Indonesia masih kurang populer dibandingkan FH dan Jersey.

  1. Guernsey
  • Asal Usul

Sapi Guernsey berasal dari Pulau Guernsey di Inggris.

  • Karakteristik

Sapi ini berukuran sedang, dengan warna cokelat kemerahan dan putih. Guernsey memiliki karakteristik tubuh yang kompak dengan berat sapi betina dewasa sekitar 500-600 kg.

  • Produksi Susu

Sapi Guernsey dikenal dengan susu yang memiliki kandungan beta-karoten tinggi, memberikan warna kuning alami pada produk susu. Produksi susunya sekitar 15-20 liter per hari dengan kandungan lemak sekitar 4-5%.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Guernsey cukup tahan terhadap kondisi lingkungan tropis dan memiliki adaptasi yang baik, tetapi jumlahnya masih terbatas di Indonesia.

  1. Sahiwal
  • Asal Usul

Sapi Sahiwal berasal dari daerah Punjab, Pakistan dan India.

  • Karakteristik

Sahiwal adalah salah satu jenis sapi perah yang juga memiliki kemampuan sebagai sapi potong (dual-purpose). Sapi ini memiliki warna kulit cokelat kemerahan dan tubuh yang lebih besar dibandingkan Jersey, dengan berat sapi betina dewasa sekitar 400-500 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu Sahiwal relatif rendah dibandingkan dengan FH, sekitar 10-15 liter per hari, tetapi susu ini memiliki kandungan lemak yang baik, sekitar 4-5%.

  • Adaptasi di Indonesia

Sapi Sahiwal sangat tahan terhadap kondisi tropis dan panas, sehingga cocok dipelihara di daerah dengan iklim yang lebih ekstrem di Indonesia.

  1. Peranakan Friesian Holstein (PFH)
  • Asal Usul

PFH merupakan hasil persilangan antara Friesian Holstein dengan sapi lokal Indonesia, seperti sapi Peranakan Ongole.

  • Karakteristik

PFH memiliki penampilan yang mirip dengan FH, tetapi dengan tubuh yang sedikit lebih kecil dan ketahanan yang lebih baik terhadap iklim tropis. Berat sapi betina dewasa sekitar 500-600 kg.

  • Produksi Susu

Produksi susu PFH sedikit lebih rendah dibandingkan FH murni, yaitu sekitar 15-20 liter per hari, tetapi kualitasnya tetap baik.

  • Adaptasi di Indonesia

PFH lebih tahan terhadap panas dan kelembapan tinggi, serta memiliki adaptasi yang lebih baik terhadap pakan lokal. Sapi ini populer di berbagai daerah di Indonesia.

Berbagai jenis sapi perah yang populer di Indonesia memiliki keunggulan masing-masing, baik dalam hal produksi susu, kandungan lemak susu, maupun adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Pemilihan jenis sapi perah yang tepat harus disesuaikan dengan tujuan beternak, kondisi iklim, serta ketersediaan pakan di wilayah peternakan. Friesian Holstein dan Jersey adalah dua jenis yang paling banyak dipelihara karena produksi susu yang tinggi dan kualitas susu yang baik, meskipun PFH juga menjadi pilihan yang baik karena adaptasinya terhadap lingkungan tropis Indonesia.

  1. SUMBER BIBIT SAPI PERAH (LOKAL ATAUPUN IMPOR)

Memilih sumber bibit sapi perah yang dapat diandalkan sangat penting untuk memastikan keberhasilan dalam usaha peternakan. Sumber bibit yang baik akan memberikan sapi yang sehat, produktif, dan memiliki kualitas genetik unggul.

  1. Pembibitan Lokal

Banyak koperasi dan asosiasi peternak di Indonesia yang menyediakan bibit sapi perah. Koperasi ini sering kali memiliki program pembibitan yang baik, di mana bibit sapi diperoleh dari sapi perah berkualitas yang telah terbukti produktivitasnya. Mendukung peternak lokal, bibit lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan setempat, biaya transportasi dan adaptasi lebih rendah. Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) di Lembang, Jawa Barat, adalah salah satu koperasi yang terkenal dengan program pembibitan sapi perahnya.

Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) adalah lembaga pemerintah yang bertugas memproduksi dan menyediakan bibit sapi perah berkualitas untuk peternak. Mereka memiliki fasilitas dan program yang dirancang untuk menghasilkan bibit unggul dengan teknologi reproduksi modern seperti inseminasi buatan (IB) dan transfer embrio. Jaminan kualitas, bibit yang dihasilkan sudah melalui seleksi ketat, dan program pemuliaan yang terstruktur. Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Jawa Timur, adalah salah satu balai yang menyediakan bibit sapi perah unggul.

Beberapa peternakan swasta di Indonesia memiliki program pembibitan sapi perah sendiri, dengan fokus pada produksi bibit unggul yang bisa dijual ke peternak lain. Peternakan ini biasanya memiliki skala besar dan manajemen yang baik. Fleksibilitas dalam memilih bibit, serta hubungan langsung dengan peternak yang memproduksi bibit. Peternakan sapi perah di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat sering kali menawarkan bibit hasil program pembibitan internal mereka.

  1. Pembibitan Impor

Importir resmi bibit sapi perah menyediakan sapi dari negara-negara yang terkenal dengan produksi sapi perah berkualitas tinggi, seperti Belanda, Australia, dan Selandia Baru. Sapi-sapi ini biasanya diimpor sebagai sapi muda (heifer) atau semen beku untuk inseminasi buatan. Akses ke genetik unggul dari luar negeri, potensi produksi susu yang tinggi, serta pilihan jenis sapi yang lebih beragam. Belanda terkenal dengan Friesian Holstein, serta Australia dan Selandia Baru merupakan sumber sapi Jersey dan Friesian Holstein dengan adaptasi yang baik terhadap kondisi tropis.

Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang peternakan sering kali menyediakan bibit sapi perah impor berkualitas. Mereka biasanya memiliki jaringan global dan menawarkan produk bibit sapi dari berbagai negara. Jaminan kualitas, akses ke teknologi reproduksi terbaru, dan dukungan teknis yang baik. Perusahaan seperti Genus ABS, Alta Genetics, dan CRV Indonesia merupakan pemain utama dalam penyediaan bibit sapi perah impor.

  1. Program Pemerintah dan Kerjasama Internasional

Pemerintah Indonesia kadang-kadang melakukan kerjasama dengan negara lain untuk mengimpor bibit sapi perah dalam rangka meningkatkan kualitas peternakan sapi perah di dalam negeri. Bibit yang diimpor melalui program ini biasanya memiliki kualitas yang telah diuji dan sesuai dengan kebutuhan peternak lokal. Dukungan teknis dari pemerintah, biasanya diikuti dengan program pelatihan bagi peternak.

  1. Teknologi Reproduksi Modern
    1. Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi buatan adalah metode yang banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas genetik sapi perah di Indonesia. Semen beku dari pejantan unggul, baik lokal maupun impor, digunakan untuk membuahi sapi betina. Biaya lebih rendah dibandingkan membeli sapi impor, risiko penyakit lebih kecil, dan dapat dilakukan dengan lebih mudah pada skala kecil. Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, BBIB Lembang, serta importir seperti CRV dan Genus ABS.

  1. Transfer Embrio

Transfer embrio adalah teknologi reproduksi yang memungkinkan embrio dari sapi unggul (biasanya hasil dari fertilisasi in vitro) ditransfer ke indukan yang sehat. Teknologi ini memungkinkan peternak untuk mendapatkan bibit dengan kualitas genetik tinggi. Potensi mendapatkan keturunan dari sapi unggul tanpa perlu mengimpor sapi hidup, biaya yang kompetitif. Lembaga seperti BBIB dan perusahaan reproduksi ternak yang menawarkan layanan ini.

Gambar 39. Sapi Periode Kering (Dry Period)
(Sumber : Koleksi Pribadi)

Kementan Kolaborasi Bersama INDOHUN, Wujudkan Pencegahan Zoonosis

CINAGARA – Wujudkan pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit infeksius baru, Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara bersama Indonesia One Health University Network (INDOHUN) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman mengenai progam pelatihan, penyusunan materi pembelajaran lintas sektor dengan pendekatan one health. Kegiatan ini berlangsung di BBPKH Cinagara pada Senin (09/09/2024).

