Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Kejadian  Escherichia coli  Pada  Pedet Dan Cara Mengatasinya

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Diare pada anak sapi merupakan salah satu per m a sa l a han  ya ng  ser i us  da l a m  usa ha peternakan sapi perah. Tingginya kejadian diare dapat  mengakibatkan  kerugian yang  besar untuk peternak  karena meningkatnya biaya  untuk  pe ngoba ta n  ba hka n  m e ni m bul kan kematian. Diare dapat disebabkan oleh agen non infeksius maupun agen infeksius, yang salah sat unya yait u bak ter i E.coli serotipe enterotoksigenik ( enterotoxigenic E. coli, ETEC). Diare yang disebabkan oleh agen infeksius biasanya berkaitan dengan adanya ETEC, Cryptos – poridium parvum , virus rota, virus corona, atau beberapa kombinasi dari mikrob patogen tersebut.

Infeksi akibat ETEC dapat menimbulkan diare yang akut pada pedet sapi. Diare akibat ETEC ini dapat menimbulkan diare non  hemoragik yaitu pengeluaran cairan yang cepat, tidak ada perdarahan, dan kadang tidak disertai demam . Diare pada pedet sapi akan menunjukkan gejala klinis hewan mengalami depresi, letargi dan diikuti anoreksia, dehidrasi, suhu tubuh subnormal, kulit dingin, mukosa pucat, pembuluh darah kolaps dan apnea.

E. coli merangsang pengeluaran enterotoksin untuk mengaktivasi adenilat siklase yang terdapat di membran basolateral enterosit vili usus. Adenilat siklase yang teraktivasi akan meningkatkan produksi cyclic adenosin monophosphate  (cycl ic- AMP) di intrasel, sehingga menghambat penyerapan ion sodium dan air oleh enterosit vili usus.

Penggunaan antibiotik untuk  pengobatan  diare akibat  infeksi   E. coli  sudah berkurang efektifitasnya.  Penurunan efektifitas antibiotik tersebut karena munculnya resistensi antibiotik. Beberapa  jenis  antibiotik   yang mengalami resisten terhadap E.coli meliputi ampisilin, sefdinir, ko-t r i moksazol , kloksasillin,   eritromisin, linkomisin, penisilin, rifampisin, tetrasiklin dan vankomisin.

Diare akibat infeksi E. coli dapat  menimbulkan  banyak  kehilangan  cairan  maupun elektrolit dalam tubuh. Kehilangan cair an dan elektrolit yang parah dapat mengakibatkan hewan mengalami dehidrasi dan terjadinya ketidakseimbangan asam basa cairan tubuh . Dehidrasi  pedet  berbahaya  karena  dapat  menyebabkan  kehilangan cairan tubuh  yang berlebihan sehingga pedet  kehilangan elektrolit yang  penting  untuk metabolism pedet. Dehidrasi  yang  parah dapat  berlanjut  menjadi  asidosis  yang  kemudian  berujung  pada kematian.Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti  E. coli  (kolostrum  hiperimum) dapat  dijadikan salah satu  cara lain  untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan.

Cara paling efektif untuk  mengatasi dehidrasi  adalah dengan  menggantikan cairan yang hilang. Berikut beberapa hal yang perlu diingat saat melakukan rehidrasi anak sapi:

  • Tempelkan dua jari ke  dalam mulut  anak  sapi  untuk melihat  apakah ia  akan menghisap. Jika anak sapi masih memiliki refleks menyusu, kemungkinan  besar ia hanya mengalami dehidrasi ringan dan dapat diberikan elektrolit oral.
  • Jika anak sapi mengalami dehidrasi yang  lebih parah, mereka tidak akan mampu berdiri dan matanya akan cekung. Jika hal ini terjadi, mereka memerlukan cairan infus.
  • Pastikan larutan  elektrolit  mengandung garam,  kalium,  sumber  energi  seperti glukosa, dan asam amino seperti glisin atau alanin . Ini akan memastikan produk melakukan tugasnya untuk merehidrasi betis secara efektif.
  • Siapkan botol terpisah untuk elektrolit dan obat-obatan, serta botol terpisah untuk kolostrum. Hindari penggunaan botol  atau selang secara bergantian dan pastikan untuk membersihkan dan mendisinfeksi peralatan makan setelah digunakan.
  • Lanjutkan pemberian elektrolit hingga pedet  berhenti  diare, meski terlihat sudah pulih, karena masih berpotensi mengalami dehidrasi.
  • larutan elektrolit dirancang untuk menggantikan elektrolit yang dengan cepat keluar dari tubuh  anak  sapi  akibat  diare. Pastikan memilih  produk yang  mengandung natrium klorida atau garam (NaCl), Kalium (K), sumber energi seperti glukosa, dan asam       amino       seperti       glisin       atau       alanin .       Bahan       lain       yang termasuk asetat atau propionat untuk   membantu    anak    sapi    mempertahankan natrium dan air, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan berpotensi mencegah asidosis.

Pengebalan pasif menggunakan kolostrum sapi yang mengandung imunoglobulin G (IgG) anti E. coli (kolostrum hiperimum) dapat dijadikan salah satu cara lain untuk pengendalian kejadian kolibasilosis pada pedet sapi di lapangan. Demikian     tulisan  ini  disampaikan  , semoga  bermamfaat  dan     dapat  menambah perbendaharaan wawasan   dalam penanganan pertama terhadap pedet  yang terinfeksi E.coli dan diare.

 

 

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati

Pangan Rakyat Soal Hidup atau Mati
(Petikan Pidato Bung Karno Tahun 1952)

[:IN]Saya diminta untuk meletakkan batu pertama dari Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia. Permintaan itu Insya Allah nanti akan saya penuhi, tetapi sebelum itu, saya hendak menyampaikan beberapa kata lebih dahulu.

Dengan sengaja pidato saya ini saya tuliskan, agar supaya merupakan risalah yang nanti dapat dibaca dan dibaca lagi dan dibaca lagi oleh pemuda-pemudi kita, bukan saja dari sekolah tinggi ini, tetapi dari seluruh tanah air kita. Malah, sekarang pun saya mengarahkan kata kepada pemuda-pemudi di seluruh Indonesia itu. Sebab apa yang hendak saya katakan itu, adalah amat penting bagi kita, amat-penting bahkan ”mengenai soal mati-hidupnya” bangsa kita di kemudian hari. Karena itu, pidato saya ini agak panjang , dan peletakan batu pertama dari pada Gedung Fakultas Pertanian tak dapat kulakukan pada saat yang dirancangkan.

Ya, pidato saya ini mengenai hidup mati bangsa kita di kemudian hari. Oleh karena soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat. Cukupkah persediaan makanan rakyat kita di kemudian hari? Kalau tidak, bagaimana caranya menambah persediaan makanan rakyat itu? Peristiwa sebagai yang kita hadiri sekarang ini, ialah perletakan batu-pertama dari pada suatu sekolah tinggi pertanian, adalah suatu kesempatan yang baik untuk menyampaikan kata-kata langsung kepada pemuda-pemudi, yang dalam tangan merekalah mati-hidupnya bangsa kita di kemudian hari.

Pemuda-pemudi! Engkau sekarang hidup dalam satu zaman yang penuh dengan soal-soal, satu zaman yang penuh dengan problem. Salah satu dari pada problem-problem itu ialah problem makanan rakyat. Engkau telah mengalami sendiri; di waktu akhir-akhir ini surat kabar-surat kabar dan tuturan di kampung-di kampung penuh dengan kata-kata; harga beras naik gila-gilaan, di sana-snini ada mengancam bahaya kelaparan, di desa ini dan di desa itu ada orang makan bonggol pisang, di daerah itu dan di daerah sana ada terdapat hoongeroedeem, di dukuh anu ada orang bunuh diri karena tak mampu memberi makan kepada anak-isterinya, dan lain-lain tuturan sebagainya lagi.

Dan sebagaimana biasa, selalu ada saja seorang yang dikambing hitamkan yang harus memikul segala kesalahan, atau segerombolan orang-orang yang dikambing hitamkan, karena disangka telah berbuat segala kesalahan. Terutama sekali orang-orang yang duduk dalam badan-badan pemerintahan harus bersedia menjadi kambing hitam itu, yang di atas kepalanya diturunkan segala hujan-hujan tuduhan yang segar-segar, yakni harus bersedia dijadikan orang yang selalu dihantam, yang kepalanya seperti ”kop van jut”.

Siapa yang sebenarnya salah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita selidiki beberapa kenyataan yang mengenai persediaan beras.
Menurut statistik 1940, bangsa kita di dalam satu tahun itu rata-rata , dus tiap-tiap orang , memakan 86 kg beras. Ini belum terhitung jagung, belum terhitung ubi kayu, ubi jalar, kacang-kacang dan lain-lain sebagainya.

Kalau kita memakai angka tahun 1940 itu sebagai dasar berapa beraskah yang kita butuhkan untuk sekarang? Sekarang jumlah rakyat kita ialah 75.000.000 jiwa. Maka beras yang kita butuhkan untuk memberi tiap-tiap orang 86 kg beras setahun ialah: 75.000.000 x 86 kg = 6.450.000.000 kg atau dengan sebutan lain: 6,45 milyun (juta) ton yang kita butuhkan. Sekali lagi, yang kita butuhkan sekarang. Tetapi berapa persediaan beras kita sekarang? Artinya berapa produksi sawah-sawah ladang kita kalau dibandingkan dengan tahun 1940 tidak mundur, tetapi jumlah itu toh tidak mencukupi kebutuhan: hasil padi kita setahunnya sekarang hanya 5,5 milyun ton lebih sedikit. Padahal kebutuhan hampir 6,5 milyun ton. Itulah sebabnya kita kekurangan beras. Itulah sebabnya kita tiap-tiap tahun harus membeli beras dari luar. Dari Siam, dari Saigon, dari Birma. Ini tahun saja kita harus mencari beras 700.000 ton, atau 700.000,000 kg. Dan ketekoran kita makin lama makin bertambah.

