Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Kejar Swasembada Pangan, Kementan Tak Kendor Pantau Progres Pompanisasi dan PAT di Kabupaten Kuningan

Ditengah tantangan perubahan iklim, El Nino, krisis pangan dan ancaman kelaparan yang tengah di hadapi Indonesia, Kementerian Pertanian terus berupaya untuk menggenjot produktivitas komoditas padi dengan beragam program yang salah satunya yaitu pompanisasi dan PAT untuk dapat mencapai swasembada pangan masa depan. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengajak semua pihaknya dan jajarannya untuk dapat bekerjasama dan berkolaborasi untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut.

“Kita harus berjibaku, harus bergandeng tangan dan berkolaborasi untuk mencapai swasembada pangan ke depan”, ujar Mentan.

Plt Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, dalam berbagai kesempatan, mengatakan bahwa seluruh pemangku kepentingan harus bahu membahu meningkatkan produksi padi, di antaranya dengan memaksimalkan dan mengakselerasi pompanisasi.

“Pompanisasi dapat menjadi solusi cepat untuk meningkatkan produksi padi, terlebih ketika menghadapi musim kemarau. Masalahnya tadah hujan jika kemarau airnya tidak ada. Karenanya kita genjot pompanisasi untuk meningkatkan produksi,” kata Dedi.

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cianagara sebagai salah satu UPT dibawah BPPSDMP terus berkolaborasi dan mengakselerasikan program pemanfaatan pompanisasi dan PAT di kabupaten Kuningan. Tim PJ BBPKH Cinagara terus koordinasi dengan dinas TKPP Kab. Kuningan terkait sinkronasi data laporan PAT pada 7-8/08/2024.

Dari hasil sinkronisasi dan koordinasi di beberapa Kecamatan di kabupaten Kuningan progress realisasi pompanisasi mencapai 50-70% sudah⁠ tersedia rumah pompa dan bak-bak penampungan. Total potensi layanan pompanisasi di Kabupaten Kuningan dari beberapa Kecamatan dan Desa seluas 135 Ha. Dengan rincian 15 Ha di Kecamatan Garawangi, 20 Ha di Kecamatan Luragung, 20 Ha di Kecamatan Maleber, 30 Ha di Desa Parakan, 15 Ha Desa Cieurih, dan 20 Ha di Desa Susukan.

Progress pompanisasi dan PAT di Kabupaten Kuningan juga telah mampu meningkatkan indek pertanaman di beberapa tempat seperti di Kecamatan Luragung yang naik dari IP 2 ke IP3, Desa Kutamandala, Desa Parakan, Desa Cieurih, dan Desa Sususkan dari IP1 naik ke IP2.

Peran Kinerja Reproduksi Dalam Budidaya Kelinci yang Menguntungkan

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

Kelinci termasuk salah satu hewan ternak yang disebut  cukup menguntungkan sebab ada banyak kelebihan yang dimiliki kelinci. Hal tersebut karena permintaan kelinci terbilang cukup banyak, tidak hanya untuk potong, tetapi sebagai kelinci hias pun banyak. Agar permintaan kelinci potong  terpenuhi,  perlu adanya usaha  budi  daya .  Budidaya  kelinci juga  termasuk mudah untuk dilakukan ,ha ini karena beternak kelinci tidak membutuhkan modal dan lahan yang terlalu luas. Kelinci potong juga banyak diminati karena permintaan daging kelinci untuk menu makanan di restoran terbilang cukup tinggi. Selain karena rasanya yang nikmat, daging kelinci potong  juga  banyak dicari karena diyakini memiliki khasiat yang cukup  melimpah. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan lain seperti penghasil bulu, pupuk, kulit atau hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci juga memiliki keunggulan antara lain reproduksi yang  tinggi, mampu memanfaatkan hijauan dan limbah dengan efisien  dan daging yang mengandung  protein tinggi rendah kolesterol. Kelinci dapat hidup dan berkembang secara baik didaerah yang bersuhu  10 derajat Celcius  dan bisa juga hidup didaerah yang panas dengan suhu 37 derajat Celcius. Manajemen pemeliharaan yang baik dan benar pada ternak kelinci dapat menunjang  produktifitas  kelinci. Dalam memelihara ternak kelinci harus ada tujuan dari produk utama yang diinginkan. Hal ini untuk menunjang keberhasilan dalam usaha

ternak kelinci karena dengan adanya tujuan pemeliharaan maka akan memudahkan dalam penentuan pakan, manajemen kandang, reproduksi, dan pemasaran.