Bentuk nyata dukungan Kementerian Pertanian dalam menangani penyakit-penyakit zoonosis infeksius dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 39 tahun 2023 tentang Pelayanan Minimal Zoonosis Prioritas.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan penerbitan aturan ini sebagai bentuk langkah nyata Kementan dalam menangani persoalan kesehatan hewan yang sejatinya masuk dalam tupoksi Kementerian Pertanian, untuk mendukung sektor pertanian peternakan, dan kesehatan masyarakat.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Idha Widi Arsanti mengungkapkan pihaknya akan terus turut berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit zoonosis dengan berfokus pada pengembangan dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pertanian melalui berbagai program-program pelatihan spesifik.

Penandatanganan MoU dihadiri oleh Koordinator INDOHUN, Agus Suwandono, wakil koordinator Joko Pamungkas sedangkan dari BBPKH Cinagara dihadiri oleh Kepala Balai Besar I GST. Made NGR. Kuswandana, berserta widyaiswara, Dwi Windiana, Nia Setiawati, Fera Aryanti, dan Wisnu Jaka Dewa.

Penandatanganan MoU ini merupakan kelanjutan dari kerjasama sebelumnya yang sudah terjalin selama lima tahun sejak 2018.

INDOHUN merupakan jejaring universitas yang terdiri dari 34 fakultas yang mewakili bidang kesehatan dengan tiga disiplin ilmu utama yakni kedokteran, kedokteran hewan, serta kesehatan masyarakat dan berfokus pada penyakit zoonotik. Dalam kerjasama selama lima tahun, INDOHUN telah membawa BBPKH Cinagara berperan dan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan one health nasional.

Kegiatan bersama INDOHUN yang telah dilaksanakan, antara lain peningkatan SDM melalui penyelenggaraan pelatihan one health, penyusunan kurikulum dan penyusunan modul one health, yaitu modul pelatihan penanggulangan zoonosis dengan pendekatan one health untuk pengelola program zoonosis di Provinsi/Kabupaten/Kota dan pelatihan investigasi KLB/wabah terpadu dengan pendekatan one health bagi petugas epidemiologi lapangan.

I Gusti Made Ngurah Kuswandana mengungkapkan dengan adanya kolaborasi antara BBPKH Cinagara dengan INDOHUN penanganan zoonosisi sudah terpetakan.

“Bagaimana penanganan, manajemen krisis terhadap kasus-kasus zoonosis dan infeksi baru ini benar-benar sudah terpetakan dengan baik yang membuat saya tertarik dan ingin terus mendalami,” ujar Made.

“Saya berharap semua widyaiswara harus bisa terlibat disana, mari kita sama2 terus berkolaborasi karena masalah zoonosis ini menyangkut kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat, tidak bisa kita selesaikan sendiri, lewat INDOHUN inilah salah satu cara kita untuk terus brkolaborasi dalam penanganan penyakit-penyakit zoonosis di Indonesia,” imbuh Made.

Dwi Windiana widyaiswara BBPKH Cinagara berharap dengan adanya keberlanjutan penandatanganan kedua ini, menjadi salah satu program INDOHUN dan BBPKH Cinagara yang akan terus berfokus pada penangananan keterkaitan rantai pangan dan lingkungan dengan pendekatan secara lintas sektor berbasis koordinasi, komunikasi, kooperasi, dan kolaborasi.

Industri Peternakan Sapi Perah

Gambar 36. Kandang Sapi Perah Model Lose Housing Barn

(Sumber : Koleksi Pribadi)

 

INDUSTRI PETERNAKAN SAPI PERAH

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

A. PENTINGNYA INDUSTRI PETERNAKAN SAPI PERAH

Industri peternakan sapi perah memainkan peran yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan, baik dari sudut pandang ekonomi, sosial, maupun kesehatan masyarakat. Peternakan sapi perah merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak peternak di pedesaan. Industri ini membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga peternak melalui penjualan susu dan produk olahannya. Industri ini menciptakan banyak lapangan kerja, mulai dari sektor hulu (peternakan, pengolahan pakan, penyediaan bibit) hingga sektor hilir (pengolahan susu, distribusi, pemasaran).

Beberapa produk susu dan olahannya diekspor ke luar negeri, sehingga industri ini berkontribusi dalam meningkatkan devisa negara. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang kaya akan nutrisi penting seperti kalsium, vitamin D, dan berbagai asam amino esensial yang diperlukan tubuh. Konsumsi susu membantu dalam pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat, serta mendukung kesehatan secara keseluruhan. Selain susu segar, produk olahan susu seperti yogurt, keju, dan mentega juga menjadi bagian penting dari diet masyarakat. Produk-produk ini memberikan variasi gizi dan rasa dalam makanan sehari-hari.

Industri peternakan sapi perah mendorong pengembangan teknologi dalam bidang peternakan, termasuk teknik pemuliaan, manajemen kesehatan hewan, dan sistem pemeliharaan modern yang efisien. Industri ini juga mendorong inovasi dalam produk olahan susu, menciptakan produk-produk baru yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, seperti susu rendah lemak, susu bebas laktosa, dan produk susu organik. Dengan produksi susu yang stabil, industri ini berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan, terutama dalam penyediaan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat luas. Industri peternakan sapi perah sering kali terhubung dengan komunitas lokal, memberikan peluang bagi pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan pelestarian budaya setempat melalui kegiatan peternakan tradisional. Industri peternakan sapi perah juga memiliki tantangan dalam hal pengelolaan limbah. Namun, dengan teknologi yang tepat, limbah sapi dapat diolah menjadi pupuk organik atau biogas, yang pada gilirannya dapat mengurangi dampak lingkungan dan memberikan manfaat tambahan.

Industri peternakan sapi perah tidak hanya penting sebagai sumber pendapatan dan nutrisi, tetapi juga memiliki dampak positif yang luas pada perekonomian, sosial, budaya, dan inovasi teknologi. Pentingnya pengelolaan yang baik dan berkelanjutan dalam industri ini akan memastikan bahwa manfaat yang diperoleh bisa terus dirasakan oleh masyarakat secara luas.

 

B. POTENSI BISNIS SAPI PERAH DI INDONESIA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN

 Potensi bisnis sapi perah di Indonesia sangat besar mengingat tingginya permintaan akan produk susu dan olahannya di dalam negeri, serta berbagai faktor yang mendukung pengembangan industri ini.

Tingkat konsumsi susu di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan peningkatan kesadaran akan pentingnya gizi yang seimbang. Meskipun tingkat konsumsi per kapita masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, ada tren positif peningkatan konsumsi, terutama di kalangan masyarakat perkotaan. Pertumbuhan kelas menengah yang pesat di Indonesia mendorong peningkatan permintaan akan produk susu berkualitas, termasuk susu segar, susu UHT, yogurt, keju, dan produk olahan lainnya.

Saat ini, Indonesia masih mengimpor sebagian besar kebutuhan susu nasional, terutama dalam bentuk susu bubuk. Dengan meningkatkan produksi susu dalam negeri, ada peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kemandirian pangan. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk mengurangi impor susu melalui berbagai program peningkatan produksi susu nasional, termasuk melalui insentif untuk peternak sapi perah dan peningkatan kualitas bibit sapi perah.

Indonesia memiliki banyak wilayah dengan iklim yang cocok untuk peternakan sapi perah, seperti di dataran tinggi dan daerah dengan iklim sejuk. Wilayah-wilayah seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra memiliki potensi besar untuk pengembangan industri sapi perah. Potensi bisnis sapi perah juga mencakup pemberdayaan peternak lokal, yang sebagian besar masih tergolong peternak kecil. Dengan peningkatan kapasitas, akses ke teknologi, dan pasar yang lebih baik, peternak lokal dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.