Engkau mengetahui bangsa kita selalu bertambah jumlahnya. Di tahun-tahun yang akhir ini di tanah air kita tiap-tiap tahunnya dilahirkan bayi 2..000.000 orang dan di tiap-tiap tahunnya meninggal dunia 1.200.000 orang. Sekarang. Tidak lama lagi tambahnya penduduk Indonesia tiap tahunnya bukan 800.000 orang, tetapi 1.000.000 orang. Dan tidak lama lagi 1.000.000 orang ini menjadi 1,5 milyun orang, 1,75 milyun orang, 2 milyun orang.

Tambahnya penduduk amat cepat, tetapi tambahnya produksi beras amat pelan. Maka tiap-tiap tahun , met de reglmaat van een klok, tiap-tiap tahun, zonder ampun , tiap-tiap tahun mau tidak mau, mengaduh atau tidak mengaduh, kita menghadapi problem kekurangan beras, besok lagi 1.000.000 ton.

Itupun kalau kita setiap orangnya makan sekedar sebanyak makanan kita sekarang, dan tidak lebih. Padahal belum cukup makanan kita sekarang ini per orangnya, untuk bisa menjadi satu-bangsa yang sehat dan kuat.

Mari saya ambil angka-angka tahun 1940. Di dalam tahun itu jumlah makanan di Indonesia, kalau dibagi rata-rata antara rakyatnya, menjadi 86 kg beras per orang, 38 kg jagung, 162 kg ubi kayu, 30 kg ubi jalar.
Bilamana angka-angka ini diperhitungkan dalam nilai kalori, maka jumlah kalori yang dimakan oleh satu orang setahun ialah 624.960 atau 1.712 kalori seorang sehari. Dus kalau kita sudah senang dengan 1.712 (bundaran 1.700) kalori seorang sehari saja, kita sudah menghadapi tekor beras tiap tahun sekarang 700.000 ton, nanti 800.000 ton, nanti lagi 1.000.000 ton.

Sudahkah kita senang dengan 1700 kalori seorang sehari sebagai dalam tahun 1940 itu? Kemarin dulu aku suruh menanya kepada Dr Purwosudarmo, sekretaris Panitia Negara Perbaikan Makanan, berapa kalori dimakan oleh bangsa Indonesia seorang sehari sekarang, dan berapa kalori seharusnya untuk menjadi satu bangsa yang sehat dan kuat. Beliau menjawab 1850 kalori seorang sehari sekarang, dan harus dijadikan 2250 kalori seorang sehari di kemudian hari. Maka akan mulai menghitung. Aku mengambil misalnya tahun 1960, yaitu 8 tahun lagi dari sekarang. Tidak lama 8 tahun itu, yaitu sekedar satu jumlah tahun yang engkau butuhkan untuk menjadi pemuda-pemudi praktis dalam masyarakat. 1960!. Aku taksir jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu lebih kurang 83.000.000 jiwa yaitu 8.000.000 lebih dari pada sekarang. 8.000.000 orang ini harus juga kita beri makan. Maka marilah menghitung. Tadi telah kukatakan,bahwa tahun 1940 orang satu tahun memakan 624.960 kalori, yaitu 1712 satu orang satu hari. Kalau banyaknya kalori buat satu orang satu tahun kita biarkan sekian saja – yaitu 624.900 – tidak kita tambah – makan buat 8.000.000 orang itu harus kita adakan persediaan kalori 8.000.000 x 624.960 kalori = lebih kurang 5.000.000.000.000 kalori. Berapa beraskah ini? Ketahuilah: 100 gram beras merupakan 340 kalori. Maka engkau hitung, engkau akan mendapat 5.000.000 milyun kalori itu berarti lebih kurang 1.500.000 milyun gram beras, atau lebih kurang 1.500 milyun kg beras.

Coba pikirkan. Sekarang saja sudah tekor 0,7 milyun ton beras. Didalam tahun 1960 akan tekor 0,7 milyun ton beras + 1,5 milyun beras = 2,2 milyun ton beras. Itupun kalau kalori makanan rakyat kita perbiarkan pada 1712 kalori seorang sehari. Panitia Perbaikan Makanan minta 2250 kalori seorang sehari. Engkau barangkali ingin mengetahui angka-angka kalori makan rakyat di negeri-negeri lain?

Perhatikan, menurut perhitungan Food and Agriculture Organization, orang makan tiap hari; di India 2121 kalori, di Birma 2348 kalori, di Cuba 2918 kalori, di Malaya 2337 kalori, di Ceylon 2167 kalori, di IndoCina 2137 kalori, semuanya lebih banyak dari pada Indonesia. Di dalam angka-angka itu dimasukkan juga kalori dari bahan-bahan gajih (lemak). Berapa kalori yang dimakan orang kulit putih? Di Negeri Belanda setiap orang makan 2958 kalori, di Australia 3128 kalori, di Amerika 3249 kalori.

Pemuda-pemuda Indonesia – apakah engkau perbiarkan bangsamu hidup dari lebih kurang 1700 kalori seorang sehari? Tidak? Engkau ingin cita-cita Panitia Negara Perbaikan Makanan terlaksana? Dus 2250 kalori seorang sehari? Hitunglah sendiri, kalau begitu, berapa jumlah beras kita harus tambahkan kepada persediaan makanan rakyat, buat tahun 1960, yang berpenduduk 83.000.000 jiwa itu.

Mari kita hitung: 2250 kalori seorang sehari, dua 550 kalori lebih dari pada sekarang. Buat 75.000.000 penduduk yang sekarang sudah itu saja , ini berarti minta tambahan kalori 75 milyun x 550 x 365 (1 tahun = 365 hari) = lebih kurang 15.000.000 milyun kalori. Total kalori yang harus ditambah dus, 15.000.000 milyun kalori + 6.500.000 milyun kalori = 21.500.000 milyun kalori.

Dihitung dalam beras, 100 gram beras = 340 kalori, ini berarti 100/340 x 21.500.000 milyun gram beras = 6.300.000 milyun gram beras = 6,3 milyun ton. Menjadi : kalau kita mengingini bangsa kita dalam tahun 1960 makan 2250 kalori, seorang sehari, maka produksi makanan kita harus kita tambah dengan 6,3 milyun ton setahun, dalam bentuk beras, atau equivalentnya beras. Bagaimana kalau kita beri bentuk lain dari pada beras? Malah lebih lagi dari 6,3 milyun ton. Dalam bentuk jagung 6,3 milyun ton itu menjadi lebih kurang 7 milyun ton. Dalam bentuk ubi jalar lebih kurang 15 milyun ton. Dan dalam bentuk ubi kayupun lebih kurang 15 milyun ton.

Dan kalau tidak kita tambah produksi? Kalau tidak kita tambah produksi, maka tiap-tiap orang akan makan lebih kurang 1547 kalori saja, Maka banyak orang akan kelaparan. Maka keadaan kita akan makin kocar-kacir. Maka kejadian-kejadian yang menyedihkan yang telah kita alami sekarang ini akan terjadi terus-menerus secara permanent, bahkan permanent in het kwadraat dan menyedihkan in het kwadraat : hongerroedeem akan terdapat dimana-mana: penyakit lain akan menjalar karena badan lebih kekurangan resistensi; keamanan akan terganggu terus-menerus tiada putusnya; orang akan bunuh-membunuh perkara beras; prestasi kerja akan merosot serendah-rendahnya; mala petaka kebinasaan akan menjadi hantu yang bersinggah di milyunan rumah.

Mengertikan engkau, bahwa kita sekarang ini menghadapi satu bayangan hari kemudian yang amat ngeri. Bahkan satu todongan pistol ”mau hidup ataukah matu mati”.

Satu tekanan tugas ”to be or not to be”. Di dalam tahun 1960 nanti tekor kita sudah akan 6,3 milyun ton, berapa milyun ton nanti dalam tahun 1970 kalau pendudk kita sudah menjadi 90-95 juta dan berapa lagi dalam tahun 1980 kalau penduduk kita lebih dari 100 juta?

Engkau, pemuda-pemudi, engkau terutama sekali harus menjawab pertanyaan itu, sebab hari-kemudian adalah harimu, alam-kemudian adalah alam mu bukan alam kami kaum tua yang vroeg of laat akan dipanggil pulang ke Rahmatullah. Engkau tidak dapat memecahkan soal ini sekedar dengan sinisme, seperti sikapnya setengah pemimpin-pemimpin di waktu sekarang, yang hanya bisa menuduh, hanya bisa mencela, hanya bisa mencari dan mendapatkan orang-orang yang dicapnya kambing hitam, dan dititiri kepalanya sebagai kop van jut.

Tidak, soal makanan rakyat ini tidak dapat dipecahkan dengan sinisme, dengan sekedar menuduh, dengan sekedar mencemooh. Sebab kesulitan soal ini terletak objektif kepada ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi, antara persediaan yang ada dan jumlah mulut yang memakannya, dan tidak subjektif karena durhakanya sesuatu orang. Tiap tahun zonder kecuali, zonder pauze, zonder ampun, soal beras ini akan datang – dan akan datang crescendo – makin lama makin hebat – makin lama makin sengit – makin lama makin ngeri, selama tambahnya penduduk yang cepat itu tidak kita imbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan yang cepat pula.

Maka, pemuda-pemudi, dapatkan persediaan bahan makanan itu kita tambah? Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah, tetapi tidak sekedar sinisme, tidak sekedar ”main politik”, melainkan dengan bekerja keras atas dasar mengerti jalan-jalannya memecahkan problem yang sulit ini.

Persediaan bahan makanan itu dapat kita tambah:

Pertama, dengan berikhtiar memperluas daerah pertanian kita. Kedua, dengan menggiatkan(mengintensifir) usaha pertanian kita, khususnya dengan seleksi dan pemupukan.