Aspek reproduksi  memegang peranan penting dalam rangka pertambahan jumlah populasi. Bagian yang penting dalam reproduksi  kelinci adalah keahlian peternak dalam memprediksi birahi dan waktu yang tepat mengawinkan kelinci.  Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu perlu dihasilkan sejumlah besar individu yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Sistem perkawinan pada ternak kelinci  dapat dilakukan secara alami  maupun dengan inseminasi  buatan. Perkawinan alami adalah dengan menggunakan pejantan asli sedangkan inseminasi buatan adalah teknik metode perkawinan dengan menggunakan alat bantu. Dalam mengawinkan sistem perkawinan alami kelinci betina dimasukkan pada kandang kelinci jantan dan biarkan beberapa hari sampai terjadi kebuntingan  yang ditandai  bahwa kelinci  betina  tidak  mau menerima  lagi  pejantan. Sedangkan kegagalan  perkawinan dapat ditunjukkan denga nada tanda – tanda seperti kebuntingan, dengan membuat sarang dan memproduksi susu tetapi kenyataannya tidak melahirkan anak (kebuntingan semu).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kegagalan perkawinan yaitu betina belum siap dikawinkan, betina mengeluarkan  urine setelah  dikawinkan, suhu udara terlalu  panas, pejantan terlalu  sering dikawinkan, betina mandul, gizi makanan kelinci tidak memenuhi syarat, kelinci terlalu gemuk (sel telur terbungkus lemak), penyakit kelamin  dan keracunan, kegagalan  bunting juga bisa disebabkan oleh kondisi pejantan lemah.  Kelinci mempunyai potensi biologis  yang tinggi  karena dapat dikawinkan kapan saja asal sudah dewasa kelamin. Kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang sangat pesat, satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8 sampai 10 ekor anak. Namun apabila kelinci betina dikawinkan terlalu dini akan mengakibatkan meningkatnya resiko kem atian anak dan terganggunya kesehatan induk kelinci

Produktifitas kelinci dipengaruhi 2 faktor utama yaitu genetik dan lingkungan. Faktor internal seperti genetik menentukan kemampuan produksi, sedangkan faktor eksternal atau lingkungan merupakan pendukung supaya ternak mampu  berproduksi sesuai dengan  kema mpuannya. Faktor lingkungan meliputi  pakan,  perkandangan,  pemeliharaan  penyakit  dan  iklim.  Faktor  gentik  dan  lingkungan memiliki  hubungan sinergis,  jika  ternak  memiliki  potensi  genetik  unggul  tanpa didukung  faktor eksternal  yang baik, produksinya tidak akan maksimal, begitu  pula sebaliknya.  Dalam  peternakan kelinci pakan yang diberikan harus seimbang, tidak asal cukup atau banyak. Pakan yang diberikan tidak hanya hijauan tetapi juga ditambahkan konsentrat, hay (rumput kering),  biji  – bijian  dan umbi – umbian. Pemberian pakan yang bermutu rendah dalam waktu lama dapat menyebabkanpertumbuhan terhambat, sedangkan pada induk bunting dapat menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati. Reproduksi Kelinci Umur pertama kawin kelinci adalah suatu keadaan dimana organ  – organ reproduksi  mulai  berfungsi.  Pada  masa  ini  ternak  kelinci  siap  dikawinkan. Kelinci  pertama  kali dikawinkan saat berumur minimal 6,5 bulan. Pada perkawinan ini induk yang estrus dimasukkan ke dalam kandang kelinci  jantan dan dibiarkan untuk dikawini pejantan. Ciri – ciri perkawinan terjadi adalah jika pejantan menjatuhkan tubuhnya dengan posisi penis masih melakukan penetrasi ke vagina (kopulasi). Setelah terjadi dua kali perkawinan, induk dikembalikan  ke kandangnya .Setelah kelinci dikawinkan, perlu diperiksa kondisi kelinci tersebut apakah perkawinan tersebut menghasilkan kebuntingan  atau  mengalami  kegagalan.  Pemeriksaan  dilakukan  dengan  cara  menguji  kembali, meneliti perkembangan perut kelinci betina dan memperhatik an nafsu makannya. Pengujian kembali

dilakukan satu minggu setelah perkawinan, dengan cara memasukkan kelinci betina ke dalam kandang pejantan, jika betina menolak atau tidak mau dikawini pejantan artinya kemungkinan  besar kelinci betina bunting . Selain  itu, pemeriksaan kebuntingan pada kelinci  dapat dilakukan dengan teknik palpasi yang dikenal dengan istilah palpasi percutan ventro caudal adalah dengan cara melakukan perabaan embrio bagian perut induk kelinci.  Palpasi dilakukan efektif antara 10 – 14 hari dan tidak efektif jika dilakukan sebelum 9 hari setelah tanggal dikawinkan. Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28 – 35 hari. Dengan rata – rata kebuntingan selama 31 hari.

