Author: BBPKH
MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN
MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN
Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP
Keberhasilan penyelenggaraan program pelatihan dapat dilihat berdasarkan perspektif sistemik yaitu Pertama, input yang berkualitas berupa kurikulum, widyaiswara yang berkompeten, sarana prasarana yang mendukung. Kedua, proses penyelenggaraan pelatihan yang profesional mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya, dan yang Ketiga kualitas hasil belajar berupa knowledge, skill, dan attitude yang diperoleh saat pelatihan serta hasil belajar berupa produk seperti tulisan ilmiah, laporan dan sebagainya. Dalam pencapaian tujuan pelatihan beberapa faktor ini memiliki peran penting dalam mencapai hasil belajar peserta pelatihan yaitu terkait dengan widyaiswara yang kompeten dan metode pembelajaran yang sesuai. Pada umumnya Peserta yang mengikuti Pelatihan memiliki latar belakang beragam baik bidang pendidikan, rentang usia dan sebagainya yang dapat mempengaruhi terhadap capaian suatu program pelatihan.
Gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang mungkin lebih efektif bagi peserta didik. Gaya belajar yang dimaksud adalah memahami metode-metode dalam pembelajaran agar pembelajaran untuk peserta didik lebih efektif. Menurut Hamzah B. Uno dalam bukunya yang berjudul “Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran” Gaya Belajar adalah kemampuan sesorang untuk memahami dan menyerap perlajaran sudah pasti berbeda tingkatnya ada yang cepat sedang dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu mereka sering kali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.
Keberhasilan peserta dalam memgikuti proses pembelajaran selama pelatihan akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal peserta terutama gaya belajar masing – masing yang merupakan karakter unik dari setiap peserta. Terdapat tiga model (type) dalam gaya belajar yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Dimana pada hakikatnya setiap individu memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun hanya satu gaya yang biasanya mendominasi. Lebih lanjut Alan Pritchard (2009) mengungkapkan bahwa pembelajar dominasi visual lebih suka belajar dengan melihat dengan daya ingat visual yang kuat dan menggerakan tangan dalam mendeskripsikan sesuatu serta melihat keatas ketika berpikir. Pembelajar dominasi auditori lebih suka belajar dengan mendengarkan dengan memori yang kuat dalam mendengarkan cenderung sistematis dan ketika berpikir memiringkan kepalanya. Sedangkan pembelajar kinestetik lebih suka belajar dengan melakukan, pandai mengingat peristiwa dan sangat menikmati aktifitas fisik. Visual Lebih cepat dengan melihat dan mendemonstrasikan sesuatu tidak terganggu dengan suara berisik berkemampuan menggambar dan mencatat sesuatu dengan detail memiliki kemampuan mengingat yang baik. Auditori Senang membaca dengan keras Lebih suka bercerita dan mendengarkan cerita Mampu mengulang informasi yang didengarnya dengan detail Kinestetik Tidak suka baca petunjuk, lebih suka bertanya bergerak, lebih menyukai dengan permainan Menghafal dengan berjalan/membuat gerakan Tidak Latar belakang pendidikan dan keilmuan, serta pernah atau tidaknya peserta menerima materi pelatihan adalah salah satu diantara beberapa indikator yang memudahkan widyaiswara mata pelatihan dalam melakukan transfer knowledge di kelas. Tidak semua peserta pernah menerima materi tertentu sebelumnya, baik itu di pelatihan teknis yang diikuti, maupun ketika menempuh pendidikan formal. Latar belakang yang berbeda-beda ini menjadi tantangan tersendiri bagi widyaiswara dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran adalah pada ketepatan mengidentifikasi gaya belajar peserta pelatihan. Gaya belajar ini nantinya akan diarahkan pada pemilihan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga nantinya system delivery materi pelatihan, akan memudahkan peserta pelatihan dalam tercapainya tujuan pembelajaran.
Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan belajar dipandang sebagai proses transformasi yaitu dalam bentuk mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan mengamati. Peserta yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih cenderung suka bertanya, tidak suka membaca petunjuk, lebih menyukai permainan, tidak terganggu dengan suara berisik, menghafal dengan membuat gerakan. Metode pelatihan yang paling disukai adalah dengan kombinasi diskusi dan praktik (35%). Sehingga di kelas pelatihan, pembelajaran tidak hanya terpusat pada widyaiswara. Pembelajaran dua arah yang melibatkan peserta, akan membantu peserta untuk memudahkan proses penyampaian materi. Beberapa karakteristik pembelajaran yang sesuai misalnya: peserta diminta untuk mendiskusikan metode pengolahan data sesuai dengan proposal dan rancangan penelitian yang sedang di desain, melakukan praktik pengolahan data dengan data-data yang telah dipersiapkan sebelumnya, melakukan demonstrasi untuk meyakinkan pada anggota kelompok lain tata cara pengolahan data yang benar, menjadi asisten praktikum bagi kelompok lain. Selain itu widyaiswara dalam proses pembelajarannya dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok-kelompok kecil, dengan membuat kelompok secara acak melalui games, membuat strategi pembelajaran melalui games.
Dalam proses belajar mengajar, widyaiswara mengacu pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan, diharapkan bisa memilih model maupun sarana pembelajaran yang idealnya disesuaikan dengan karakteristik peserta dan karakteristik mata pelajaran. Peran dan tugas widyaiswara dalam kegiatan pembelajaran antara lain menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, dan mempersiapkan program pembelajaran. Belajar Mandiri merupakan faktor internal peserta pelatihan yang pasif, artinya akan muncul dari akibat dampak langsung terciptanya kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif. Hal tersebut sesuai dengan paradigma yang menerangkan bahwa melalui desain pembelajaran yang berpusat pada peserta (learner centered instruction) merupakan bentuk pengkondisian. widyaiswara sebagai fasilitator dan komunikator dalam kegiatan pelatihan, memiliki peranan dalam kemajuan kemampuan para peserta pelatihan yang akan dikembangkan.
Demikian tulisan ini disampaikan , semoga dapat menambah pembendaharaan kita dalam meningkatkan yang bergelut dibidang pelatihan. Gaya belajar, Kualitas dari materi pelatihan dan profesionalisme fasiitator merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mengoptimalkan manfaat dari pelatihan atau Efektivitas Pelatihan dapat tercapai dengan optimal.
FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH
FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH
Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP
Produktivitas sapi perah sangat ditentukan oleh faktor genetik dan manajemen yang meliputi pengelolaan kesehatan, pakan, perkandangan, dan reproduksi individu. Pada mamalia, keberhasilan reproduksi mendukung peningkatan populasi dan produksi susu, karena produksi susu meningkat setelah partus. Penurunan keberhasilan (efisiensi) reproduksi yang pada akhirnya ditandai pemanjangan dengan bertambah lamanya interval beranak akan menurunkan total produksi susu. Gangguan reproduksi yang sering ditemukan dan mempengaruhi memengaruhi fertilitas dan produksi susu antara lain adalah retensi plasenta. Retensio sekundinarum merupakan suatu kegagalan pelepasan plasenta fetalis (vili kotiledon) dan plasenta induk (kripta karunkula) lebih dari 12 jam setelah melahirkan. Dalam keadaan normal kotiledon fetus biasanya keluar 3 sampai 8 jam setelah melahirkan. Retensi plasenta yang dibiarkan lama tanpa penanganan yang baik akan menimbulkan infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan terjadinya endometritis sampai tingkat pyometra yang parah. Hal ini disebabkan karena defisiensi hormon seperti oksitosin dan estrogen sehingga kontraksi uterus berkurang atau karena proses partus yang terlalu cepat.
Kejadian retensi plasenta dapat mencapai 98% yang diakibatkan kurangnya Avitaminosa–A, karena kemungkinan besar vitamin A perlu untuk mempertahankan kesehatan dan resistensi epitel uterus dan plasenta. Periode postpartus dengan defisiensi vitamin A, D, dan E serta defisiensi mineral selenium, iodin, zink, dan kalsium dapat menyebabkan retensio sekundinae. Kondisi infeksi pada uterus akan menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi, pakan (kekurangan karotin,vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi dikandangkan) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.