Dua jalan ini harus kita tempuh. Mari kita kupas sekedarnya. Kemungkinan memperluas daerah pertanian kita – artinya: menambah luasnya sawah-sawah kita dan ladang-ladang kita – masing mungkin, tetapi janganlah orang kira kemungkinan itu tiada batasnya. Di Jawa kemungkinan itu hampir tidak ada lagi. Di Sumatera, di Kalimantan, di Sulawesi, di Seram, dan lain-lain pulau lagi; kemungkinan itu masih ada tetapi janganlah orang mengira bahwa tiap tempat yang sekarang ini tertutup hutan, atau tiap tempat yang masih kosong, adalah baik buat pertanian.

Ya Sumatera dan Kalimantan penuh dengan rimba-rimba raya yang amat luas, rimba-rimbahnya yang luasnya ”pitung pandeleng” – tetapi hanya sebagian saja dari rimba-rimba itu tanahnya baik buat bercocok tanam. Penyelidikan Balai Penyelidikan Tanah (Bodemkundig Instituut) sementara menunjukkan angka-angka sebagai berikut:

Luas Sumatera 47.360.000 ha
Luas Kalimantan 53.960.000 ha
Luas Sulawesi 18.900.000 ha
Luas Irian kita 38.000.000 ha
Jumlah luas empat pulau ini 158.210.000 ha

Berapa ha dari 150.000.000 ha ini yang baik buat pertanian? Ternyata sebagian besar dari tanah-tanah itu, dengan pandangan selayang pandang saja, terang tidak memberi harapan baik buat pertanian, ialah oleh karena kwalitet tanahnya, bentuk topografinya, keadaan hidrologinya (keadaan airnya) tidak sesuai dengan syarat-syarat pertanian. Maka dengan mengecualikan tanah-tanah yang dengan selayang pandang saja, sudah nyata tidak baik bagi pertanian itu, telah dipetakan atau sekedar ditinjau sejumlah tanah di Sumatera 5.359.000 ha, di Kalimantan kita 740.000 ha, Sulawesi 669.000 ha, di Irian kita 965.000 ha, – total 7.733.000 ha.
Tetapi dari 7.733.000 ha, inipun ternyata tidak semua betul-betul baik bagi pertanian. Yang betul-betul baik ternyata hanyalah sedikit lebih dari 1.000.000 ha atau hanya 14 %.

Memang ada lagi, disamping tanah-tanah tersebut, sejumlah tanah gambut (veengronden) yang luasnya bermilyun ha, yang sampai kini belum diusahakan untuk pertanian, dan mungkin dapat dipakai untuk pertanian.
Tetapi di Indonesia ini tanah-tanah gambut itu masih sama sekali satu hal yang belum diselidiki kemungkinan-kemungkinannya – satu ”terra incognita” yang masih gelap bagi kita, meskipun di Amerika dan Eropah orang sudah mencapai hasil pertanian yang baik di atas tanah-tanah yang demikian itu.

Alhasil, luasnya daerah pertanian di Indonesia ini masih dapat ditambah lagi dengan sedikitnya 1 juta ha, kalau tidak 1,5 juta ha, atau barangkali dengan 2 juta ha. Tanah-tanah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian itu memang menunggu transmigrasi-transmigrasi kita, menunggu pacul dan bajak, traktor-traktor dan mesin-mesin pengetam padi; menunggu pekerja-pekerja yang dibawah pimpinan pemuda-pemudi kita, bersama-sama dengan mereka membanting tulang dan mengulurkan urat, mencucurkan keringat habis-habisan, sesuai dengan Firman Tuhan ”Innamal usri yusra” – in het zweet, uws aanschijns gij uw broad verdinen”.

Kecuali dengan memperluas daerah pertanian-pertanian kita, maka sebagai kukatakan tadi, harus ditempuh pula jalan lain untuk menambah persediaan makanan kita. Jalan lain itu ialah mengintensifir usaha pertanian kita, khusus dengan seleksi dan pemupukan. Jalan lain ini – malahan harus kita usahakan pula benar-benar. Oleh karena kemungkinan untuk menambah luasnya daerah sawah kita, – perhatikan: sawah artinya sawah basah! – adalah terbatas sekali. Sawah berarti air, ada air memang tidak selalu ada untuk pengairan yang sempurna. Luas sawah di Indonesia sekarang ini adalah 4,5 milyun ha, antaranya 3.384.000 ha di pulau Jawa. Di Jawa diantara tahun 1931 dan 1940 luasnya sawah hanyalah bertambah dengan 100.000 ha atau tak lebih dari 3 %, dan saya kira maximumnya memang sudah hampir tercapai.

Mengintensifir pertanian kita, itulah amat penting. Perhatikan misalnya hasil baik yang telah kita capai dengan usaha seleksi di lapangan padi basah. Dulu kita belum kenal dengan jenis padi basah yang sekarang kita namakan Bengawan. Tetap berkat usaha ilmu pertanian, dengan jalan kawin-mengawinkan bermacam-macam jenis, akhirnya terdapatlah satu jenis yang dinamakan padi Bengawan, yang betul-betul padi yang ”all-round” terhadap penyakit mentek, ia punya kwalitet beras adalah baik, ia punya nasi enak sekali rasanya dimakan, ia punya jumlah produksi lebih tinggi dari pada padi yang kita kenal sebelum itu. Ia memberi hasil-hasil rata-rata 8 kwintal padi sehektarnya, atau 4,5 kwintal beras sehektarnya. Berapa luasnya sawah yang sudah nyata dapat ditanami padi Bengawan?
Jumlah ini menurut penyelidikan ialah 1.000.000 ha. Disamping itu masih ada lagi sejumlah sawah 1.000.000 ha yang dapat ditanami dengan satu jenis lain, yang juga banyak produksinya, meskipun tidak sebanyak pada Bengawan itu. Maka menurut perhitungan, dengan cara menanam padi hasil-hasil seleksi itu saja kita akan dapat memperoleh tambahan produksi 1.080.000 ton padi, atau 600.000 ton beras, satu jumlah yang amat lumayan sekali.

Tetapi kenyataan tidak semudah itu. Kenyataan yang menjadi hambatan ialah bahwa pada umumnya sesuatu jenis padi mempunyai daya menyesuaikan diri – yang amat kecil – mempunyai aanpassingsvermogen yang amat kecil.
Jenis-jenis yang memuaskan di sesuatu daerah belum tentu memuaskan bila ditanam di suatu daerah yang lain. Jenis padi harus di ”perdaerahkan” lebih dulu. Sebelum padi Bengawan itu bisa disiarkan di seluruh kepulauan Indonesia, maka perlulah lebih dulu didirikan balai-balai seleksi daerah di berpuluh-puluh tempat. Dan disamping pusat-pusat penyelidikan daerah itu, maka haruslah pula diadakan organisasi untuk menyebarkan hasil-hasil dari pusat-pusat penyelidikan daerah itu langsung kepada petani-petani.
Dibutuhkan pusat-pusat bibit setempat – zaadltoeve-zaadhoeve – yang masing-masing meliputi keluasan 10.000 ha atau 15.000 ha sawah. Petani-petani harus dibangunkan perhatiannya oleh pusat-pusat ini, harus diinsyafkan, di ”semangatkan”.

Dengan propaganda, dengan penyuluh, dengan demontrasi, petani-petani harus dilepaskan dari jenis-jenis padi yang kurang manfaat, dibawa kepada jenis-jenis baru yang lebih baik. Ini semuanya bukan pekerjaan kecil.

Ini semuanya meminta waktu dan ini semuanya meminta keringat. Jumlah pusat-pusat yang demikian itu pada masa sekarang ini masih amat terbatas sekali. Padahal paling sedikit dibutuhkan 250 pusat – setempat, kalau bisa 300 pusat setempat. Kalau kita bekerja keras, maka boleh diharapkan bahwa dalam waktu lebih kurang 6 tahun dengan jalan demikian, sesuatu jenis yang baik dapat disebarkan antara petani-petani di seluruh Indonesia, sehingga produksi padi di seluruh Indonesia bertambah banyak. Insyaflah engkau, pemuda-pemudi, betapa pentingnya minat kepada pengetahuan pertanian bagi bangsa yang kekurangan makanan sebagai kita ini.

Disamping seleksi, aku tadi menyebutkan pemupukan, Juga dengan pemupukan kita dapat menambah produksi padi-padi-basah kita. Terutama sekali pemupukan dengan pupuk tiruan (kunstmst) fosfaat, dalam bentuk dubbel-superfosfaat atau enkei superfosfat, ternyatalah amat menaikkan tingkat produksi. Ada sawah yang dengan pupuk fosfat itu bertambah hasil 5 kwintal sehektar, bahkan ada pula yang memberikan hasil tambah 10 kwintal per hektar. Kita sekarang telah mengetahui, bahwa luasnya daerah sawah-sawah kita yang amat ”dankbaar” kepada pupuk dubbel-superfosfat adalah beratus-ratus ribu ha sawah seperti misalnya daerah-daerah tuf atau mergel atau laterit di Banten Utara, daerah Cihea antara Cianjur dan Bandung, daerah Cirebon Timur, Cirebon; daerah barat Jogjakarta, Solo Timur, Madiun Utara, Kediri Utara, Pasuruan, Bangil, daerah Purwodadi, Lusi-Randublatung, Bojonegoro, Lamongan, Madura, darah Rapang di Sulawesi Selatan, daerah Bone dan Sulawesi Tengah, dan banyak lagi daerah lain, yang semua total jumlahnya tak kurang dari 700.000 ha sawah – yang, jikalau kita bekerja mati-matian memupuknya dengan pupuk tiruan fosfat, total akan memberi hasil tambah tidak kurang dari 360.000 ton beras tiap-tiap tahunnya. Tetapi pemupukan itupun belum berjalan sebagaimana mestinya.