Selain produksi susu segar, potensi bisnis juga terletak pada pengembangan industri hilir, termasuk pengolahan susu menjadi berbagai produk bernilai tambah seperti yogurt, keju, mentega, dan es krim. Produk-produk ini memiliki permintaan yang terus meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor. Tren menuju produk organik dan susu premium memberikan peluang bisnis baru bagi peternak yang mampu memenuhi standar kualitas yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya produksi dan pengolahan susu, industri sapi perah berkontribusi secara langsung terhadap peningkatan pendapatan nasional. Sektor ini tidak hanya berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian, tetapi juga menciptakan nilai tambah di sektor industri pengolahan. Industri sapi perah dan sektor turunannya (seperti distribusi dan pengolahan) menciptakan banyak lapangan kerja, mulai dari peternak, tenaga kerja di pabrik pengolahan, hingga tenaga pemasaran dan distribusi. Ini berkontribusi pada pengurangan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peternakan sapi perah seringkali berlokasi di daerah pedesaan, sehingga berperan dalam pembangunan ekonomi daerah dan mencegah urbanisasi yang berlebihan. Ini juga mendorong pembangunan infrastruktur di daerah pedesaan.

Gambar 37. Kandang Sapi Periode Kering (Dry Period) dan Kandang Pedet

(Sumber : Koleksi Pribadi)

Meskipun potensinya besar, bisnis sapi perah di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk masalah produktivitas yang rendah, akses terbatas ke pakan berkualitas, serta penyakit hewan. Namun, dengan inovasi dan dukungan kebijakan, tantangan ini dapat diatasi. Selain memenuhi kebutuhan domestik, ada peluang untuk mengembangkan produk susu untuk pasar ekspor, terutama di negara-negara tetangga yang membutuhkan produk susu berkualitas.

Potensi bisnis sapi perah di Indonesia sangat besar, dengan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan produksi susu, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan industri hilir. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan pemberdayaan peternak lokal, industri ini dapat menjadi salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia di masa depan.

Memahami Potensi Ancaman Kesehatan dari Dunia Kesehatan Hewan

MEMAHAMI POTENSI ANCAMAN KESEHATAN
DARI DUNIA KESEHATAN HEWAN
Oleh: Farissa Romadhiyati

Masyarakat Dunia memperingati Hari Zoonosis setiap tanggal 6 Juli tiap tahunnya. Hari ini dipilih untuk menghormati kontribusi besar dari ilmuwan Louis Pasteur dalam sejarah medis khususnya untuk pencapaian vaksinasi pertama terhadap penyakit rabies. Pada tanggal 6 Juli 1885, Louis Pasteur berhasil melakukan vaksinasi yang sukses terhadap seorang anak laki-laki bernama Joseph Meister yang digigit oleh seekor anjing yang terinfeksi virus rabies. Joseph Meister merupakan pasien pertama yang menerima vaksin rabies dari Pasteur dan akhirnya bertahan hidup. Kejadian ini menandai tonggak sejarah dalam perawatan penyakit rabies. Peringatan Hari Zoonosis Sedunia tidak hanya memperingati pencapaian medis ini, tetapi juga menyoroti pentingnya kesadaran akan zoonosis serta upaya pencegahan dan pengendaliannya.

Zoonosis adalah sebuah fenomena yang melibatkan penularan penyakit dari hewan vertebrata ke manusia (atau sebaliknya) dan menjadi fokus utama dalam kesehatan masyarakat global. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1951, zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang dapat ditularkan secara alami antara hewan vertebrata dan manusia. Patogen penyebab zoonosis dapat berasal dari berbagai jenis, termasuk bakteri, virus, parasit, jamur, prion, dan agen lain yang tidak lazim. Penularan zoonosis dapat terjadi melalui beberapa jalur, termasuk makanan, air, vektor seperti nyamuk atau kutu, kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi lingkungan atau benda mati. Lebih dari 250 jenis zoonosis telah diidentifikasi oleh Komite Ahli Zoonosis WHO, dengan lebih dari 60% patogen yang menginfeksi manusia berasal dari zoonosis.

Gambar 1: Penyakit Zoonosis ditularkan antara hewan dan manusia

(Sumber: CDC)

ZOONOSIS SEBAGAI ANCAMAN KESEHATAN GLOBAL

Fenomena emerging atau re-emerging zoonotic disease semakin sering terjadi seiring waktu, yang menunjukkan bahwa tantangan kesehatan masyarakat dari zoonosis tidak statis dan terus berubah. Kedekatan manusia dengan hewan dalam sektor pertanian, interaksi dengan hewan peliharaan, dan hewan liar menjadi faktor utama dalam penyebaran zoonosis. Frekuensi dan distribusi zoonosis sangat bervariasi untuk setiap penyakit, tergantung pada reservoir alami penyakit, jenis agen penyebab, kepadatan populasi, dan efektivitas tindakan pengendalian yang diterapkan. Oleh karena itu, pengelolaan zoonosis memerlukan pendekatan lintas sektoral yang melibatkan sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengurangi risiko penularan dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat global.

Ancaman yang ditimbulkan oleh zoonosis sangat signifikan dan mencakup beberapa aspek penting yang mempengaruhi kesehatan masyarakat global serta stabilitas ekonomi:

  1. Dampak pada Kesehatan Masyarakat: Zoonosis dapat menyebabkan timbulnya jutaan kasus penyakit pada manusia setiap tahunnya. Infeksi ini sering kali berujung pada kematian dan menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan keluarganya. Contoh kasus yang sering dikaitkan dengan zoonosis termasuk influenza, rabies, dan beberapa jenis penyakit diare yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen dari hewan.
  2. Beban Ekonomi yang Besar: Konsekuensi ekonomi dari zoonosis sangatlah besar. Hewan yang terinfeksi atau mati dapat mengakibatkan kerugian langsung bagi industri pertanian dan peternakan. Biaya produksi pertanian meningkat karena upaya untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit, seperti vaksinasi hewan dan pengelolaan lingkungan yang lebih ketat. Di samping itu, biaya untuk pengobatan dan pencegahan pada manusia juga merupakan beban ekonomi yang signifikan bagi sistem kesehatan.
  3. Ancaman Emerging/Re-emerging Zoonotic Disease: Fenomena penyakit zoonosis yang baru muncul atau kembali muncul (emerging/re-emerging) menimbulkan tantangan yang besar bagi sistem kesehatan masyarakat global. Perubahan iklim, urbanisasi yang cepat, migrasi manusia, dan perubahan dalam penggunaan lahan dapat mempengaruhi penyebaran penyakit-penyakit baru atau penyakit yang sudah ada menjadi lebih sulit untuk dikendalikan.
  4. Ancaman terhadap Keamanan Kesehatan Global: Zoonosis diakui sebagai ancaman serius terhadap keamanan kesehatan global karena kemampuannya untuk menyebar melintasi batas negara dengan cepat. Infeksi zoonotik dapat mempengaruhi populasi di seluruh dunia dengan sangat cepat, terutama dalam konteks globalisasi dan mobilitas manusia yang tinggi saat ini.

Pemahaman masyarakat tentang apa itu penyakit zoonosis sangat penting untuk mengurangi risiko penularannya. Ketika memahami zoonosis, masyarakat lebih mungkin untuk mengenali gejala awal penyakit pada hewan atau diri mereka sendiri. Hal ini memungkinkan penanganan yang cepat dan pencegahan penyebaran lebih lanjut. Pengetahuan tentang  bagaimana cara zoonosis ditularkan dapat membantu masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif misalnya dengan menjaga kebersihan, membatasi kontak dengan hewan liar, atau mengikuti protokol vaksinasi hewan peliharaan. Pemahaman zoonosis juga mengajarkan masyarakat tentang bagaimana faktor-faktor lingkungan seperti perubahan iklim atau perubahan penggunaan lahan dapat mempengaruhi penyebaran penyakit dari hewan ke manusia. Ketika masyarakat sadar akan potensi wabah zoonosis, mereka lebih siap untuk berpartisipasi dalam respons kesehatan masyarakat yang terkoordinasi dan membantu dalam upaya pencegahan dan pengendalian.

PENDEKATAN YANG HOLISTIK DALAM MENCEGAH DAN MENGENDALIKAN ZOONOSIS

Pengendalian zoonosis memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Prinsip umum serta strategi yang dapat diterapkan dalam pengendalian zoonosis meliputi pengobatan individu yang terkena, vaksinasi, pembatasan pergerakan hewan, pengendalian populasi hewan, pengujian dan pemusnahan, edukasi kepada masyarakat, surveillance untuk deteksi dan identifikasi, dan kolaborasi multidisiplin.