Perkawinan yang baik akan menghasilkan persentase kebuntingan yang tinggi karena kelinci termasuk ternak yang berovulasi jika ada ransangan pada kelinci birahi. siklus birahi pada ternak kelinci berkisar antara 10 sampai dengan 14 hari.  Kelinci betina birahi akan menunjukkan perilaku gelisah  dengan menggosokkan  dagunya atau  menggosokkan  tubuhnya pada  tempat  minum,  tempat  pakan  dan benda-benda lain,  selain  itu juga menunjukkan perilaku  mendekatkan tubuhnya dengan kelinci di kandang terdekat. Kelinci betina birahi menunjukkan vulva dengan warna merah muda hingga merah gelap.  waktu  mengawinkan  kelinci  yang paling  baik  adalah  pada  saat  pagi  hari  atau  sore  hari. Keuntungan menggunakan sistem perkawinan alami karena bisa menentukan kualitas indukan yang digunakan. Jarak  kawin  kelinci  atau  jarak  waktu yang dibutuhkan oleh  kelinci  u ntuk melakukan perkawinan lagi setelah beranak yaitu minimal 10 hari dan maksimal hingga 25 hari. .

Faktor yang mempengaruhi litter size adalah umur, lingkungan dan pakan yang diberikan. Biasanya kelinci pada kelahiran pertama induk tidak mau menyusui anak dan sifat keibuan (mothering ability) yang buruk, hal ini menyebabkan anak kelinci menjadi mati. Lingkungan kandang juga berpengaruh terhadap jumlah litter size karena banyak hewan pengganggu seperti tikus hal ini menyebabkan induk kelinci menjadi stres karenamerasa terganggu. Temperatur sangat berpengaruh terhadap kebuntingan dan litter size, dimana kebuntingan terkecil dan litter size yang paling sedikit jika perkawinan dilakukan pada saat temperatur lingkungan tinggi. Pakan yang diberikan harus mencukupi kebutuhan nutrisi untuk induk kelinci. Umumnya litter size pada kelinci adalah 4 – 10 ekor.

Deimikan tulisan ini disampaikan, semoga memotivasi para pembaca dalam beternak kelinci dengan memperhatikan aspek reproduksi agar beternak kelinci menghasilkan keuntungan optimal.

Perbandingan Penampilan Reproduksi Kambing Saanen Dengan Peranakan Etawa dan Produktivitasnya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Kambing perah merupakan ternak ruminansia yang memiliki potensi untuk menjadi penghasil susu segar untuk memenuhi kebutuhan susu di Indonesia. Potensi tersebut  salah satunya disebabkan karena nilai gizi dan daya serap susu kambing dapat bersaing dengan sus u sapi. Ditambah lagi dengan potensi susu kambing yang dapat menjadi pengganti susu sapi bagi orang yang alergi. Fenomena ini membuat pemeliharaan kambing perah menjadi banyak diminati. Susu  dari kambing PE mempunyai potensi  sebagai obat dari beberapa penyakit seperti asma, TBC, obat kuat dan pemulihan kesehatan. Jenis kambing yang sudah tersebar luas di Indonesia diantaranya adalah kambing Saanen dan kambing PE.

Kambing  Saanen merupakan  kambing perah  yang  berasal  dari  lembah Saanen  di  Swiss (Eropa)  dan  saat ini  sudah  menyebar  di  berbagai  negara  termasuk  Indonesia.  kambing Peranakan Etawa atau sering kita sebut  kambing PE, adalah kambing hasil  silang antara kambing lokal Indonesia dengan kambing Etawah. Kambing Saanen dan PE, secara genetik mempunyai potensi sebagai penghasil susu.

Pemeliharaan kambing perah untuk  dijadikan sebuah usaha membutuhkan  jenis kambing perah yang memiliki performa yang dapat dioptimalkan dengan baik. Kambing Saanen dan kambing PE merupakan dua jenis kambing perah yang telah tersebar di Indonesia. Perbandingan antara kambing Saanen dan kambing PE perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana performa diantara kedua kambing tersebut.

Penampilan ternak kambing perah salah satunya adalah tampilan reproduksi , merupakan bagian penting dari produktivitas ternak kambing perah. Penampilan reproduksi  atau sifat reproduksi  adalah semua aspek yang menyangkut reproduksi  ternak. Pengetahuan tentang penampilan reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Salah satu penampilan kambing perah yang perlu diamati adalah tampilan reproduksi  atau sifat reproduksi meliputi semua  aspek  yang  menyangkut  reproduksi   ternak.  Pengetahuan  tentang  penampilan

reproduksi  ternak sangat penting untuk merencanakan proses perbaikan suatu peternakan yang meliputi perkawinan atau perbaikan manajemen. Performa reproduksi dapat tercermin dari service per conception (S/C), days open (masa kosong) , kidding interval ( Jarak kelahairan),dan  umur kawin pertama.