Dus, dengan menanam jenis padi yang lebih manfaat – hasil seleksi – kita dapat memperoleh hasil-hasil tambah 600.000 ton beras; dengan pemupukan sawah-sawah mergel atau tuf atau leterit dengan pupuk fosfat kita dapat memperoleh hasil tahunan 360.000 ton – Jumlah total 960.000 ton, atau bulatnya 1 juta ton. Sedangkan jumlah tambahan beras yang kita butuhkan untuk menyelamatkan 83.000.000 orang dalam tahun 1960 dengan dasar 1700 kalori seorang sehari saja ialah, sebagai kuuraikan dimuka tadi itu, 1,5 juta ton – dus masih kekurangan lagi 0,5 juta ton. Dan jikalau kita masih bercita-cita menaikkan argeidsprestatie rakyat kita dengan memberikan makanan kepadanya 2250 kalori seorang sehari, maka ketekoran kita itu malah masih sebesar 6,3 juta ton – 1 juta ton = 5,3 juta ton.

Dari uraian saya diatas ini ternyatalah, bahwa tidak ada ”way-out” mutlak untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari bahaya kelaparan dan bahaya kemusnahan. Bilamana kita hanya menempuh jalan yang pada masa sekarang ini lazim diusahakan, yakni hanya jalan seleksi dan hanya jalan pemupukan bagi sawah-sawah yang sudah ada, dan ikhtiar memperluas daerah pertanian berupa sawah, yang sebagai ternyata dimuka tadi, tidak mungkin kita perluaskan lagi secara besar-besaran. Tidak, kita harus menempuh jalan lain juga, jalan yang hingga kita masih terlalu di anak-tirikan, yakni jalan mencurahkan perhatian ktia juga kepada pertanian di tanah kering, pertanian di tanah ladang.

Pertanian pada tanah sawah memang masih tetap penting bagi kita, tetap jelaslah bahwa pertanian di sawah itu saja, tidak memberikan ”way-out” mutlak kepada kita. Kita harus mencurahkan perhatian kita secara simultan ya ke sawah ya ke ladang. Kita harus berubah menjadi satu bangsa yang baru, juga di atas lapang pertanian. Kita harus, mau tidak mau, menempuh jalan yang di seluruh dunia ditempuh orang Eropa dan Amerika hidup dari pertanian kering – kenapa kita tidak memperhatikan pula pertanian kering kita.

Yang kini mengetahui bahwa pertanian pada basah saja tidak memberi ”way-out” mutlak. Ketahuilah, bahwa pertanian rakyat ditanah kering lebih luas dari pada pertanian di sawah-sawah. Ini bukan saja satu kenyataan yang didapatkan di luar Jawa, tetapi juga satu kenyataan di Jawa sendiri, yang lebih penuh-sesak-padat penduduknya itu. Sedangkan di Jawa luasnya sawah lebih kurang 3.384.000 ha, maka luasnya tanah kering yang diusahakan untuk pertanian adalah 4.500.000 ha. Di luar Jawa luasnya pertanian tanah kering adalah lebih kurang 3.500.000 ha. Total pertanian tanah kering di seluruh Indonesia adalah lebih kurang 8.000 ha.

Alangkah besarnya persediaan makanan kita, kalau 8.000.000 ha ini dapat kita berikan produksi yang lebih tinggi. Disini ditanah-kering inilah, lebih ”way-out” mutlak yang kita cari. Tetap apa lacur? Satu corak yang mencirikan pertanian di ladang-ladang ialah, bahwa oleh pengusahanya sama sekali tidak dilakukan, syarat-syarat untuk mempertahankan kesuburan tanah. Satu-satunya usaha menyuburkan tanah ialah terdiri dari menanduskan (memberokan) tanah itu beberapa tahun lamanya, sehingga tanah-kering tersebut ditumbuhi oleh belukar atau hutan ringan, yang kemudian ditebang pula untuk diperladang.
Ketambahan lagi tanah-tanah kering itu tidak saja kehilangan kesuburannya, tetapi juga diserang oleh bahaya erosi, sehingga pada akhirnya daerah demikian itu merupakan satu-tanah mati – satu – ”sterven land” yang menyedihkan.

Cara pertanian yang demikian itu tak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Cara-caranya harus diubah demikian rupa, sehingga kehilangan zat-zat tanah yang perlu buat tanaman dapat dihentikan, dan tubuh tanah dipelihara, sehingga kesuburan pulang kembali. Jangan menganggap remeh akan hal ini. Sebab, bilamana kita tidak dapat mengembalikan kesuburan tanah-tanah – ladang ini sehingga dapat ditanami lagi dengan tanaman-tanaman – makanan secara manfaat, bilamana kita perbariki stervend land tetap stervend land, dan ladang-ladang menjadi stervend land, maka perlengkapan bahan makan bangsa kita niscaya akan roboh sama sekali, akan lebur, akan hancur. Oleh karena ”way-out” mutlak kita dalam hal persediaan makanan rakyat adalah justru terletak dalam tanah-tanah kering itu.

Dapatkah tanah-tanah kering menjadi sumber kemanfaatan? Dapat pemuda-pemudi; dapat! Asal kita, terutama sekali kamu, generasi muda, suka ”aanpaltken” soal ini dengan tepat, maka kita tak perlu berkecil hati.
Kemungkinan dalam teknik dan ilmu penantian telah besar sekali. Tiga puluh tahun yang lalu, propinsi NoordBrabant dan Veluwe di Negeri Belanda yang tanahnya tanah pasir yang amat miskin itu, hanyalah dapat menghasilkan sedikit boekweit dan kentang dan rogge. Hanya biri-biri kurus saja ditemukan disana dan jumlah yang kecil-kecil. Sekarang, berkat teknik pertanian, tanahnya tak kurang suburnya. Semua tanahnya dapat dihasilkan disitu, bunga-buah yang indah menyegarkan mata, sapi-sapi yang segetnuk sapi Friesland terdapat disana dalam jumlah yang besar-besar.
Ini adalah hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pelbagai balai-balai dalam waktu 10-15 tahun. Berkat rajinnya anak negerinya, berkat tepatnya cara pengolahantanah, berkat pemakaian pupuk tiruan, secara besar-besaran, maka mereka dapat mengatasi kesukaran-kesukaran dalam menyelamatkan dirinya dari bahaya kelaparan.

Mengapa kita di Indonesia tidak nanti dapat bertindak sedemikian juga? Kita dapat bertindak sedemikian juga – dapat, dan aku tidak ragu-ragu akan hal itu – asal, generasi muda, suka bertindak, asal kamu suka belajar, asal kamu nanti menjadi pelopor.

Pertanian-tanah-kering kita dapat kita bikin menjadi sungguh-sungguh manfaat, dengan melakukan empat ikhtiar yang kusebutkan dibawah ini.

P e r t a m a : Kita harus melakukan pemupukan, tanah-tanah-ladang kita harus dipupuk, baik dengan pupuk kandang, maupun dengan pupuk tiruan. Pupuk kandang dibutuhkan, bukan saja oleh karena pupuk inilah yang termudah bagi petani, tetapi juga oleh karena pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tubuh tanah. Kalau pupuk ini masih kurang, tambahlah dengan pupuk hijau. Dan kalau inipun kurang, pakailah pupuk tiruan. Jangan berkata bahwa pupuk tiruan mahal. Satu-satunya ”way-out” inikan harus kita tempuh, kalau kita sebagai bangsa tidak mau mati, Lagi pula – semua pupuk-pupuk –tiruan yang diperlukan untuk tanah-tanah kering kita itu, yaitu pada umumnya; zwavelzure amonia, kaliumsulfat, dan doubbel-superfosfat, dapat dibikin di negeri kita sendiri dari bahan-bahan yang ada di negeri kita sendiri. Ini sudah kita selidik. Maka kalau kita membikin pupuk-pupuk itu dinegeri kita sendiri tak perlulah kita membelinya di luar negeri. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan deviezen lagi. Tak perlulah kita tergantung dari keadaan politik di negara orang.
Dan kita lantas dapat menjalankan pemupukan tanah-tanah-kering kita secara besar-besaran. Ratusan ribu ha, jutaan hektar tanah kering menjadi tanah yang menghasilkan produksi. Hancur-leburlah hantu kemiskinan-zat dalam tanah-tanah kering kita itu.

K e d u a : kita harus menjalankan seleksi bagi tanah kering. Alangkah masih kosongnya usaha seleksi bagi tanah-kering itu? Tentang seleksi padi-gogo dapat dikemukakan, bahwa hal itu hingga kini selalu diabaikan, selalu dianak-tirikan. Semua tenaga sampai kini dicurahkan kepada seleksi padi sawah, padi basah. Walaupun barangkali memang tidak mungkin menciptakan satu jenis gogo baru yang sama sekali tahan kemarau, yaitu yang sama sekali ”droogterestent” namun toh kemungkinan untuk mendapatkan satu jenis-baru yang mendekati kebutuhan ini, tidak masuk dalam lapangan kemustahilan. Dan selain dari pada padi? Jenis kacang tanah, jenis jagung, jenis cantel dan lain-lain tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat, pun masih mengandung kemungkinan untuk diperbaiki lagi dengan jalan seleksi.

Tanah kering harus ditanami dengan tanaman yang tanah kering, dan nilai – khasiatnya harus dibuat sederajat dengan nilai khasiat padi, misalnya jagung, jawawut, kedele, kacang tanah dan lain-lain sebagainya lagi. Penggiatan seleksi bagi tanaman-tanaman tanah kering ini teranglah satu keharusan yang lekas harus kita penuhi!