Pengobatan efektif pada individu yang terinfeksi adalah langkah pertama untuk mengurangi dampak penyakit zoonosis. Penanganan medis yang tepat mengurangi gejala, menghilangkan patogen, dan mengurangi risiko penularan lebih lanjut. Vaksinasi pada hewan sehat membantu mencegah timbulnya penyakit zoonosis. Vaksinasi juga penting untuk manusia yang berisiko tinggi terkena zoonosis melalui kontak langsung dengan hewan. Selanjutnya, pembatasan dan karantina pada hewan yang terpapar penyakit adalah langkah penting untuk mencegah penyebaran penyakit. Regulasi pergerakan hewan juga membantu mengurangi risiko penyebaran penyakit ke wilayah lain. Pengelolaan populasi hewan, termasuk pengurangan kepadatan hewan dan pemusnahan hewan yang terinfeksi, dapat mengurangi penyebaran penyakit. Pengendalian ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan kesehatan hewan. Pengujian rutin pada hewan untuk mendeteksi penyakit zoonosis secara dini memungkinkan penanganan cepat dan pemusnahan hewan yang terinfeksi jika diperlukan untuk mencegah penyebaran. Pendidikan masyarakat tentang praktik kebersihan, biosekuriti, dan interaksi aman dengan hewan penting untuk mencegah infeksi zoonosis. Kesadaran yang tinggi dapat membantu mengurangi risiko penularan. Sistem surveilans yang efektif diperlukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen zoonosis. Analisis data epidemiologis dan pemantauan gejala membantu dalam mengidentifikasi kecenderungan penyakit dan faktor risiko yang mungkin bertanggung jawab terhadap penularan penyakit. Kolaborasi antara dokter hewan, tenaga medis, ahli epidemiologi, dan spesialis lingkungan merupakan kunci untuk pengendalian zoonosis yang efektif. Pendekatan One Health mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk penanganan yang lebih holistik dan komprehensif.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip umum pengendalian penyakit, menggunakan surveilans yang efektif, dan memastikan kolaborasi multidisiplin yang erat, kita dapat mengurangi risiko zoonosis dan melindungi kesehatan manusia dan hewan dengan lebih baik.

INDONESIA SEBAGAI HOTSPOT ZOONOSIS

Indonesia memiliki potensi besar sebagai hotspot zoonosis yang merupakan tantangan serius bagi kesehatan masyarakat dan konservasi lingkungan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megadiverse di dunia dengan ekosistem yang sangat beragam. Keanekaragaman ini mencakup berbagai spesies hewan, baik liar maupun domestik. Kehadiran banyak spesies hewan ini meningkatkan kemungkinan bahwa beberapa di antaranya bisa menjadi reservoir alami untuk berbagai penyakit zoonosis. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan memiliki hubungan erat dengan hewan domestik seperti ayam, babi, dan sapi. Interaksi langsung dengan hewan-hewan ini, baik untuk konsumsi atau pekerjaan sehari-hari, meningkatkan risiko penularan penyakit zoonosis dari hewan ke manusia. Praktik pertanian intensif dan perdagangan hewan di Indonesia yang kurang terkontrol dapat mempercepat penyebaran penyakit zoonosis di antara hewan ternak. Kurangnya pengawasan terhadap standar keamanan pangan dan pengelolaan limbah yang memadai juga berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit ini. Perubahan lingkungan yang kerap terjadi di Indonesia turut menjadi alasan Indonesia beresiko besar sebagai lokasi Perubahan lingkungan seperti deforestasi, urbanisasi yang cepat, dan perubahan iklim dapat mempengaruhi habitat hewan vektor atau memaksa hewan-hewan tertentu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat mengubah pola penyebaran penyakit zoonosis dengan cara yang sulit diprediksi. Di beberapa daerah Indonesia, terutama di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, akses terhadap perawatan kesehatan masih terbatas. Hal ini dapat menyulitkan upaya deteksi dini, diagnosis, dan pengendalian penyakit zoonosis sebelum menyebar secara luas.

Keputusan Menteri Pertanian No. 237/Kpts/PK.400/M/3/2019 di Indonesia merupakan salah satu langkah strategis dalam menangani penyakit zoonosis. Latar belakang dari Keputusan tersebut adalah karena pengendalian penyakit zoonosis memerlukan pendekatan yang terkoordinasi antara sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Keputusan ini mencerminkan upaya untuk memprioritaskan penyakit yang memerlukan perhatian khusus dalam hal pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan. Penanganan zoonosis memerlukan kerjasama antara berbagai instansi pemerintah, lembaga kesehatan, serta masyarakat. Keputusan ini mendorong kolaborasi antara kementerian dan pihak-pihak terkait dalam penanganan penyakit zoonosis. Selain itu, keputusan ini sejalan dengan strategi nasional dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sistem kesehatan masyarakat dan pertanian. Prioritas pada penyakit zoonosis diatur untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya dan strategi pencegahan yang efektif. Mengingat potensi wabah penyakit zoonosis, penting untuk memiliki rencana dan kapasitas yang siap untuk merespons secara cepat dan efektif. Terakhir, keputusan ini juga membantu menetapkan fokus dan alokasi sumber daya untuk kesiapsiagaan dan respons terhadap potensi wabah. Dengan menetapkan prioritas untuk beberapa penyakit zoonosis, Keputusan Menteri Pertanian ini bertujuan untuk mengurangi dampak penyakit tersebut pada kesehatan masyarakat dan ekonomi pertanian, serta meningkatkan kapasitas nasional dalam menghadapi ancaman zoonosis secara lebih efektif. Berikut adalah daftar penyakit yang diprioritaskan berdasarkan keputusan tersebut:

  1. Avian Influenza (flu burung)
  2. Rabies (penyakit anjing gila)
  3. Anthraks
  4. Brucellosis
  5. Leptospirosis
  6. Japanese B. Encephalitis
  7. Bovine Tuberculosis
  8. Salmonellosis
  9. Schistosomiosis
  10. Q Fever
  11. Campylobacteriosis
  12. Trichinellosis
  13. Paratuberculosis
  14. Toksoplasmosis
  15. Cysticercosis/Taniasis

PERAN VITAL DOKTER HEWAN

Peran dokter hewan dalam gerakan pengendalian zoonosis sangat penting dan meliputi beberapa aspek krusial. Dokter hewan berperan dalam mengobati dan mencegah penyakit pada hewan yang merupakan sumber utama zoonosis. Hal ini mengurangi risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia. Dokter hewan juga terlibat dalam penyelidikan dan penanganan wabah zoonosis. Mereka membantu dalam identifikasi penyebab, penyebaran, dan kontrol penyakit agar tidak menyebar ke manusia. Dalam membantu dalam deteksi dini potensi wabah zoonosis serta pengendalian prevalensi penyakit, dokter hewan memiliki peran dalam membangun dan mengelola sistem surveilans untuk memantau kesehatan populasi hewan. Selain itu, dokter hewan terlibat dalam regulasi dan pembatasan pergerakan hewan yang berpotensi menularkan penyakit zoonosis. Langkah ini membantu mengurangi risiko penularan melalui perdagangan hewan atau migrasi populasi hewan. Dokter hewan juga memantau kesehatan satwa liar yang dapat menjadi reservoir penyakit zoonosis. Langkah ini penting untuk memahami dan mengelola potensi risiko penularan dari satwa liar ke manusia. Peran vital lain yang dimiliki seorang dokter hewan adalah sebagai penghubung alami antara dokter manusia, ahli ekologi, dan spesialis lingkungan. Kolaborasi lintas disiplin ini sangat diperlukan dalam pengendalian zoonosis yang efektif.