Rataan Penampilan Reproduksi (S/C, Days open, Kidding interval dan UKP) Kambing Saanen dan PE

Service per conception (S/C)

Rataan service per conception kambing  Saanen lebih pendek  dari kambing PE. Rataan service per conception kambing Saanen lebih pendek dikarenakan pejantan dan induk pada kambing Saanen mempunyai tingkat kesuburan lebih baik daripada kambing PE, dimana salah satu faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya service per conception adalah faktor kesuburan pejantan dan induk.

Days open (masa kosong)

Rataan days open kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE yang diperkirakan

karena service per conception kambing Saanen yang lebih rendah dari kambing PE.. Semakin lama days open pada kambing maka akan berpengaruh terhadap masa laktasi dan produksi susunya. days open (masa kosong) secara langsung memengaruhi selang beranak pada masa laktasi  yang sedang berjalan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap produksi susu selama hidupnya. days open dipengaruhi oleh service per conception. Hal ini terlihat dari serviceper conception dari kambing Saanen lebih kecil dari kambing PE.

Kidding interval (selang beranak)

Rataan Kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Semakin lama jumlah  hari  selang  beranak  akan  menurunkan  rata-rata produksi cempe yang dihasilkan per tahun. Semakin lama selang beranak juga akan menurunkan masa produktif kambing tersebut. Rataan kidding interval kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, disebabkan karena days open dan service per conception pada kambing Saanen nilainya lebih rendah dari kambing PE . Panjang pendek selang beranak tergantung keberhasilan setelah partus, artinya berhubungan dengan masa kosong dan angka kawin per kebuntingan. Semakin singkat masa kosong atau semakin cepat ternak bunting kembali setelah beranak maka akan semakin pendek sela ng beranak.

Umur kawin pertama

Rataan umur kawin pertama kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE, karena pencapaian dewasa kelamin dan dewasa tubuh pada kambing Saanen lebih cepat daripada kambing PE. Umur kawin pertama dipengaruhi oleh pencapaian dewasa kelamin, juga dipengaruhi oleh pencapaian dewasa tubuh.  Pertambahan bobot badan kambing Saanen umumnya lebih cepat dalam mencapai kriteria bobot badan yang ideal untuk  dikawinkan  daripada kambing PE.  Kambing idealnya dikawinkan  saat tercapai dewasa tubuh yakni pada umur 10-12 bulan dengan rataan bobot 30-40 kg.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dat memperkaya hasanah perbendaharaan pengetahuan  para pembaca dalam menetukan pilihan ter abik dalam beragribisnis kambing. Dalam hal ini Penampilan reproduksi kambing Saanen lebih baik dari kambing PE dilihat dari Service per Conception, Days Open, kidding interval dan umur kawin pertama, yang tentunya  berdampak terhadap produktivitas kambing tersebut.

Kiat Mendongkrak Populasi Sapi Potong

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Industri peternakan sapi potong merupakan industry biologi   dan   usaha   pembibitan merupakan pabrik  yang  memproduksi bibit/pedet. Upaya meningkatkan  populasi sapi potong dapat dilakukan dengan   cara  memelihara   sapi   betina  produktif  dengan   menerapkan  perbaikan   pakan,  bibit, perkawinan IB atau alam, serta manajemen  pemeliharaan  yang  baik.  Performan sapi potong dapat diperbaiki  melalui  teknologi  reproduksi  dan perbaikan  bibit.  Untuk meningkatkan mutu  genetik (genetic improvement) melalui seleksi pembentukan  ternak  unggul  dapat  juga dilakukan melalui grading up sistem perkawinan silang yang keturunanya selalu disilangbalikan (back  crossing)  dengan bangsa    pejantan. Tujuan  mengubah  bangsa  induk  menjadi bangsa pejantan melalui inseminasi buatan atau kawin alam. Faktor yang memengaruhi tingkat keberhasilan IB seleksi pada sapi pejantan yang tepat, kualitas dan jenis sapi betina yang akan di IB, penampungan semen, penilaian  kualitas semen,  proses pengenceran,  proses  penyimpanan semen,     proses pengangkutan semen,  p roses inseminasi, pencatatan sapi induk yang sudah di IB, serta bimbingan  penyuluhan pada peternak sapi potong.  Jika salah  satu langkah atau proses di atas ada yang tidak sesuai atau tidak prosedural maka program  inseminasi  buatan bisa terancam  gagal.  Program  IB merupakansalah   satu   pilihan  yang tepat   yang  dapat diandalkan  dalam  memperbanyak    populasi ternak.