K e t i g a : kita harus memperlipat gandakan perhewanan ternak. Peternakan adalah satu syarat mutlak untuk pertanian ditanah kering. Dari mana datangnya pupuk kandang, kalau tidak dari ternak? Dari mana tenaga-tenaga penarik- trekkrachten – untuk perusahaan pertanian itu, kalau tidak dari sapi atau kuda. Kecuali itu, adanya ternak memecahkan soal lalu-lintas, sehingga soal pengakutanpun ikut terkupas oleh karenanya pula. Terutama kuda mendinamiskan manusia. Belum kita sebut disini manfaat besar yang datang dari peternakan berkenaan dengan kebutuhan zat putih-telur (eiwit) dalam makanan rakyat ! Telur ayam, telur itik, daging ayam, daging itik, daging kambing, daging sapi, dan lain-lain sebagainya, membuat tubuh manusia menjadi sehat dan kuat. Di dalam hal pemakaian zat putih-telur yang berasal dari hewan, Indonesia menduduki satu tempat yang teramat rendah. Hanya rata-rata 4 gram kita makan seorang sehari.
Sedangkan di Siam orang makan zat putih telur 21 gram seorang sehari, di Malaya 14 gram seorang sehari, di IndoCina 17 gram seorang sehari, di India 9 gram seorang sehari, di Philipina 25 gram seorang sehari, di Cuba 29 gram seorang sehari, di Birma 32 gram seorang sehari. Sejak penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun itu, kita telah menjadi satu bangsa yang terlalu sedikit makan zat putih-telur dari hewan dan karenanya kita telah menjadi satu bangsa yang lemah badan dan kurang dinamis.
Dizamannya Sultan Agung Hanjokrokusuma, maka menurut ceritanya Rijcklof Van Goens, seorang Belanda yang menghadap dikeraton Sultan Agung di Kerta, di Ibu Kota Mataram itu tiap-tiap hari disembelih orang 500 ternak yang besar-besar. Dan lihatlah dalam sejarah pada waktu itu bangsa kita satu bangsa yang dinamis yang tangkas, yang ulet, yang berani, yang gemar bekerja.

K e e m p a t : mekanisasi. Ini satu hal yang telah lama kucita-citakan dan idam-idamkan. Pada umumnya luasnya pertanian di Jawa tidak melebihi 1 ha buat tiap-tiap petani dan 1 ha ini adalah terlalu seikit untuk hidup, terlalu banyak untuk mati. Teweinig om van televen, te veel om van te sterven. Didaerah kolonisasi diluar Jawapun petani rata-rata hanya mempunyai sawah tidak lebih dari 1 1/2 atau 2 ha. Berapa sebenarnya harusnya milik tanah, untuk hidup cukup, hidup sentosa ? kalau tanah itu tidak cukup subur seperti halnya dengan tanah-tanah yang sekarang didapatkan di luar Jawa, maka milik itu sebenarnya harus sedikitnya 10 ha buat tiap-tiap petani. Tetapi sebaliknya, kali ia diberi 10 ha, maka ia tak mempunyai cukup tenaga untuk mengolah tanahnya itu. Dengan sepasang sapi dan dengan bantuan anak istrinya serta seorang bujang, ia paling banyak dapat menggarap 5 ha tanah. Di limburg (Negeri Belanda) petani rata-rata mempunyai 20 ha, yang ia kerjakan dengan keluarganya serta seekor kuda besar dan disamping itu masih mempunyai 2-3 ekor sapi, 3-4 ekor babi, 100 ekor ayam. Bagaimanakah kita memecahkan soal kita ini, kalau kita mengerti bahwa kita kekurangan sapi,kekurangan kerbau, kekurangan kuda ?
Tidakkah mungkin mekanisasi kalau mungkin secara kolektif membawa pemecahan dalam soal ini ?

Untuk mencoba pertanian secara mekanis, di daerah Kendari (Sulawesi) ada siap sedia 15.000 ha tanah kering yang datar dengan struktur tanah yang cukup enteng untuk digarap dengan mesin. Pembagian hujan selama tahun disana adalah demikian ratanya, sehingga dua kali setahun daerah itu dapat menghasilkan panen padi gogo yang lumayan. Tidakkah baik kita coba pertanian mekanik disana itu?

Pemuda-pemudi, akupun sering melayangkan angan-anganku mengenai pertanian padi di tanah Jawa. Bilakah seorang pemuda atau pemudi Indonesia ahli ilmu pertanian mendapatkan satu jenis padi kering – padi kering, bukan padi basah yang droogte resisten, yang produksinya tidak kalah dengan padi basah, yang rasa nasinya tidak kurang lezat dari misalnya pada Bengawan yang kebal segala penyakit, yang dapat memberi panen dua kali setahun? Ah, kalau jenis padi kering yang demikian itu terdapat, kalau impianku ini terwujud, kalau segala padi bisa kita ganti dengan padi kering yang all-round itu, satu revolusi besar dapat kita jalankan di lapangan penantian padi. Kita bisa bikin petani-petani kita ”collective minded” kita bisa buang segala pematang-pematang atau galengan-galengan, kita bisa coret sebagian terbesar dari pengeluaran-pengeluaran untuk irigasi yang berpuluh-puluh milyun, kita bisa bekerja dengan tractor-tractor dan mesin-mesin pengetam, kita bisa bekerja ekonomis besar-besaran, kita bisa pergunakan tenaga petani yang berlebih untuk kerajinan tangan atau niverheid, kita bisa lemparkan banyak sekali tanaga kerja ke dalam industrialisasi di daerah-daerah kita yang harus diindustrialisir. Betapa hebatnya akibat Revolusi Pembangunan yang demikian itu. Produksi bahan makanan akan terbang naik keatas, neverheid akan tumbuh dimana-mana, industrialisasi akan tidak kekurangan tenaga manusia dan mental, dalam kedudukan jiwa, bangsa Indonesia akan berubah akan bangkit sama sekali. Hilanglah nanti segala sifat kepelanan, hilanglah segala sifat tak berdaya yang menghingapi petani kecil, hilanglah segala kemak-kemik sapa mantram dan kukus kemenyan dan sesajen, hilanglah segala sifat jiwa kedesaan, tumbuh sifat kebrayaan dan kerjaan yang luas, tumbuhlah jiwa natie yang lebar, tumbuhlah jiwa Negara yang melangkahi segalai batas-batasnya desa dan lembah dan gunung dan lautan. Terbangunlah satu Bangsa Indonesia Baru yang badannya sehat kuat karena cukup persediaan makan, yang jiwanya dinamis tangkas perkasa karena terlepas dari ikatan-ikatan lama yang membelenggu ribuan tahun.

Pemuda pemudi sekalian ! Pidatoku hampir habis. Agak lama aku minta perhatianmu, tetapi tidak terlalu lama. Oleh karena soal yang kubicarakan ialah soal hidup atau mati. Camkanlah dan perhatikanlah pada masa sekarang ini. Indonesia menghadapi satu bahaya kelaparan yang tiap-tiap tahun datang kembali, tiap-tiap tahun bertambah besar dan cepat akan merupakan satu bencana, satu malapetaka kalau tidak kita tanggulangi secara cepat. Bahwa Indonesia pada masa sekarang ini terpaksa membeli beras dari luar negeri sebanyak 600.000 atau 700.000 ton, besok 800.000 ton, lusa 900.000 ton, bahwa disana sini timbul penyakit hongeroedeem bahwa di tanah air kita yang indah permai ini ada anak-anak kecil yang diangkut ke rumah sakit oleh karena periuk nasi di rumah adalah kosong, itu adalah sebenarnya satu tanda ketidakmampuan satu brevet van onvermogen dari pada generasi sekarang yang tak mampu mengenal dan memecahkan soal. Sebagai mode didatangkanlah berbagai ahli dari luar negeri, yang memamg ahli, tetapi juga disini masih harus belajar lebih dahulu. Tetapi generasi sekarang biarlah generasi sekarang. Tetapi engkau, engkau pemuda pemudi di seluruh Indonesia, yang sekarang duduk di bangku-bangku SMA, engkau adalah generasi baru. Engkau adalah generasi yang akan datang ! Engkaulah yang bertanggung jawab atas nasib bangsamu dimasa depan. Kita kekurangan kadar bangsa, terutama di lapangan pertanian dan peternakan. Aku bertanya kepadamu; sedangkan rakyat Indonesia akan mengalami celaka, bencana, malapetaka dalam waktu dekat kalau soal makan rakyat tidak segera dipecahkan; sedangkan soal persediaan makan rakyat ini bagi kita adalah soal hidup atau mati, kenapa dari kalangan-kalanganmu begitu kecil minat untuk studi ilmu pertanian dan ilmu perhewanan ?
Kenapa buat tahun 1951/1952 yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa bagi Fakultas Pertanian hanya 120 orang, dan bagi Fakultas Kedokteran Hewan hanya 7 orang? Tidak pemuda pemudiku, studi Ilmu Pertanian dan Ilmu Perhewanan tidak kurang penting dari studi lain-lain, tidak kurangmemuaskan jiwa yang bercita-cita dari pada studi yang lain-lain. Camkan, sekali lagi camkan, kalau kita tidak aanpakken soal makanan rakyat ini secara besar-besaran, secara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka.

Secepat mungkin kita harus membangunkan kadar bangsa di atas lapangan makanan rakyat, kalau mungkin laksana cendawan di musim hujan. Secepat mungkin kita membutuhkan paling sedikit 350 insinyur pertanian, 150 ahli kehutanan, ratusan ahli seleksi, ratusan ahli pemberantasan hama, ratusan ahli pemupukan, ratusan ahli tanah, ratusan ahli irigasi pertanian rakyat, ratusan ahli kehewanan, dokter-dokter hewan dan ahli-ahli pemerliharaan ternak.
Daftarkanlah dirimu nanti menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan. Jadilah Pahlawan Pembangunan. Jadikanlah bangsamu ini bangsa yang kuat, bangsa yang merdeka dalam arti merdeka yang sebenar-benarnya. Buat apa kita bicara tentang politik bebas kalau kita tidak bebas dalam hal urusan beras, yaitu selalu harus minta tolong beli beras dan bangsa-bangsa tetangga ?. Kalau misalnya peperangan dunia ke III meledak, entah besok entah lusa, dan perhubungan antara Indonesia dan Siam dan Birma terputus karena tiada kapal pengangkutan, dari mana kita mendapat beras? Haruskan kita mati kelaparan ? Buat apa kita membuang devisa bermilyun-milyun tiap-tiap tahun untuk membeli beras dari negeri lain, kalau ada kemungkinan untuk memperlipatgandakan produksi makanan sendiri?. Segala ihtiar-ihtiar kita untuk menekan harga-harga barang di dalam negeripun sebagai telah kita alami selalu akan kandas, selalu akan sia-sia, selama harga beras periodik membumbung tinggi, karena harga beras memang menentukan harga barang yang lain-lain. Politik bebas, prinstop, keamanan, masyarakat adil dan makmur ”mens sana in corpore sano” semua itu menjadi omongan kosong belaka, selama kita kekurangan bahan makanan, selama tekor kita ini makin lama makin meningkat. Selama kita hanya main sinisme saja dan senang mencemooh, selama kita tidak bekerja keras, memeras keringat mati-matian menurut plan yang tepat dan radikal. Revolusi Pembangunan harus kita adakan, Revolusi Besar diatas segala lapangan. Revolusi Besar dengan segera, tetapi paling segera diatas lapangan persediaan makanan rakyat.
Dan kamu, pemuda-pemudi di seluruh Indonesia, kamu harus menjadi pelopor dan pahlawan dalam Revolusi Pembangunan itu! Janganlah bangsa menyesal, dihari yang akan datang.