Dengan semboyan Manusya Mriga Satwa Sewaka, dokter hewan di Indonesia menegaskan komitmen mereka untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia melalui pemahaman dan perlindungan terhadap dunia hewan, termasuk dalam upaya pencegahan dan pengendalian zoonosis. Maka dari itu untuk dapat berkontribusi, seorang dokter hewan haruslah memiliki kesadaran diri untuk selalu meningkatkan kapasitas dan kompetensi diri terutama dalam gerakan pengendalian zoonosis. Kemampuan dan pengetahuan yang terus diperbarui serta keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan dan pendidikan sangat penting dalam menghadapi tantangan zoonosis yang terus berkembang dikemudian hari. (FR)

Author:

Farissa Romadhiyati 

  • Doctor of Veterinary Medicine
  • Master of Animal dan Food Hygiene
  • Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BPKH) Cinagara – Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2018-2024).

SUMBER

Beran, G. W., & Reilly, R. R. L. (Eds.). (2018). Zoonoses: Infectious Diseases Transmissible from Animals to Humans. CRC Press.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2022). Zoonotic Diseases. Retrieved from [CDC Website](https://www.cdc.gov/onehealth/basics/zoonotic-diseases.html)

Emerging Zoonotic Diseases: A Review of Current Trends. (2015). Clinical Microbiology Reviews, 28(4), 638-658. [DOI: 10.1128/CMR.00066-14](https://cmr.asm.org/content/28/4/638)

Food and Agriculture Organization (FAO). (2020). The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO. Retrieved from [FAO Website](http://www.fao.org/3/ca9229en/CA9229EN.pdf).

Kilpatrick, A. M., & Randolph, S. E. (2012).Drivers of Zoonotic Emerging Infectious Disease. Journal of the Royal Society Interface, 9 (71), 1237-1249. [DOI: 10.1098/rsi.2012.0276](https://royalsocietypublishing.org/doi/full/10.1098/rsi.2012.0276)

Morrison, M. L., & Hodge, B. S. (2021). One Health Approaches to Zoonotic Disease Surveillance. Journal of Public Health Management and Practice, 27 (2), 149-156. [DOI: 10.1097/PHH.0000000000001168](https://journals.lww.com/jphmp/Fulltext/2021/27020/One_Health_Approaches_to_Zoonotic_Disease.10.aspx).

Natterson-Horowitz, B., & Bowers, K. (2012). One Health: People, Animals, and the Environment. Harvard University Press.

Quinn, P. J., Markey, B. K., Carter, M. E., Donnelly, G. R., & Leonard, F. C. (2011). Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Wiley-Blackwell.

The Impact of Climate Change on Zoonotic Diseases. (2020). International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(5), 1622. [DOI: 10.3390/ijerph17051622](https://www.mdpi.com/1660-4601/17/5/1622)

World Health Organization (WHO). (2009). Global Health Risks: Mortality and Burden of Disease Attributable to Selected Major Risks. World Health Organization. Retrieved from [WHO Website](https://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/global_health_risks/en/)

Belajar Dari P4S Mawar Biru – Fattening Domba

Gambar 34. Penggemukan Domba Garut dan Pakan Silase Daun Jagung Di P4S Mawar Biru

Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia. Sistem pemeliharaan yang masih tradisional dengan sifat usaha yang hanya merupakan usaha sampingan, menyebabkan produktivitas ternak domba rendah. Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas domba adalah pemberian pakan dan gizinya. Manajemen pemeliharaan yang masih tradisional menyebabkan performa pertumbuhan domba tidak optimal. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas domba adalah perbaikan manajemen, baik manajemen pakan maupun pemeliharaan.

Kandang panggung koloni adalah tipe kandang untuk ternak, khususnya untuk domba, yang menggabungkan konsep kandang koloni dengan desain panggung atau lantai yang terangkat dari tanah. Konsep ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan kesehatan ternak.

Fitur Kandang Panggung Koloni

Kandang ini memiliki lantai yang terangkat dari tanah, sering kali menggunakan struktur kayu, besi, atau beton. Lantai yang terangkat membantu menghindari kontak langsung dengan tanah, yang dapat mengurangi risiko penyakit dan parasit. Desain panggung memungkinkan sirkulasi udara yang lancar dan cahaya matahari masuk, menjaga kebersihan dan mengurangi kelembapan di dalam kandang.

Biasanya dirancang untuk menampung sejumlah domba dalam satu area, dengan pemisahan yang memungkinkan pergerakan bebas dan akses ke makanan serta air. Ada area khusus untuk makan, minum, dan beristirahat, dengan sistem pemisahan yang memudahkan manajemen dan pemantauan kesehatan.

Dengan lantai yang terangkat, ventilasi menjadi lebih efektif, mengurangi kelembapan dan meningkatkan kualitas udara. Lantai biasanya dirancang dengan sistem drainase yang efisien untuk membuang kotoran dan menjaga kebersihan.

Keuntungan Kandang Panggung Koloni

  1. Lantai terangkat mengurangi paparan langsung terhadap kotoran dan kelembapan tanah, yang dapat membantu mencegah penyakit dan infek
  2. Sirkulasi udara yang lebih baik mengurangi risiko gangguan pernapasan dan infeksi lainny
  3. Lantai  panggung   memudahkan   pembersihan   kotoran   dan   limbah,   sehingga kebersihan kandang lebih mudah terjag
  4. Mengurangi paparan langsung terhadap parasit tanah, yang dapat meningkatkan kesehatan ternak secara keseluruhan.
  5.  Sistem  pakan  yang  baik  dan  akses  mudah  untuk  makanan  dan  air  membantu memastikan semua domba mendapatkan asupan yang memadai.
  6. Dengan lantai terangkat, kelembapan di dalam kandang dapat dikontrol dengan lebih baik, menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi tern

Pertimbangan Membuat Kandang Panggung Koloni

  1. Biaya Konstruksi

Membangun kandang panggung koloni mungkin memerlukan investasi awal yang lebih besar dibandingkan dengan kandang tradisional.

  1. Pemeliharaan Struktur

Struktur panggung harus dirawat secara berkala untuk memastikan kekuatan dan keandalannya, serta mencegah kerusakan.

  1. Perencanaan yang Tepat

Perencanaan  desain  harus  mempertimbangkan  sirkulasi  udara,  drainase,  dan aksesibilitas untuk memastikan efektivitas sistem.

Pakan Silsase Daun Jagung

Pakan silase adalah pakan fermentasi yang berasal dari berbagai bahan tanaman yang difermentasi secara anaerobik (tanpa oksigen) untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas pakan. Silase sering digunakan dalam peternakan sebagai sumber pakan terutama untuk hewan ruminansia seperti sapi dan domba. Untuk penggemukan domba, silase dapat menjadi pilihan pakan yang efektif.

Silase daun jagung adalah jenis silase yang terbuat dari daun jagung, sering kali bersama  dengan  bagian  tanaman  jagung  lainnya  seperti  batang  dan  biji.  Silase  ini merupakan pakan fermentasi yang dirancang untuk memberikan nutrisi yang baik bagi ternak, termasuk domba, dengan manfaat tertentu.

Pastikan silase yang diberikan berkualitas baik dan tidak terkontaminasi oleh jamur atau bakteri yang merugikan. Silase yang buruk dapat menyebabkan masalah kesehatan pada domba.  Silase harus digunakan sebagai bagian dari ration pakan yang seimbang. Domba juga memerlukan sumber pakan lain seperti konsentrat dan mineral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka.   Monitor kesehatan domba secara berkala, terutama saat menggunakan pakan baru atau perubahan diet, untuk memastikan tidak ada masalah pencernaan atau defisiensi nutrisi.

Proses Pembuatan Silase Daun Jagung

  1.  Pemilihan dan Persiapan Bahan

Pilih daun jagung yang segar dan bebas dari penyakit atau kerusakan. Daun jagung dari tanaman jagung yang masih muda dan sehat biasanya menghasilkan silase dengan kualitas yang lebih baik.

Potong daun jagung bersama dengan bagian tanaman jagung lainnya (jika diinginkan), seperti batang atau biji. Ukuran potongan sebaiknya sekitar 1-2 cm untuk mempercepat proses fermentasi.

  1.  Pengolahan Bahan:

Cacah daun jagung dan bagian tanaman jagung lainnya menjadi potongan kecil untuk memudahkan proses fermentasi dan pencernaan oleh ternak.

Jika menggunakan bahan tambahan seperti leguminosa (kedelai, kacang tanah), campurkan bahan tersebut untuk meningkatkan kandungan protein.