Sumber pertumbuhan produktivitas yang utama adalah perubahan teknologi yang lebih  maju dan bersifat tepat guna. Upaya meningkatkan   produksi   ternak  sapi  potong dapat dilakukan dengan cara perkawinan  IB dan alam.  Inseminasi  buatan (IB)  bertujuan memperbaiki  mutu  ternak  yang dihasilkan sebab bibit berasal dari pejantan yang unggul atau pilihan .  Aplikasi IB akan lebih efisien karena tidak  mengharuskan pejantan unggul dibawa ke tempat  betina, cukup dengan membawa semennya saja. Hasil IB dapat meningkatkan  angka  kelahiran  dengan  cepat dan teratur serta dapat mencegah terjadinya penularan atau penyebaran penyakit kelamin pada ternak. Dibandingkan dengan cara kawin alam (INKA), lebih banyak keuntungan yang akan diperoleh peternak dengan menggunakan cara IB. Peternak juga akan menghemat biaya pemeliharaan sapi jantan.

Hasil   IB  dapat menghasilkan  produksi   sapi potong yang lebih  baik,  dari  sisi  kuantitas maupun kualitasnya. Target yang ditetapkan untuk Service per Conception (S/C) di bawah 1,6 dan Conception Rate (CR) lebih besar dari 62,5%. Pelaksanaan IB   pada ternak dapat meningkatkan populasi ternak sapi potong apabila angka kebuntingan yang tinggi dapat    dicapai    dan    angka   kematian    dapat ditekan, serta jarak beranak yang optimal. Perbaikan teknologi      reproduksi dan bibit sapi sangat dibutuhkan untuk peningkatan mutu genetik (genetic improvement) melalui  seleksi, pembentukan ternak  komposit, maupun up grading  yang dapat dilakukan dengan perkawinan alam maupun IB Perkawinan  melalui  IB  dapat  diatur waktu perkawinanny a dengan  mepercepat  umur dan waktu beranak pertama  pada umur 26-36 bulan.

Peluang  peternakan sapi potong di dalam  negeri untuk mencukupi kebutuhan daging sapi secara nasional, dapat dilakukan  dengan  cara  bekerjasama  usaha peternakan dengan pemerintah maupun dengan swasta. Subsistem hulu yang meliputi industri pembibitan sapi potong, industri pakan ternak, dan industri obat-obatan atau vaksin dapat melancarkan usaha.  Pembibitan sapi potong merupakan komponen fundamental dalam  perkembangan populasi sapi potong secara nasional . Agar   proses usaha pembibitan sapi berjalan  aman, dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk   membantu berbagai  fasilitas.   Fasilitas yang harus terpenuhi antara lain lokasi kandang karantina, kandang sapi bunting, juga kandang  sapi berahi,  dan persiapan  IB  yang harus  memenuhi  standar  usaha sapi pembibitan. Peningkatkan produksi sapi potong dapat dilakukan melalui IB, penanganan gangguan reproduksi, dan bantuan pakan. Dengan mengintroduksikan IB, penanganan gangguan reproduksi dan bantuan pakan pada sapi potong betina, dapat dijaga performa dan diatur dengan  baik  kelahirannya, sekaligus dapat mengantarkan peternak untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

Demikian  tulisan  ini  Disampaikan  ,  semoga  bermamfaat  dalam  upaya meningkatkan    kapasitas produksi   ternak   sapi melalui  optimalisais  Penerapan  IB, Pemberian  pakan, dan  kapasitas SDM, merupakan salah  satu upaya dalam pemenuhan pangan asal hewan, meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat, dan pelaku usaha lainnya.

Pengendalian Penyakit Reproduksi Menular Dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Sapi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Penyakit reproduksi menular akan mengganggu proses reproduksi yang dapat berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi ternak. Gangguan reproduksi pada sapi potong dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah yang bersifat tidak menulari (non infectious agent) dan yang bersifat menular (infectious agent). Penyakit reproduksi menular dapat mengakibatkan abortus, pyometra, endometritis, kematian embrio, kemajiran, plasenta tertahan, kerusakan syaraf pusat dari fetus, sterilitas pada pejantan. Dengan demikian akibatnya gangguan reproduksi pada ternak akan merugikan para peternak dan secara nasional tentunya akan .rnemperlambat laju peningkatan populasi ternak di dalam negeri . Terdapat enam penyakit reproduksi menular   diantaranya dilaporkan telah tersebar kejadiannya di Indonesia, yaitu Brucellosis, IBR, BVD, Leptospirosis, Bluetongue dan Toxoplasmosis .