Dengan ucapan itulah, saya meletakkan batu-pertama dari Gedung Fakultas Pertanian ini. Sekian! Terima kasih!

Baranang Siang Bogor, 27 April 1952

Dongkrak Kompetensi SDM Pertanian, Kementan Pacu Semangat Widyaiswara

KETINDAN – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) berkomitmen untuk mendukung kemajuan pertanian Indonesia melalui berbagai bentuk peningkatan kompetensi SDM Pertanian. Tidak terkecuali bagi widyaiswara yang menjadi pengajar dalam pelatihan di balai-balai pelatihan lingkup Kementan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada berbagai kesempatan mengatakan sektor pertanian akan lebih optimal jika dikembangkan dengan sentuhan teknologi dan inovasi.

Sejalan dengan semangat itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa transformasi pertanian menjadi suatu keharusan dalam peningkatan produksi pertanian.

Widyaiswara selaku ASN yang bertugas dalam penyelenggaraan pelatihan, pengembangan pelatihan, dan penjaminan mutu pelatihan, wajib meningkatkan kompetensinya, harus dapat menjalankan fungsi dan tugas jabatan pengembangan kapasitas SDM secara efektif dan efisien.

Dalam kegiatan pembinaan widyaiswara yang dilaksanakan secara hybrid dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan pada Selasa (04/06), Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan seorang widyaiswara dituntut memiliki strategi dalam mengikuti arus revolusi industri 4.0, terlebih widyaiswara pertanian.

“Seorang widyaiswara harus dapat menjadi perwujudan smart ASN, sekaligus harus mampu memfasilitasi geliat masyarakat pertanian dengan segala tantangan yang dihadapi ke depan”, sebut Dedi.

Widyaiswara dan penyuluh pertanian wajib membuat petani tersenyum serta membahagiakan petani.

“Petani akan tersenyum bilamana produk yang dihasilkan dibeli dan laku di pasar. Untuk itu kita wajib meningkatkan daya saing dari produk pertanian, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk luar. Pastikan produk yang akan dihasilkan oleh petani kita memiliki peluang pasar yang besar dengan harga yang tinggi”. perkuat market inteligent dan kontrak farming, pesan Dedi.

Dedi menambahkan selain soal harga, petani juga harus meningkatkan produktivitas pertanian. Pilih benih dan varietas unggul dan terapkan smart farming sehingga produktivitas meningkat dan kualitas pun terjaga namun dengan harga produksi pertanian (hpp) yang rendah.

Oleh karena itu, widyaiswara wajib fokus pada kegiatan-kegiatan strategis dengan berkolaborasi, terus mengembangkan kompetensi sesuai jaman untuk berada di garda terdepan membantu mengatasi masalah-masalah pangan bangsa Indonesia.

Sementara Kepala Pusat Pelatihan Pertanian (Kapuslatan) Muhammad Amin dalam laporannya mengatakan jumlah widyaiswara saat ini berjumlah 183 orang yang terdiri dari widyaiswara utama sebanyak 12 orang, widyaiswara madya sebanyak 74 orang, widyaiswara muda sebanyak 68 orang, dan widyaiswara pertama sebanyak 29 orang.

Kegiatan pembinaan ini dihadiri widyaiswara BBPP Ketindan dan Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu, Kepala BBPP Ketindan, BBPP Batu, Direktur Polbangtan Malang serta widyaiswara lingkup BPPSDMP seluruh Indonesia secara online.

“Setelah kegiatan ini diharapkan widyaiswara dapat meningkatkan kompetensi masing- masing agar mampu melaksanakan tugas dengan baik -baiknya dan dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelatihan pertanian hingga pada akhirnya petani dapat tersenyum bahagia”, tutup Amin.

Kementan Pastikan Program Pompanisasi di Kabupaten Sukabumi Berjalan Lancar

SUKABUMI – Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan program pompanisasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berjalan dengan sangat baik. Sebagai langkah nyata, saat ini pemerintah terus menargetkan perluasan areal tanam (PAT) hingga 6.522 hektare.

Diketahui, pompanisasi di Sukabumi tersebar di 17 Kecamatan. Di antaranya ada di Kecamatan Ciemas, Cibitung, Cidadap hingga wilayah pesisir Palabuhanratu. Sementara program pompa di Jawa Barat terus bergerak untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Saat ini di Kecamatan Ciemas ada sekitar 45 hektare yang terus diairi dan masih akan bertambah ke titik-titik lainya. Jadi saya melihat progresnya sudah berjalan dengan sangat baik,” ujar Dirjen PSP Kementan, Ali Jamil saat meninjau langsung program pompanisasi di Sukabumi, Selasa, 4 Juni 2024.

Ali Jamil mengatakan, rata-rata indeks pertanaman di Kecamatan Ciemas baru satu kali dalam setahun. Namun berkat pompa, progres pertanaman semakin membaik dan mengarah pada 3 kali dalam setahun. Hal ini karena pemerintah terus memperkuat bibit, benih hingga pupuk yang naik 100 persen.

“Tadinya IP-nya baru 1 kali dalam setahun artinya satu kali tanam setahun. Nah berkat dengan adanya program Pak Presiden, Pak Menteri Pertanian semua ada potensi untuk meningkatkan indeks pertanaman padi pada lahan sawah tadah hujan di Sukabumi,” katanya.

Menurut Ali Jamil, perluasan areal tanam di Indonesia ditargetkan mencapai 1 juta hektare untuk mengejar ketertinggalan produksi yang sempat menurun akibat el nino dan juga perubahan cuaca. Target tersebut semakin terlihat mengingat pemerintah terus menambah pompa dan juga alokasi pupuk hingga 9,55 juta ton.

“Kita harapkan antara bulan Agustus atau September mendatang kita sudah panen raya. Kami yakin program pompa yang dibantu langsung jajaran TNI dapat berjalan dengan optimal,” jelasnya.

Sebagai informasi, PAT adalah instruksi Menteri Pertanian melalui Kepmentan No. 243/2024 tentang Satgas Antisipasi Darurat Pangan untuk melalukan pertambahan areal tanam, khususnya di kabupaten Sukabumi, melalui pompanisasi dan penanaman padi gogo dalam rangka menghadapi musim kemarau panjang. Adapun potensi sawah tadah hujan (STH) di Kabupaten Sukabumi mencapai 17.599 hektare dan sudah terealisasi 30,16 persen atau seluas 5.307,86 hektare per 30 Mei 2024.

Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mendorong perluasan areal tanam dan juga progres pompanisasi sebagai solusi cepat masa depan bangsa dalam menghadapi musim kering sesuai prediksi BMKG.

“Kami mendorong sepenuhnya pompanisasi untuk peningkatan produksi dan perluasan areal tanam,” katanya.

Antisipasi Darurat Pangan, Kementan Latih Jutaan Petani Penyuluh dan Babinsa

KETINDAN – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) melatih jutaan petani dan penyuluh untuk mengantisipasi darurat pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, prioritas pemerintah saat ini adalah menggenjot produksi padi dan jagung untuk mencegah krisis pangan di Indonesia.

“Kalau krisis energi mungkin kita masih bisa bergerak, tapi kalau krisis pangan, seluruh aktivitas terhenti, bahkan negara pun tidak ada tanpa pangan. Sehingga, ini menjadi prioritas pemerintah saat ini,” kata Mentan Amran.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan, Sejak tahun lalu dampak covid 19, geopolitical tension khususnya perang rusia-ukraina, dan climate change (perubahan iklim) sangat terasa khususnya dalam hal pangan. Situasi dunia dalam kondisi tidak menentu dengan sekitar 60 negara mengalami krisis pangan dan 900 juta penduduk dunia terdampak krisis pangan.

“Dari berbagai masalah ini berdampak produksi pangan global terganggu. Di Indonesia, sejak Februari tahun lalu hingga Maret tahun kita mengalami fenomena alam yang disebut El Nino, kemarau yang berkepanjangan. Solusi mengatasi krisis pangan kita harus Swasembada,” ujar Dedi saat membuka Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh (PSPP) Volume 10 Tahun 2024, di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Malang, Rabu (5/6/24).

Dedi mengatakan, beras adalah kebutuhan pokok Indonesia. Per bulannya, kebutuhan beras dalam negeri tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare.

Dedi menjelaskan, konsumsi beras dalam negeri setiap bulannya tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare. Sementara Indonesia hanya mampu menghasilkan beras 30,2 juta ton per tahun.

“Artinya kita masih defisit 1 juta beras. Belum lagi cadangan beras pemerintah (CBP) 2,5 juta ton, berarti dijumlah kurang lebih 3,5 juta ton beras setiap tahun. Itu setara dengan 7 juta ton gabah kering giling (GKG),” jelas Dedi.

Berdasarkan data yang ada, pada Maret 2024, petani baru bisa menanam seluas 800.000 hektare atau dengan kata lain terjadi kekurangan tanam seluas 300.000 hektare, yang akibatnya akan defisit beras.

“Oleh karena itu, kita harus melakukan perluasan tanam dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) kita di lahan rawa dan lahan tadah hujan agar produksi beras kembali melimpah,” ujar Dedi.