  1. Pengemasan dan Fermentasi:

Tempatkan bahan yang telah dipotong dalam silo, bal, atau kantong plastik. Pastikan bahan terkompaksi dengan baik untuk menghilangkan udara yang bisa mengganggu fermentasi.

Proses fermentasi memerlukan waktu beberapa minggu. Selama fermentasi, bahan akan mengalami perubahan kimia yang mengubahnya menjadi silase. Pastikan kondisi anaerobik (tanpa oksigen) selama proses ini.

  1.  Penyimpanan:

Setelah fermentasi selesai, simpan silase di tempat yang kering dan terlindung dari kelembapan berlebih untuk mencegah pembusukan dan menjaga kualitas pakan.

Manfaat Silase Daun Jagung

  1. Kandungan Nutrisi:

Daun jagung mengandung serat yang baik untuk pencernaan serta vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan ternak.

Jika dicampur dengan bagian jagung lainnya, silase daun jagung dapat menyediakan sumber energi dan protein yang cukup untuk penggemukan domba.

  1. Efisiensi Pakan:

Silase daun jagung dapat digunakan untuk mengurangi biaya pakan, terutama jika tersedia dalam jumlah besar selama musim panen jagung.

Silase  memiliki  masa  simpan  yang  panjang,  sehingga  dapat  digunakan  untuk memastikan ketersediaan pakan selama periode kekurangan pakan.

  1.  Kesehatan Pencernaan:

Kandungan serat dalam silase daun jagung membantu mendukung kesehatan pencernaan domba dan mencegah masalah seperti sembelit.

Mikroorganisme Lokal sebagai Pelengkap Pakan Domba

Mikroorganisme lokal dapat berperan penting dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi pakan domba. Mereka sering digunakan untuk fermentasi pakan, pembuatan probiotik, dan meningkatkan kesehatan pencernaan ternak.

Jenis Mikroorganisme Lokal untuk Pakan Domba :

  1. Bakteri Asam Laktat

Bakteri ini memainkan peran kunci dalam fermentasi silase dan pakan fermentasi lainnya. Mereka membantu mengubah karbohidrat dalam bahan pakan menjadi asam laktat, yang menurunkan pH dan mengawetkan pakan. Contohnya Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum.

  1. Bakteri Probiotik

Probiotik membantu menyeimbangkan mikrobiota usus domba, meningkatkan pencernaan dan penyerapan nutrisi, serta memperkuat sistem kekebalan tubuh. Contohnya : Bifidobacterium dan Lactobacillus acidophilus.

  1. Ragi

Ragi dapat digunakan dalam fermentasi pakan untuk meningkatkan kandungan protein dan kualitas pakan. Mereka juga dapat membantu mengurai bahan pakan yang sulit dicerna. Contohnya : Saccharomyces cerevisiae.

  1.  Jamur

Jamur seperti Aspergillus dan Penicillium dapat digunakan dalam fermentasi pakan untuk meningkatkan ketersediaan nutrisi dan mencegah pembusukan. Contohnya : Aspergillus oryzae dan Penicillium spp.

Aplikasi Mikroorganisme Lokal dalam Pakan Domba

  1.  Pembuatan Silase

Menggunakan kultur bakteri asam laktat lokal untuk fermentasi daun jagung, rumput, atau bahan pakan lainnya. Bakteri ini membantu mengawetkan pakan dan meningkatkan nilai gizinya. Silase yang terfermentasi dengan baik lebih tahan lama dan memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik.

  1. Probiotik dalam Pakan

Menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam pakan domba untuk meningkatkan kesehatan pencernaan dan penyerapan nutrisi. Mengurangi gangguan pencernaan, meningkatkan pertumbuhan, dan memperbaiki kesehatan umum domba.

  1. Fermentasi Pakan

Menggunakan ragi atau bakteri untuk fermentasi pakan seperti dedak, biji-bijian, atau limbah pertanian. Proses ini meningkatkan nilai nutrisi pakan dan mengurangi risiko penyakit. Pakan fermentasi lebih mudah dicerna dan dapat meningkatkan efisiensi konversi pakan.

  1.  Pengolahan Limbah Pertanian

Menggunakan mikroorganisme lokal untuk mengolah limbah pertanian menjadi pakan ternak yang bernutrisi, seperti fermentasi jerami atau sisa tanaman. Mengurangi limbah dan memproduksi pakan tambahan yang bermanfaat.

Cara Menggunakan Mikroorganisme Lokal untuk Pakan Domba

  1. Mengidentifikasi mikroorganisme lokal dari lingkungan sekitar yang memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pa Ini bisa dilakukan dengan isolasi dari tanah, rumput, atau bahan pakan yang sudah ada.
  2. Mengembangkan mikroorganisme dalam kultur laboratorium untuk mendapatkan jumlah yang cukup sebelum diaplikasikan pada pakan.
  1. Menambahkan mikroorganisme  lokal  ke  dalam  campuran  pakan  atau  proses ferm Pastikan untuk mengikuti petunjuk mengenai dosis dan cara aplikasi untuk hasil yang optimal.
  1. Memantau efek mikroorganisme lokal pada kesehatan dan produktivitas domba Evaluasi perubahan dalam pertumbuhan, pencernaan, dan kesehatan secara berkala.

Pertimbangan dalam Penggunaan Mikroorganisme Lokal

  1. Pastikan  mikroorganisme   yang   digunakan   tidak   mengandung   patogen   atau kontaminan yang dapat membahayakan domb
  2. Monitor dan  evaluasi  efektivitas  mikroorganisme  dalam  meningkatkan  kualitas pakan dan kesehatan terna
  3. Mikroorganisme harus digunakan sebagai bagian dari ration pakan yang seimbang untuk memastikan domba mendapatkan semua nutrisi yang diperlu
  4.  Pertimbangkan    kondisi    lingkungan    lokal    saat   memilih    dan    menggunakan mikroorganisme, karena mikroorganisme lokal beradaptasi dengan baik pada kondisi spesifik.

Gambar 35. Penimbangan Domba Priangan (Sumber : Koleksi Pribadi)

Peran Teknologi Reproduksi Dalam Peningkatan Mutu Genetik Sapi Lokal

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Perkembangan teknologi reproduksi di bidang peternakan digunakan untuk memperbaiki mutu  genetik. Teknologi  reproduksi   yang berkembang   saat ini   adalah inseminasi  buatan,  sexing  spermatozoa, transfer embrio, fertilisasi in vitro, clonning, dll. Akan  tetapi  tidak semua  hasil  teknologi reproduksi tersebut dapat diaplikasikan di masyarakat, karena masih belum efisien.

Inseminasi buatan (IB) adalah suatu teknologi di bidang reproduksi yang memanfaatkan pejantan unggul semaksimal mungkin.  Teknik  ini  sudah  lama berkembang di  Indonesia   dan  teknik  ini  telah  dapat digunakan untuk meningkatkan berat badan anak, oleh sebab itu perlu dipikirkan pejantan mana  yang  akan  digunakan untuk meningkatkan berat badan anak tersebut.

Transfer embrio

Transfer  embrio  adalah  suatu  teknologi   reproduksi   yang  dapat  memanfaatkan pejantan  dan  betina  unggul  semaksimal  mungkin.  Di  negara maju  teknik  ini  suda h diaplikasikan di peternakan berskala besar, sedangkan di Indonesia dengan sistem peternakan yang berskala kecil  relative masih belum optimal untuk diaplikasikan.

Sexing spermatozoa

Sexing   spermatozoa   atau  pengaturan  jenis  kelamin  anak  sesuai   dengan  yang

diharapkan,   dikembangkan   untuk   mendukung    IB   dan   Transfer   Embrio.   Sexing

spermatozoa  ini dikembangkan dengan berbagai metode, yang paling mutakhir adalah dengan flow cytometry. Berhubung peralatannya cukup    mahal,    maka telah dikembangkan berbagai metode (misal sentrifugasi gradien densitas percoll, sephade x dan  gradien putih  telur) yang  secara  laboratorium telah  berhasil  dibekukan  dengan kualitas yang layak untuk IB, pada skala penelitian lapang menunjukkan bahwa spermatozoa hasil sexing memungkinkan untuk diaplikasikan di lapang.