Berdasarkan  kejadian  penyakit,  ternyata  terdapat  empat  pola  utama  cara penularan penyakit reproduksi menular dari satu hewan ke hewan lainnya, dari pejantan ke pejantan maupun dari hewan betina ke betina atau dari jantan ke betina dav sebalikya, yaitu:

Penularan melalui mulut/hidung (tertelan/terhisap

Infeksi penyakit dapat terjadi karena hewan menelan/menghisap bahan-bahan (pakan/debu/udara/air) di lingkungan yang tercemar . Penyakit yang dapat menempuh cara ini adalah penyakit Listeriosis, Toxoplasmosis (melalui kotoran hewan), Mikosis (pakan tercemar jamur aspergillus), Leptospirosis (terkena urin hewan terinfeksi), Brucellosis (bahan bahan ikutan pada saat terjadi aborsi), serta IBR dan BVD (terkena lendir mukosa hewan terinfeksi) .

Penularan karena kontak seksual secara timbal balik

Penyakit ini menular karena terjadi kontak seksual, tidak terjadi penularan karena menelan atau menghisap agen penyakit atau melalui gigitan serangga . Penyakit dapat menular baik dari pejantan terinfeksi ke hewan betina ataupun sebaliknya. Penyakit Vibriosis dan Trichomoniasis dapat menempuh cara penularan ini.

Penularan penyakit karena kontak seksual searah melalui semen

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penularan ini adalah Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue. Pusat pusat inseminasi buatan (1B) dapat menjadi sumber penyebar penyakit tadi bila pejantan unggulnya sebagai sumber semen tidak bebas dari penyakit tersebut.

Penularan melalui gigitan serangga

Hanya ada satu penyakit reproduksi menular yang cara penularannya dapat melalui cara ini, yaitu penyakit Bluetongue. Penyakit dibawa oleh serangga setelah menghisap darah hewan terserang Bluetongue pada saat terjadi viremia .

Pendekatan dalam pengendalian penyakit dapat dilakukan sebagai berikut

Pengendalian penyakit dalam kelompok

Didasarkan pada cara penularan penyakit yang dapat terjadi secara horizontal antar individu, maka pendekatan dalam kelompok diarahkan pada pengendalian penyakit secara individu di dalam kelompok itu sendiri . Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah penularan dari satu individu hewan sakit/pembawa penyakit ke hewan lainnya dalam kelompok hewan itu . Kondisi yang baik adalah semua individu pada kelompok tersebut telah bebas dari penyakit menular. Penyakit reproduksi menular yang dapat disembuhkan melalui pengobatan (menggunakan antibiotik, dsb.) dapat dipertahankan dengan prosedur tertentu, sementara penyakit yang tidak dapat disembuhkan clan dapat bertindak sebagai sumber penularan di uji dan bila positif kemudian dipotong (test and slaughter) . Brucellosis termasuk dalam prosedur diuji dan dipotong.

Pengendalian penyakit antar kelompok

Pengendalian penyakit antar kelompok dimaksudkan agar kelompok hewan yang bebas dari penyakit tidak terjangkit oleh penyakit menular dari hewan yang berasal dari kelompok lainnya yang terjangkit penyakit. Untuk itu perlu dilakukan prosedur ketat bagi hewan yang akan diintroduksi ke dalam kelompok. Seleksi hewan-hewan baru dan prosedur karantina hewan merupakan hal yang perlu dilakukan .Hewan baru yang akan masuk ke dalam kelompok adalah hewan yang bebas penyakit reproduksi menular untuk menjamin status kesehatan kelompok. Demikian halnya dengan penggunaan semen dalam program IB, hanya semen dari pejantan bebas penyakit reproduksi menular yang dapat digunakan pada sapi betina di kelompok hewan tersebut.

Rekomendasi strategi pengendalian penyakit

Sangat ideal bila setiap individu yang ada dalam kelompok merupakan hewan yang terbebas penyakit reproduksi menular. Pemeriksaan individu secara serologis dan atau isolasi agen penyakit sebagai upaya diagnosis penyakit dilakukan pada saat awal upaya agribisnis. Bila terdapat hewan terjangkit penyakit reproduksi menular, pembebasan hewan dari penyakit dapat dilakukan dengan cara pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Bila penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan (seperti Brucellosis, Trichomoniasis) maka hewan tersebut dipotong. Pada kondisi dimana kelompok hewan selalu dalam ancaman penyakit reproduksi menular, seperti pada daerah endemik, atau sulitnya pengaturan keluarmasuknya hewan ke dalam kelompok tersebut, maka tindakan vaksinasi adalah cara terbaik.