Kementan saat ini tengah fokus menggenjot produksi dua komoditas pokok, yaitu padi dan jagung nasional melalui optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, dan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan.

Dedi mengatakan, optimalisasi rawa sedang dilakukan di 11 provinsi dengan target meningkatkan IP 100 menjadi 200 untuk daerah yang sudah dilakukan survei investigasi dan desain (SID).

“Lahan rawa kita umumnya cuman tanam satu kali dalam satu tahun. Lahan Rawa kalau kita tingkatkan IP dari satu kali menjadi dua dalam satu tahun berarti kita harus optimasi lahannya. Kita harus perbaiki salurannya dan sebagainya,” sambung dia.

Kementan juga menggalakkan program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan persawahan tadah hujan ber-IP satu yang dekat dengan sumber air. Program ini akan dilakukan 500 hektare di Pulau Jawa dan 500 hektae di luar Pulau Jawa.

“Kita punya lahan tadah hujan 3-4 juta hektare, yang baru tanam satu kali dalam satu tahun karena apa irigasinya hanya mengandalkan hujan. Kalau ini kita tingkatkan IP-nya jadi dua kali, produksi kita juga akan meningkat,” ujar dia.

Selanjutnya, kata Dedi, Kementan juga menggalakkan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan sawit dan kelapa yang sedang mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Kita ada lahan sawit dan kakao sekitar 500.000 hektare untuk program tumpang sisip padi gogo. Sehingga yang tadinya tidak bisa tanam menjadi tanam,” kata Dedi.

Dengan latar belakang ini maka BPPSDMP akan menyelenggarakan PSPP Volume 10 Tahun 2024 bagi Petani, Penyuluh Pertanian, dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan tema “Gerakan Antisipasi Darurat Pangan Nasional”.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta dalam peningkatan produksi padi melalui optimalisasi lahan rawa dan pompanisasi di lahan sawah tadah hujan serta pemanfaatan lahan perkebunan untuk padi.

PSPP ini dilaksanakan selama tiga hari, tanggal 5 – 7 Juni 2024 secara luring di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan dan daring serentak di UPT Pelatihan Pertanian, Kantor Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/kota, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Kantor Koramil di seluruh Indonesia.

Peserta pelatihan yang mengikuti sebanyak 1.902.354 dari target sebanyak 1.800.000 orang yang terdiri dari Petani sejumlah 1.823.948 orang, Penyuluh PNS sejumlah 12.008 orang, Penyuluh PPPK sejumlah 7.690 orang, Penyuluh THL Pusat sejumlah 474 orang, Penyuluh THL Daerah sejumlah 3.184 orang, BABINSA sejumlah 48.347 orang dan Insan Pertanian lainnya sejumlah 6.703 orang.

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

PMK atau Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit hewan menular yang morbiditasnya tinggi dan kerugian  ekonomi yang ditimbulkan  sangat besar.  Penyakit ini disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviride,  dan virus ini dapat menyerang berbagai spesies hewan yang berkuku genap  (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan rusa) Gejala klinis PMK yakni demam, air liur berlebihan, dan kepincangan. Gejala klinis lainnya yakni adanya vesikel dan perlukaan pada mulut, kaki, dan puting susu, hewan lebih senang berbaring, perdarahan/lesi pada mulut, pada seluruh teracak kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C dan hewan sembuh 3-4 minggu setelah gejala klinis muncul.Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah/negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK.  Hewan yang terinfeksi tetap sangat lemah untuk jangka waktu yang cukup lama dan penyakit  PMK  ini  dapat menyebabkan  kerugian  dengan hilangnya  produktivitas secara permanen. Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas9,0.

Pengobatan   khusus   pada  kasus  PMK   belum diketahui,   namun   dapat  di  berikan pengobatan   untuk   mengurangi    gejala   klinis   dan mencegah    inf eksi  sekunder   seperti antipiretik,  antibiotik  dan vitamin.  Berdasar  laporan  lapangan  pemberian  kombinasi obat antipiretik, antihistamin, antiinf lamasi nonsteroid dan multivitamin  dan pemberian garam serta gula pada air minum sapi memberikan tingkat kesembuhan yang baik yang mencapai 97 % dan semua  gejala  klinis  hilang  pada  hari  ke  7 -14. Antibiotik   yang  digunakan  di antaranya Sreptamysin  penicilin, amoxcilin,  Cyproplksasin  dan trimetropin  sulf a. Antibiotik  diberikan untuk mencegah  inf eksi sekunder bakteri.  Lesi  akibat  virus  pada hidung dan sela  teracak adalah  luka terbuka yang mudah terinf eksi bakteri  apabila diberikan  antibiotik, akan lebih cepat  sembuh.  Antipiretik   yang  digunakan  adalah  obat  yang  mengandung   Metamiz o le Sodium  Monohydrate   , dypirone, obat ini memiliki  sif at pereda nyeri, penurun  panas dan antiradang.    Sapi      yang   mengalami   gejala   kaki   yang  berat,   pengobatan  ditambahkan antiinf lamasi nonsteroid sepeerti meloxicamdan dexametason   untuk mengurangi  peradangan dan meredakan nyeri pada extermitas   sapi. Vitamin  yang  digunakan  adalah  multivitamin dengan komposisi vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh, vitamin B kompleks ( vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12 ) guna meningkatkan energi serta menjaga kesehatan saraf , atau kalsium untuk mencegah tulang keropos , vitamin A meningkatkan imunitas ternak, vitamin D3 berperan dalam dif erensiasi dan maturasi sel dendrik yang berfungsi sebagai antigen presenting cell, sedangkan vitamin E dapat menstimulasi multipikasi dan peningkatan aktivitas sel limf osit yang dapat  berperan  melawan  virus ,  Vitamin  K  memiliki  peran  dalam proses pembekuan darah sehingga  luka lebih cepat sembuh. Keseluruhan   vitamin  yang  diberikan dapat meningkatkan   sistem  imun,  antioksidan,  meningkatkan   naf su makan dan membantu mengatur  metabolisme  badan. Premix  pakan yang diberikan  juga mengandung  vitamin  A, D,  E,  mikromineral   dan makromineral   yang  berf ungsi  juga  meningkatkan   sistem  imun ternak. Lepuh  pada kaki dikompres  dengan  H2O2    atau  dengan  cupri  sulf at/ terusi  2%, H2O2   memiliki   aktivitas   yang   baik  dalam   proses   penyembuhan   luka ,  menginduk s i f osf orilasi dalam jaringan  yang luka, terutama  dalam meningkatkan  proses pemulihan  luka . Ternak terpapar PMK diberikan nutrisi yang memadai  terutama protein, diberikan  minum air yang cukup guna mempercepat proses penyembuhan. Minum air putih yang cukup dapat membantu  mencegah  dehidrasi  yang dapat  memperlambat  proses penyembuhan  lepuh. Disamping itu dilakukan juga   pengobatan secara tradisional melalui pembuatan  ramuan jamu dari tanaman herbal sebagai cairan untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, dan pengobatan suportif lainnya Kesembuhan   secara  klinis   dalam  waktu   7-14  hari  meliputi   naf su  makan  sudah kembali,  mata cerah, lesi   di mulut, hidung atau di sela teracak  sudah sembuh  dan hewan sudah lincah  seperti  biasanya.  Kesembuhan  secara  klinis  pada sapi yang terinf eksi  PMK dapat  terjadi  apabila  sapi ditanggani   dengan  cepat  dan  tepat  sehingga  gejala  klinis  tidak memperparah     inf eksi PMK,  sapi yang sembuh  dari PMK  dapat berperan  sebagai  carrier (mengeluarkan  virus dari f aring sampai lebih dari 2 tahun.

Desinf ektan  yang  digunakan   meliputi  untuk    Orang,Deter gen,   hydrochloric   acid, citric acid, untuk baju Sodium hypochlorite,  citric acid , Kandang (alat)Sodium  hypochlorit, calcium  hypochlorite,  virkon, sodium hydroxide  (caustic  soda, NaOH),  sodium carbonate anhydrous  (Na2CO3)  atau washing  soda (Na2CO3.10H2O) .  Untuk  lingkungan,air   dalam container   digunakan   Sodium   hydroxide  (caustic   soda,NaOH)   konsentrasi   2%,  sodium carbonate     anhydrous     (Na2CO3)     dengan     konsentrasi     4%    atau     washing     soda (Na2CO3.10H2O).    Sedangkan   untuk   karkas   (bangkai)   digunakan   Sodium   hydroxide (caustic soda, NaOH), sodium carbonate  anhydrous (Na2CO3.10H2O ),  Hydrochloric  acid, citric  acid.  Atau  dibakar/dikubur.   Zat-zat  aktif  tersebut  berperan  dalam  membunuh  virus dan dekontaminasi  lingkungan.  Penyemprotan  rutin desinf ektan pada ternak, area kandang dan lingkungan  kandang dapat mencegah  virus masuk kembali ke badan sapi dan penularan melalui sarana prasarana usaha peternakan .

Peranan Sumber Daya Usaha Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Peranan Sumber Daya Usaha  Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati,MP

Usaha ternak termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan pangan, baik daging, susu, telur, dan lainnya. Usaha ternak sapi dalam pemeliharaannya tentu memerlukan sebuah sumber daya untuk mendukung  pengembangannya, baik sumber daya alam maupun manusianya. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dari peternak, sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan peternak. Sumber daya sangat diperlukan untuk keberlangsungan serta keberhasilan usaha  ternak, karena  semakin besar  akses peternak terhadap sumber  daya, menjadikan peluang pengembangan usaha ternak semakin besar.

Pengembangan usaha ternak sapi perah didukung oleh berbagai macam sumber daya, salah satunya ialah sumber daya internal  yang meliputi sumber daya finansial, teknologi, dan fisik. Sumber daya finansial merupakan sumber daya yang berhubungan dengan modal atau aset keuangan.  Sumber  daya  teknologi  merupakan  sumber  daya  yang  berhubungan  dengan adopsi, inovasi, dan implikasi pemanfaatan teknologi. Sumber daya fisik merupakan sumber daya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana yang mendukung usaha ternak.

Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hidup ternak, karena kemampuan adaptasi ternak terhadap kondisi lingkungan tertentu tidak sama. Memperhatikan lingkungan sebelum memilih ternak perlu dilakukan supaya jenis ternak yang akan dibudidayakan dapat hidup dan

berproduksi  dengan  baik. Hal itu juga berlaku pada  usaha  ternak sapi perah,  yang mana memerlukan lingkungan yang khusus supaya produksi susu yang dihasilkan sesuai kuantitas dan  kualitas. Lingkungan yang  sesuai  dengan  sapi  perah  supaya  dapat  berkembang  dan berproduksi dengan baik yaitu pada daerah yang mempunyai ketinggian 750 -1200 mdpl dan kondisi suhu 13⁰C-18⁰C.

Susu merupakan produk utama dari sapi perah, jadi memperhatikan hal yang akan mempengaruhi   banyaknya   produksi    susu   sapi  sangat   penting   untuk   meningkatkan pendapatan peternak. Sapi perah mempunyai potensi  besar untuk dikembangkan sebagai usaha ternak, karena sapi perah dapat menghasilkan susu berkualitas. Susu adalah produk yang menyehatkan dan digemari oleh berbagai kalangan dari segi rasanya maupun kandunga n gizinya. Kandungan  gizi yang  dimiliki susu  hampir semua  dibutuhkan  oleh  tubuh  seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Produk hasil utama dari usaha ternak sapi perah ini juga dapat digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan produk lain yang juga umumnya disukai masyarakat. Kebutuhan akan konsumsi susu juga menjadi prospe k yang baik terhadap usaha ternak sapi.

Usaha ternak dengan skala yang berbeda dari segi jumlah kepemilikan tentunya juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal dan penghasilan. Perbedaan skala usaha ternak selain dari jumlah ternak yang dipelihara, sumber daya yang dimiliki dan pengoptimalan s umber daya juga berbeda. Sumber Daya Usaha Ternak Sapi Perah yang dikelola oleh peternak dengan berskala kecil biasa disebut dengan usaha ternak rakya t, umumnya manajemen yang ada masih terbilang sederhana sehingga berpengaruh terhadap produksinya.

Memiliki usaha di  sektor  peternakan dengan  tingkat usaha  kecil maupun besar,  tentunya sumber  daya  usaha  sangat  diperlukan  untuk keberlangsungan  serta  keberhasilan usaha. Sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik merupakan beberapa bagian dari sumber daya  usaha  ternak. Indikator  pembentuk  sumber  daya  finansial ialah pendapatan utama, pendapatan total untuk kebutuhan hidup, kepemilikan sapi pedet, kepemilikan sapi dara, kepemilikan sapi bunting, kepemilikan sapi laktasi, kepemilikan sapi periode kering, dan jumlah populasi sapi yang dipelihara. Indikator pembentuk sumber daya teknologi ialah pemilihan sapi indukan (bibit), teknologi pakan, perkandangan, dan teknologi peningkatan produksi susu. Indikator pembentuk sumber daya fisik ial ah sarana transportasi, penguasaan lahan, dan ketersediaan sumber pakan. Tiga sumber daya tersebut mempunyai peran yang penting bagi pengembangan usaha ternak karena semakin besar akses peternak terhadap sumber daya, menjadikan peluang  pengembangan  usaha  ternak yang dilakukan semakin besar.

Demikiann tulisan ini Disampaikan semoga menambah wawasan bagi palaku usaha peternakan sapi perah. Dalam hali ini kualitas SDM peternak berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam  mengakses sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah rakyat.

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

        Keberhasilan   penyelenggaraan   program   pelatihan   dapat   dilihat   berdasarkan perspektif sistemik yaitu Pertama, input yang berkualitas berupa kurikulum, widyaiswara yang berkompeten, sarana prasarana yang mendukung. Kedua, proses penyelenggaraan pelatihan yang profesional mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya, dan yang Ketiga kualitas hasil belajar berupa knowledge, skill, dan attitude yang diperoleh saat pelatihan serta hasil belajar berupa produk seperti tulisan ilmiah, laporan dan sebagainya. Dalam pencapaian tujuan pelatihan beberapa faktor ini memiliki peran penting dalam mencapai hasil belajar peserta pelatihan yaitu terkait dengan widyaiswara yang kompeten dan metode pembelajaran yang sesuai. Pada umumnya Peserta yang mengikuti Pelatihan memiliki latar belakang beragam baik  bidang pendidikan, rentang usia dan sebagainya yang dapat mempengaruhi terhadap capaian suatu program pelatihan.

         Gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang mungkin lebih efektif bagi peserta didik. Gaya belajar yang dimaksud adalah memahami metode-metode dalam pembelajaran agar pembelajaran untuk peserta didik lebih efektif. Menurut Hamzah B. Uno  dalam  bukunya  yang  berjudul  “Orientasi Baru  dalam  Psikologi  Pembelajaran”  Gaya Belajar adalah kemampuan sesorang untuk memahami dan menyerap perlajaran sudah pasti berbeda tingkatnya ada yang cepat sedang dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu mereka sering kali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.

         Keberhasilan peserta dalam memgikuti proses pembelajaran selama pelatihan akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal peserta terutama gaya belajar masing – masing yang merupakan karakter unik dari setiap peserta. Terdapat tiga model (type) dalam gaya belajar yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Dimana pada hakikatnya setiap individu memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun hanya satu gaya yang biasanya mendominasi. Lebih lanjut Alan Pritchard (2009) mengungkapkan bahwa pembelajar dominasi visual lebih suka belajar dengan melihat dengan daya ingat visual yang kuat dan menggerakan tangan dalam mendeskripsikan sesuatu serta melihat keatas ketika berpikir. Pembelajar dominasi auditori lebih suka belajar dengan mendengarkan dengan memori yang kuat dalam mendengarkan cenderung sistematis dan ketika berpikir memiringkan kepalanya. Sedangkan pembelajar kinestetik lebih  suka belajar dengan melakukan, pandai mengingat peristiwa dan sangat menikmati aktifitas fisik. Visual Lebih cepat dengan melihat dan mendemonstrasikan sesuatu tidak terganggu dengan suara berisik berkemampuan menggambar dan mencatat sesuatu dengan detail memiliki kemampuan mengingat yang baik. Auditori Senang membaca dengan keras Lebih  suka bercerita dan mendengarkan cerita Mampu mengulang informasi yang didengarnya dengan detail Kinestetik Tidak suka baca petunjuk, lebih suka bertanya bergerak, lebih menyukai dengan permainan Menghafal dengan berjalan/membuat gerakan Tidak Latar  belakang pendidikan dan  keilmuan, serta pernah  atau tidaknya peserta menerima materi   pelatihan adalah salah satu diantara beberapa indikator yang memudahkan widyaiswara mata pelatihan dalam melakukan transfer knowledge di kelas.  Tidak semua peserta pernah menerima materi tertentu sebelumnya, baik itu di pelatihan teknis yang diikuti, maupun ketika menempuh pendidikan formal. Latar belakang yang berbeda-beda ini menjadi tantangan tersendiri bagi widyaiswara dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran adalah pada ketepatan mengidentifikasi gaya belajar peserta pelatihan. Gaya belajar ini nantinya akan diarahkan pada pemilihan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga nantinya system delivery materi pelatihan, akan memudahkan peserta pelatihan dalam tercapainya tujuan pembelajaran.

         Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan belajar dipandang sebagai proses transformasi yaitu dalam bentuk mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan mengamati. Peserta yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih cenderung suka bertanya, tidak suka membaca petunjuk, lebih menyukai permainan, tidak terganggu dengan suara berisik, menghafal dengan membuat gerakan. Metode pelatihan yang paling disukai adalah dengan kombinasi diskusi dan praktik (35%). Sehingga di kelas pelatihan, pembelajaran tidak hanya terpusat pada widyaiswara. Pembelajaran dua arah yang melibatkan peserta, akan membantu peserta untuk memudahkan proses penyampaian materi. Beberapa karakteristik pembelajaran yang sesuai misalnya: peserta diminta untuk mendiskusikan metode pengolahan data sesuai dengan proposal dan rancangan penelitian yang sedang di desain, melakukan praktik pengolahan data dengan data-data yang telah dipersiapkan sebelumnya, melakukan demonstrasi untuk meyakinkan pada anggota kelompok lain tata cara pengolahan data yang benar, menjadi asisten praktikum bagi kelompok lain. Selain itu widyaiswara dalam proses pembelajarannya dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok-kelompok kecil, dengan membuat kelompok secara acak melalui games, membuat strategi pembelajaran melalui games.

         Dalam proses belajar mengajar, widyaiswara mengacu pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan, diharapkan bisa memilih model maupun sarana pembelajaran yang idealnya disesuaikan dengan karakteristik peserta   dan karakteristik mata pelajaran. Peran dan tugas widyaiswara dalam kegiatan pembelajaran antara lain menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, dan mempersiapkan program pembelajaran. Belajar Mandiri merupakan faktor internal peserta pelatihan yang pasif, artinya akan muncul dari akibat dampak langsung terciptanya kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif. Hal tersebut sesuai dengan paradigma yang menerangkan bahwa melalui desain pembelajaran yang berpusat pada peserta (learner centered instruction) merupakan bentuk pengkondisian. widyaiswara sebagai fasilitator dan komunikator dalam kegiatan pelatihan, memiliki peranan dalam kemajuan kemampuan para peserta pelatihan yang akan dikembangkan.

          Demikian tulisan ini disampaikan , semoga   dapat menambah pembendaharaan   kita dalam meningkatkan  yang bergelut dibidang pelatihan.  Gaya belajar, Kualitas dari materi pelatihan dan profesionalisme fasiitator merupakan hal yang perlu diperhatikan  dalam upaya mengoptimalkan manfaat dari pelatihan  atau Efektivitas Pelatihan dapat tercapai dengan optimal.

Skip to content