Clonning

Clonning embryo atau sel  somatic sudah banyak dilakukan di  negara maju, dan telah banyak dilakukan penelitian di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, akan tetapi tingkat keberhasilannya  masih  rendah, sehingga di dalam aplikasinya masih belum bisa. sebab itu strategi dalam pemilihan bibit adalah yang terpenting.

Menggunakan bangsa sapi yang sejenis

Perbaikan mutu sapi lokal dapat dilakukan dengan inseminasi buatan dengan pejanta n sapi lokal yang merupakan hasil seleksi yang telah terstandarisasi. Hal ini penting sekali bagi pejantan agar dapat terjamin mutu genetik dari keturunannya.

Keuntungan dari menggunakan ternak lokal unggul    adalah    ternak    tersebut    sudah mempunyai   daya   adaptasi   yang   baik   terhadap   lingkungannya,   sehingga   kita berpeluang untuk meningkatkan    produktivitasnya    dengan   cara memperbaiki manajemen pemeliharaannya  terutama dalam hal  pakan dan pengendalian terhadap penyakit.

Persilangan

Respon  terhadap  persilangan (heterosis)  akan  luar  biasa  bila  disilangkan  dengan bangsa lainnya dengan syarat juga mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya. Respons akan terlihat nyata pada persentase kelahiran, penurunan angka kematian, memperpendek umur pubertas, memperpendek jarak    kelahiran, meningkatkan produksi  susu dan umumnya pertumbuhannya  lebih baik. Banyak hasil penelitian menginformasikan bahwa  persilangan antara  bangsa  sapi  lokal dengan Bos taurus  atau  Bos  indicus  menunjukkan  respons  yang  baik.  Oleh sebab  itu  pemilihan pejantan  perlu dipertimbangkan dengan baik, dan untuk  mengetahui  informasi  yang benar  maka perlu dilakukan Pencatatan  yang teliti  sehingga diketahui  dengan benar bahwa   hal   itu   merupakan   respons   dari persilangan tersebut.

Keberhasilan dari pemanfaatan teknologi sangatlah tergantung dari kualitas sumber daya manusianya, sehingga tingkat pendidikan dan budaya setempat berpengaruh terhadap keberhasilan    dari    pemanfaatan   teknologi tersebut, hal ini juga terjadi pada penggunaan teknologi reproduksi. Sumberdaya  manusia  dalam hal  ini  bisa dibedakan menjadi: a. Pengelola (Dinas, Balai Inseminasi Buatan), b. Inseminator, c. Peternak

  1.  Sumber daya   manusia   dalam   hal pengelolaan manajemen IB berperan dalam keberhasilan IB, misalnya dalam mengelola semen  beku.   Semen   beku   harus  selalu dalam keadaan terendam nitrogen cair, apabila sekali saja kekurangan nitrogen maka kualitas semen beku akan menurun, Selain itu juga kesalahan dalam pengambilan semen beku.
  1. Sumber daya manusia dalam hal pembuatan semen beku juga berperan didalam memproduksi semen beku dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu memproduksi semen beku dengan kualitas baik.
  2. Sumber daya    manusia    yang    mampu melakukan seleksi pejantan untuk mendapatkan elite bull sehingga mutu genetiknya dapat dipertanggung jawabkan.
  3. SDM     dari     Inseminator     yang     ada     di  Indonesia  tidak  seragam jenjang pendidikannya.   Syarat  dari  inseminator   saat  ini  adalah  pernah  mengikuti   kursus

Inseminator.  Ketidak seragaman pendidikan  ini nantinya  akan berpengaruh terhadap keberhasilan IB. Inseminator sangat berperan terhadap keberhasilan IB, yaitu saat thawing, teknik IB dan juga ketepatan waktunya. Oleh sebab itu para Inseminator perlu dibekali pengetahuan tentang 1) manajemen semen beku agar kualitasnya tetap baik, 2) teknik  IB  yang  benar,  3) waktu IB yang tepat, juga pengetahuan tentang fertilitas dan manajemen pemeliharaan sapi betina agar IB yang dilakukannya sekali saja bisa berhasil.

  1.  Peternak. Pemeliharaan sapi oleh peternak sangat dipengaruhi oleh budaya dalam pemeliharaannya. Apabila secara budaya sistem  pemeliharaannya  tidak  intensif, maka sulit  untuk  penggunaan  IB, karena  IB  membutuhkan  ketepatan  waktu.  Pengetahuan tentang pengawasan tanda-tanda birahi perlu diberikan, juga kesadaran untuk melakukan manajemen perkawinan sehingga jarak beranaknya pendek. Faktor yang tidak langsung juga berdampak terhadap  kegagalan kebuntingan  yaitu pemberian pakan yang  jel ek, penyakit dll

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga para peternak kiranya  termotivasi  untuk mengguankan teknologi  reproduksi pada sapi lokal( sapi Bali, sapi Pasunda, Sapi Aceh, Sapi Madura, Sapi Jabres, sapi Katingan dll)  yang dipeliharanya  .  Sapi lokal mempunyai fertilitas yang  tinggi, akan tetapi  belum  mempunyai  efisiensi  reproduksi  yang  tinggi disebabkan  manajemen reproduksi  yang  kurang  baik,  oleh  sebab  itu  perlu  adanya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen reproduksi pada peternak.

Kejar Swasembada Pangan, Kementan Tak Kendor Pantau Progres Pompanisasi dan PAT di Kabupaten Kuningan

Ditengah tantangan perubahan iklim, El Nino, krisis pangan dan ancaman kelaparan yang tengah di hadapi Indonesia, Kementerian Pertanian terus berupaya untuk menggenjot produktivitas komoditas padi dengan beragam program yang salah satunya yaitu pompanisasi dan PAT untuk dapat mencapai swasembada pangan masa depan. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengajak semua pihaknya dan jajarannya untuk dapat bekerjasama dan berkolaborasi untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut.

“Kita harus berjibaku, harus bergandeng tangan dan berkolaborasi untuk mencapai swasembada pangan ke depan”, ujar Mentan.

Plt Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, dalam berbagai kesempatan, mengatakan bahwa seluruh pemangku kepentingan harus bahu membahu meningkatkan produksi padi, di antaranya dengan memaksimalkan dan mengakselerasi pompanisasi.

“Pompanisasi dapat menjadi solusi cepat untuk meningkatkan produksi padi, terlebih ketika menghadapi musim kemarau. Masalahnya tadah hujan jika kemarau airnya tidak ada. Karenanya kita genjot pompanisasi untuk meningkatkan produksi,” kata Dedi.

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cianagara sebagai salah satu UPT dibawah BPPSDMP terus berkolaborasi dan mengakselerasikan program pemanfaatan pompanisasi dan PAT di kabupaten Kuningan. Tim PJ BBPKH Cinagara terus koordinasi dengan dinas TKPP Kab. Kuningan terkait sinkronasi data laporan PAT pada 7-8/08/2024.

Dari hasil sinkronisasi dan koordinasi di beberapa Kecamatan di kabupaten Kuningan progress realisasi pompanisasi mencapai 50-70% sudah⁠ tersedia rumah pompa dan bak-bak penampungan. Total potensi layanan pompanisasi di Kabupaten Kuningan dari beberapa Kecamatan dan Desa seluas 135 Ha. Dengan rincian 15 Ha di Kecamatan Garawangi, 20 Ha di Kecamatan Luragung, 20 Ha di Kecamatan Maleber, 30 Ha di Desa Parakan, 15 Ha Desa Cieurih, dan 20 Ha di Desa Susukan.

Progress pompanisasi dan PAT di Kabupaten Kuningan juga telah mampu meningkatkan indek pertanaman di beberapa tempat seperti di Kecamatan Luragung yang naik dari IP 2 ke IP3, Desa Kutamandala, Desa Parakan, Desa Cieurih, dan Desa Sususkan dari IP1 naik ke IP2.