Tingkatkan biosekuritas

Biosekuritas diartikan mencegah masuknya atau keluarnya agen penyakit ke wilayah kelompok atau populasi tertentu. Prinsip pertama adalah lokasi kelompok hewan yang cukup jauh dari jalur transportasi/lalu-lalang hewan yang dapat membawa penyakit yang dapat menyerang hewan kelompok atau lokasi peternakan cukup terpisah jauh dari kelompok lainnya . Kedua adalah adanya pemisah yang dapat mencegah masuknya hewan pembawa penyakit (satu spesies, hewan lain yang mampu membawa penyakit) ke wilayah kelompok, seperti pagar pembatas dan sebagainya . Ketiga adalah pengelolaan hewan masuk/keluar dari kelompok, termasuk pengelolaan petugas kandang, kendaraan pembawa pakan, petugas dari dinas, penjaja obat-obatan/vaksin hewan, serta prosedur penanganan hewan sakit, pemotongan atau pemusnahan hewan sakit/mati.

Inseminasi buatan (IB) dapat mencegah penularan penyakit reproduksi menular yang cara penularannya melalui kontak seksual dan semen. Hanya semen yang berasal dari pejantan bebas penyakit reproduksi (Brucellosis, Vibriosis, Trichomoniasis, IBR, BVD dan Bluetongue) yang digunakan untuk kelompok ternak tersebut.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat menambah wawasan bahwa keberadaan penyakit reproduksi menular akan menurunkan efisiensi reproduksi ternak. penerapan pencegahan dan pengendalian penyakit perlu dilakukan secara seksama, baik oleh pemerintah serta peternak sapi potong, guna mendukung keberhasilan pengembangan usaha agribisnis sapi potong di Indonesia.

Penanggulangan Kasus Kemajiran Pada Ternak Sebagai Upaya Optimalisasi Kesehatan Reproduksi

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari dan telah lama diusahakan petani  di  Indonesia,  khususnya ternak  sapi  potong  merupakan  ternak penghasil  bahan makanan berupa daging yang memiliki kandungan protein tinggi serta mempunyai arti cukup penting  bagi  kehidupan  Masyarakat. Tujuan utama beternak  adalah  untuk  menghasilkan ternak yang dapat tumbuh dan berproduksi cepat secara ekonomi. Pertumbuhan dan reproduksi, keduanya dikendalikan oleh kerja hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus  berfungsi secara baik . Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan  kesuburan atau  kemajiran  pada ternak  adalah  ketidakseimbangan hormon reproduksi.

Kondisi  nyata  di  lapangan  /  di tingkat  peternak  masih  sering  terjadi  adanya  gangguan reproduksi  atau  gangguan  kesehatan  sapi betina,  tentunya     kondisi tersebut     akan menurunkan tingkat kesuburan dan bahkan dapat menyebabkan kemajiran. Kesuburan (fertilitas} adalah  kemampuan sapi betina untuk bunting, melahirkan anak hidup setiap 12 bulan. Sedangkan  kemajiran (ketidaksuburan) adalah keadaan dimana  seekor sapi betina hanya mampu melahirkan dengan jarak kelahiran lebih panjang dari 12 bulan. Istilah ini juga dipakai bagi sapi betina yang sulit menjadi bunting. Keadaan ekstrim dari kemajiran adalah sterilitas, dimana  sapi tidak mampu untuk bunting  sama sekali. Sapi yang steril biasanya dipotong  karena  merugikan  untuk  dipelihara,  kecuali  dimamfaatkan  untuk  tenaga  Tarik gerobak. Gangguan   reproduksi       adalah  berkurangnya kemampuan   individu         untuk menghasilkan  anak secara normal.

Kesalahan    pengelolaan    reproduksi   dapat    mendorong   terjadinya   penurunan kesuburan pada ternak , dan mengakibatkan kerugian. Dalam pengelolaan reproduksi ternak yang baik , dapat menghasilkan keuntungan yang besar, faktor produksi yang harus mendapat perhatian adalah pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak . Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormon reproduksi konsentrasinya cukup  di dalam darah dan sanitsi yang memadai

Daya reproduksi yang baik  tanpa  ada  kasus  kemajiran dapat  meningkatkan efisiensi reproduksi. Tinggi  rendahnya  efisiensi  reproduksi ditentukan  oleh indeks  fertilitas  yaitu angka  kebuntingan   (conception  rate),  jarak  antar  melahirkan  (calving  interval),  jarak waktu antara  saat  melahirkan  sampai  bunting  kembali (service  period),  jarak  waktu antara  saat  melahirkan  dengan  munculnya  birahi  yang pertama  (day  open),  angka perkawinan  per kebuntingan  (service per Conception),  angka kelahiran  (calving rate). Efisiensi  reproduksi  akan  meningkatkan  produktivitas  ternak  mereka,  berarti  memberi keuntungan   dan  pendapatan   yang   lebih   tinggi.    Sem ua   ini  tergantung    pada k em am puan  peternak    dalam  memahami  siklus  birahi,  gejala  birahi,  detek si birahi, ransum pakan,  cara pertolongan  kelahiran,  praktek beternak  yang baik , program vaksinasi, penanganan  pedet, pengelolaan  sapi dara, dan lain – lain.