Beberapa parameter efisiensi reproduksi adalah conception rate (CR) dan service per conception (S/C). Conception rate merupakan angka kebuntingan hasil inseminasi buatan (IB) pertama, sedangkan S/C merupakan jumlah layanan IB yang dibutuhkan untuk setiap kebuntingan. Kasus retensi plasenta dipengaruhi oleh sanitasi kandang, kualitas pakan, pengalaman peternak, dan proses partus (Islam et al., 2013). Sanitasi kandang yang buruk berpotensi meningkatkan insidensi retensi plasenta, karena kandang yang basah dan kotor mempermudah masuknya mikroba mikrob lingkungan ke dalam saluran. Kualitas pakan buruk dan jumlah terbatas dapat mengakibatkan hewan kekurangan nutrisi dan penurunan daya tahan. Faktor-faktor lain yang dapat menentukan kasus bobot induk (gemuk), paritas induk (4 atau lebih), bobot (besar) dan jenis kelamin (jantan) anak, kelahiran kembar, dan kualitas pakan jelek. Buruknya penanganan partus dan kebersihan kandang mempermudah bakteri lingkungan memasuki uterus dan menyebabkan endometritis . Begitu juga defisiensi vitamin A, D dan E, serta selenium, iodin, seng, dan kalsium pascapartus berkontribusi 16,55% terhadap retensi plasenta dan dapat berlanjut menjadi endometritis (Alsic et al., 2008). Retensi plasenta merupakan faktor utama penyebab endometritis; 58,7% sapi yang mengalami retensi plasenta berlanjut menjadi metritis, endometritis, atau piyometra (Han dan Kim ,2005). Han dan Kim (2005) dan Gafaar et al. (20010) yang menyatakan bahwa retensi plasenta dapat menurunkan CR dan memperbesar S/C, sehingga menurunkan efisiensi reproduksi. Leblacn (2008) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, salah satunya adalah peningkatan umur sapi perah. Semakin tua umur sapi perah maka resiko mengalami retensio sekundinarum semakin tinggi (Leblacn ,2008). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun( Islam et al.,2012).
Retensi plasenta dapat dipengaruhi oleh distokia, lahir kembar, aborsi, usia, paritas, infeksi, kekurangan gizi, gangguan hormonal (Islam et al., 2012); (Zubair and Ahmad, 2014). Kejadian retensio sekundinarum meningkat pada sapi perah yang berumur tua dengan periode kelahiran lebih dari empat ( Gaafar et al,. 2010). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun. Induk sapi yang sudah tua kondisi alat reproduksinya sudah mengalami penurunan yang diakibatkan oleh penurunan fungsi endokrin (Hariadi et al., 2011).
Sapi perah yang mengalami retensio plasenta memiliki dampak negatif terhadap kinerja reproduksi ternak yaitu keterlambatan dalam perkawinan pertama, penurunan kebuntingan , peningkatan angka perkawinan per kebuntingan , calving interval yang lebih panjang dan jarak birahi postpartum diperpanjang. Retensio plasenta dapat menimbulkan sejumlah masalah dengan memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan menimbulkan peradangan, penurunan berat badan dan penurunan produksi susu. Saat penanganan kelahiran apabila karankula terputus maka terjadi perlukaan dan dengan adanya infeksi mikroorganisme maka dapat mengakibatkan terjadinya endometritis. Kasus retensi plasenta yang berat akan selalu diikuti dengan terjadinya peradangan seperti metritis, peradangan pada lapisan miometrium, dan peritonitis.
Pengobatan yang digunakan untuk kasus Retensio plasenta pada sapi perah yaitu dengan cara pengeluaran plasenta secara manual dan pemberian antibiotik intrauterin sistemik. Penanganan dengan manual removal yaitu melakukan penarikan terhadap plasenta yang masih menggantung di bibir vulva, dimana teknik penanganan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak menyebabkan perlukaan pada saluran reproduksi.
Demikian tulisan ni disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, sehingga dapat digunakan dalam tindakan pencegahan terjadinya retensi plasenta yang berdampak terhadap birahi dan kebuntingan pada sapi perah.
PENANGANAN PADA SAPI LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM
PENANGANAN PADA SAPI LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM
Oleh Dr.drh Euis Nia Seiawati, MP
Efisiensi reproduksi adalah salah satu faktor terpenting yang memengaruhi usaha budidaya sapi potong. Kondisi reproduksi ideal yang diupayakan adalah mendapatkan satu anak perinduk setiap 12 bulan. Kondisi ideal tersebut tidak selalu dapat diwujudkan karena berbagai masalah yang mengganggu performans reproduksi sapi. Anestrus postpartum (sapi lambat beerahi pasca beranak) merupakan kondisi ketiadaan estrus 60 hari postpartum. Kondisi anestrus postpartum menjadi faktor penyebab utama perpanjangan interval kelahiran yang menimbulkan kerugian ekonomi. Kondisi anestrus dikaitkan dengan ovarium tidak aktif, sehingga pertumbuhan folikel tidak memungkinkan folikel menjadi cukup matang untuk diovulasikan. Anestrus postpartum dapat dipicu oleh status energi yang rendah , kekurangan protein, dan mineral. sapi induk dalam periode postpartum yang memperoleh pakan berenergi rendah dan dengan kandungan protein yang rendah, sehingga tidak mencukupi kebutuhan minimum untuk mempertahankan kondisi badannya. Kondisi demikian secara nyata menekan proses sintesis dan pelepasan hormon gonadotropin kelenjar pituitari, dan berakibat aktivitas ovarium terganggu. Implikasi nyata akibat kondisi tersebut adalah periode anestrus postpartum menjadi lebih lama daripada kondisi fisiologis yang normal .