Peran Kinerja Reproduksi Dalam Budidaya Kelinci yang Menguntungkan

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

Kelinci termasuk salah satu hewan ternak yang disebut  cukup menguntungkan sebab ada banyak kelebihan yang dimiliki kelinci. Hal tersebut karena permintaan kelinci terbilang cukup banyak, tidak hanya untuk potong, tetapi sebagai kelinci hias pun banyak. Agar permintaan kelinci potong  terpenuhi,  perlu adanya usaha  budi  daya .  Budidaya  kelinci juga  termasuk mudah untuk dilakukan ,ha ini karena beternak kelinci tidak membutuhkan modal dan lahan yang terlalu luas. Kelinci potong juga banyak diminati karena permintaan daging kelinci untuk menu makanan di restoran terbilang cukup tinggi. Selain karena rasanya yang nikmat, daging kelinci potong  juga  banyak dicari karena diyakini memiliki khasiat yang cukup  melimpah. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan lain seperti penghasil bulu, pupuk, kulit atau hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci juga memiliki keunggulan antara lain reproduksi yang  tinggi, mampu memanfaatkan hijauan dan limbah dengan efisien  dan daging yang mengandung  protein tinggi rendah kolesterol. Kelinci dapat hidup dan berkembang secara baik didaerah yang bersuhu  10 derajat Celcius  dan bisa juga hidup didaerah yang panas dengan suhu 37 derajat Celcius. Manajemen pemeliharaan yang baik dan benar pada ternak kelinci dapat menunjang  produktifitas  kelinci. Dalam memelihara ternak kelinci harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan. Hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha

ternak kelinci karena dengan adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan, manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran.

Aspek reproduksi  memegang peranan penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Bagian yang penting dalam reproduksi  kelinci adalah keahlian peternak dalam memprediksi birahi dan waktu yang tepat mengawinkan kelinci.  Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu perlu dihasilkan sejumlah besar individu yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Sistem perkawinan pada ternak kelinci  dapat dilakukan secara alami  maupun dengan inseminasi  buatan. Perkawinan alami adalah dengan menggunakan pejantan asli sedangkan inseminasi buatan adalah teknik metode perkawinan dengan menggunakan alat bantu. Dalam mengawinkan sistem perkawinan alami kelinci betina dimasukkan pada kandang kelinci jantan dan biarkan beberapa hari sampai terjadi kebuntingan  yang ditandai  bahwa kelinci  betina  tidak  mau menerima  lagi  pejantan. Sedangkan kegagalan  perkawinan dapat ditunjukkan denga nada tanda – tanda seperti kebuntingan, dengan membuat sarang dan memproduksi susu tetapi kenyataannya tidak melahirkan anak (kebuntingan semu).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kegagalan perkawinan yaitu betina belum siap dikawinkan, betina mengeluarkan  urine setelah  dikawinkan, suhu udara terlalu  panas, pejantan terlalu  sering dikawinkan, betina mandul, gizi makanan kelinci tidak memenuhi syarat, kelinci terlalu gemuk (sel telur terbungkus lemak), penyakit kelamin  dan keracunan, kegagalan  bunting juga bisa disebabkan oleh kondisi pejantan lemah.  Kelinci mempunyai potensi biologis  yang tinggi  karena dapat dikawinkan kapan saja asal sudah dewasa kelamin. Kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8 sampai 10 ekor anak. Namun apabila kelinci betina dikawinkan terlalu dini akan mengakibatkan meningkatnya resiko kem atian anak dan terganggunya kesehatan induk kelinci

Produktifitas kelinci dipengaruhi 2 faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Faktor internal seperti genetik menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor eksternal atau lingkungan merupakan pendukung supaya ternak mampu  berproduksi sesuai dengan  kema mpuannya. Faktor lingkungan meliputi  pakan,  perkandangan,  pemeliharaan  penyakit  dan  iklim.  Faktor  gentik  dan  lingkungan memiliki  hubungan sinergis,  jika  ternak  memiliki  potensi  genetik  unggul  tanpa didukung  faktor eksternal  yang baik, produksinya tidak akan maksimal, begitu  pula sebaliknya.  Dalam  peternakan kelinci pakan yang diberikan harus seimbang, tidak asal cukup atau banyak. Pakan yang diberikan tidak hanya hijauan tetapi juga ditambahkan konsentrat, hay (rumput kering),  biji  – bijian  dan umbi – umbian. Pemberian pakan yang bermutu rendah dalam waktu lama dapat menyebabkanpertumbuhan terhambat, sedangkan pada induk bunting dapat menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati. Reproduksi Kelinci Umur pertama kawin kelinci adalah suatu keadaan dimana organ  – organ reproduksi  mulai  berfungsi.  Pada  masa  ini  ternak  kelinci  siap  dikawinkan. Kelinci  pertama  kali dikawinkan saat berumur minimal 6,5 bulan. Pada perkawinan ini induk yang estrus dimasukkan ke dalam kandang kelinci  jantan dan dibiarkan untuk dikawini pejantan. Ciri – ciri perkawinan terjadi adalah jika pejantan menjatuhkan tubuhnya dengan posisi penis masih melakukan penetrasi ke vagina (kopulasi). Setelah terjadi dua kali perkawinan, induk dikembalikan  ke kandangnya .Setelah kelinci dikawinkan, perlu diperiksa kondisi kelinci tersebut apakah perkawinan tersebut menghasilkan kebuntingan  atau  mengalami  kegagalan.  Pemeriksaan  dilakukan  dengan  cara  menguji  kembali, meneliti perkembangan perut kelinci betina dan memperhatik an nafsu makannya. Pengujian kembali

dilakukan satu minggu setelah perkawinan, dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam kandang pejantan, jika betina menolak atau tidak mau dikawini pejantan artinya kemungkinan  besar kelinci betina bunting . Selain  itu, pemeriksaan kebuntingan pada kelinci  dapat dilakukan dengan teknik palpasi yang dikenal dengan istilah palpasi percutan ventro caudal adalah dengan cara melakukan perabaan embrio bagian perut induk kelinci.  Palpasi dilakukan efektif antara 10 – 14 hari dan tidak efektif jika dilakukan sebelum 9 hari setelah tanggal dikawinkan. Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28 – 35 hari. Dengan rata – rata kebuntingan selama 31 hari.

Perkawinan yang baik akan menghasilkan persentase kebuntingan yang tinggi karena kelinci termasuk ternak yang berovulasi jika ada ransangan pada kelinci birahi. siklus birahi pada ternak kelinci berkisar antara 10 sampai dengan 14 hari.  Kelinci betina birahi akan menunjukkan perilaku gelisah  dengan menggosokkan  dagunya atau  menggosokkan  tubuhnya pada  tempat  minum,  tempat  pakan  dan benda-benda lain,  selain  itu juga menunjukkan perilaku  mendekatkan tubuhnya dengan kelinci di kandang terdekat. Kelinci betina birahi menunjukkan vulva dengan warna merah muda hingga merah gelap.  waktu  mengawinkan  kelinci  yang paling  baik  adalah  pada  saat  pagi  hari  atau  sore  hari. Keuntungan menggunakan sistem perkawinan alami karena bisa menentukan kualitas indukan yang digunakan. Jarak  kawin  kelinci  atau  jarak  waktu yang dibutuhkan oleh  kelinci  u ntuk melakukan perkawinan lagi setelah beranak yaitu minimal 10 hari dan maksimal hingga 25 hari. .

Faktor yang mempengaruhi litter size adalah umur, lingkungan dan pakan yang diberikan. Biasanya kelinci pada kelahiran pertama induk tidak mau menyusui anak dan sifat keibuan (mothering ability) yang buruk, hal ini menyebabkan anak kelinci menjadi mati. Lingkungan kandang juga berpengaruh terhadap jumlah litter size karena banyak hewan pengganggu seperti tikus hal ini menyebabkan induk kelinci menjadi stres karenamerasa terganggu. Temperatur sangat berpengaruh terhadap kebuntingan dan litter size, dimana kebuntingan terkecil dan litter size yang paling sedikit jika perkawinan dilakukan pada saat temperatur lingkungan tinggi. Pakan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan nutrisi untuk induk kelinci. Umumnya litter size pada kelinci adalah 4 – 10 ekor.

Deimikan tulisan ini disampaikan, semoga memotivasi para pembaca dalam beternak kelinci dengan memperhatikan aspek reproduksi agar beternak kelinci menghasilkan keuntungan optimal.

Skip to content