Upaya  untuk  pencegahan  terhadap  kasus  gangguan  reproduksi,  perlu  adanya pemeriksaan   secara   rutin   setiap   bulan   pada   ternak  betina   oleh   petugas kesehatan  reproduksi    meliputi     pemeriksaan    melalui     eksplorasi     rektal, pengobatan  pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain – lain . Pertumbuhan   dan   reproduksi,   keduanya   dikendalikan   oleh   kerja   hormon. Supaya reproduksi tersebut efisien, semua hormon harus berfungsi secara baik . Salah  satu  faktor  yang  dapat  menyebabkan  terjadinya penurunan  kesuburan atau   kemajiran  pada  ternak   adalah   ketidakseimbangan   hormon  reproduksi. Hormon reproduksi  adalah hormon  yang  mempunyai sasaran  akhir  pada  alat reproduk si   pada   alat   reproduksi .   Beberapa   teknologi   mutakhir   yang  telah diciptakan  meliputi  induk si  birahi,  penanganan   kasus  infertilitas,   inseminasi buatan,   super   ovulasi   dan  embrio  transfer ,digunakan untuk  meningkatkan efisiensi  reproduk si ternak dan mengatasi  gangguan  reproduk i.

Demik ian tulisan  ini disampaikan,  semoga ada  manfaatnya bagi praktisi peternakan dan para peternak dan dapat menambah perbendaharaan  keilmuan, sehingga  optimalisasi  efesiensi reproduk si ternak dapat meningkatkan populasi dan pada ahirnya pendapatan peternak  meningkat.

Dasar Fungsional Medik Veteriner

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara

C.I.T.C.

Cinagara Information Training Center

Dasar Fungsional Medik Veteriner


Pelatihan Dasar Fungsional Medik Veteriner diperuntukan bagi aparatur (medik veteriner) untuk meningkatkan kompetensi medik veteriner (dokter hewan) dalam tugas dan fungsinya dalam pelayanan di bidang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
Rp 3,65
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    21 Hari (14 Hari Online, 7 Hari Offline)
  • Syarat peserta :
    - Aparatur
    - Dokter Hewan
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :

Dasar Fungsional Paramedik Veteriner

Dasar Fungsional Paramedik Veteriner


Pelatihan dasar fungsional paramedik veteriner diperuntukan bagi aparatur (paramedik veteriner) untuk meningkatkan kompetensi paramedik veteriner dalam tugas dan fungsinya membantu dokter hewan dalam pelayanan di bidang pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
Rp 3,5
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    7 Hari Online 7 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur
    - Paramedik veteriner
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :

Teknis Kesehatan Hewan

Teknis Kesehatan Hewan


Pelatihan Teknis Keswan diperuntukan bagi petugas yang secara aktif bertugas sebagai tenaga kesehatan hewan maupun teknis peternakan (Paramedik Veteriner) untuk meningkatkan kompetensi petugas yang membidangi keseharan hewan guna membantu dokter hewan dalam pelaksanakanan kegiatan kesehatan hewan.
Rp 3,25
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    7 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Petugas yang secara aktif bertugas sebagai tenaga kesehatan hewan maupun teknis peternakan (Paramedik Veteriner);
    - Membawa Surat Keputusan (SK) atau Surat Rekomendasi sebagai Petugas Paramedik yang ditetapkan oleh Kepala Dinas/Pejabat Berwenang;
    - Membawa surat tugas dari Instansi asal peserta
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :

Pelatihan Pengambil Contoh (PPC)

Pengambil Contoh (PPC)


Pelatihan Pengambil Contoh (PPC) adalah program pelatihan yang dirancang untuk melatih individu dalam teknik pengambilan sampel yang tepat dan representatif dari berbagai sumber, baik untuk keperluan diagnostik, penelitian, pengawasan, maupun pengendalian mutu. Pelatihan ini penting untuk memastikan bahwa sampel yang diambil memenuhi standar kualitas dan keamanan yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut
Rp 2,55
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    5 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur dan Non Aparatur
    - Berpendidikan Minimal D3 Bidang eternakan/Kesehatan Hewan
    - Telah berpengalaman bekerja di bidang kesehatan masyarakat veteriner
    - Secara penuh selama satu tahun
    - Direkomendasikan oleh atasan, dibuktikan dengan surat penugasan;
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :]
Skip to content