Pada peternakan dimana pola pemeliharaan sapi secara tradisionil, tentunya sangat rawan pemberian pakan yang diberikan berkualitas rendah. Sapi yang diberi pakan yang mempunyai nutrisi berkualitas rendah sangat berpengaruh terhadap keadaan reproduksi. Kondisi di lapangan banyak ditemukan Sapi yang belum berahi lebih tiga bulan setelah beranak atau sapi lambat berahi setelah beranak. Berahi setelah beranak (estrus postpartum) pada sapi yang baik terjadi pada tiga bulan, dan induk sapi dapat beranak setiap tahun, sedangkan sapi yang tidak berahi minimal empat bulan setelah beranak dinyatakan sapi lambat berahi dan penyebab yang paling potensial adalah faktor pakan yang diberikan dan penyapihan anak.
Pemeliharaan sapi yang tidak baik selama menyusui dapat menurunkan kondisi tubuh induk sapi sampai di bawah kondisi yang layak untuk bereproduksi dan menyebabkan fertilitas rendah sampai sapi menjadi infertile dan tidak berahi . Rendahnya status nutrisi yang diberikan berpengaruh sangat kompleks terhadap keadaan Reproduksi. Pemberian pakan pada sapi setelah melahirkan yang mempunyai kandungan nutrisi rendah menyebabkan kerja hypofisi s dalam menghasilkan hormon reproduksi lambat sehingga ovarium lamban kembali beraktivitas dan gonadotrophin releasing hormone (Gnrh), sehingga follicle stimulating hormone (FSH) dan luteunizing hormone (LH) yang dihasilkan oleh hypofisis rendah yang berakibat lama munculnya berahi postpartum.
Ovarium tidak aktif adalah ovarium yang tidak melakukan aktivitas pembentukan ovum, yang ditandai dengan permukaan ovarium yang halus. Ovarium yang tidak ada benjolan atau gelombang pada permukaannya menandakan tidak ada pertumbuhan folikel dan ovarium tersebut dinyatakan steril. Steril ada dua macam yaitu steril dan sub-steril. Kejadian pada ternak yang ovariumnya tidak mampu melakukan proses oogenisis ada dua macam yaitu yang disebabkan karena oleh faktor bakat atau genetik, sedangkan yang disebabkan faktor yang sangat ekstrim antara lain stres dan kekurangan nutrisi yang berat. Hipofungsi ovarium suatu kondisi dimana ovarium memiliki ukuran normal, tetapi tidak terdeteksi adanya folikel- folikel yang tumbuh, ditandai oleh permukaan mengadung cairan (folikel). Kemungkinan penyebabnya adalah kurangnya pasokan nutrisi untuk proses fisiologis pembentukan folikel, proliferasi sel-sel granulosa dan pematangan oosit, juga konsentrasi FSH dalam darah yang sangat rendah sehingga tidak mampu memicu perkembagan folikel. Sel telur yang dihasilkan ovarium hipofungsi pada umumnya fertilitasnya rendah sehingga sulit atau tidak dapat dibuahi walaupun spermatozoa berkualitas baik. Ternak yang mempunyai ovarium yang hipofungsi pada umumnya terjadi berahi tenang (silent heat), berahi semu (berahi tanpa ovulasi), siklus berahinya tidak teratur dan timbulnya berahi postpartum lambat. Gangguan reproduksi yang terjadi pada ternak yang mengalami hipofungi ovarium, menunjukkan adanya kesalahan mekanisme hormon reproduksi. Kesalahan mekamisme dapat disebabkan ketidakseimbangan nutrisi, kondisi tubuh BCS yang tidak baik , lingkungan yang ekstrim dan stress. Hipofungsi ovarium dapat disembuhkan secara terapi dengan singkronisasi berahi menggunakan progesteron yang diberikan intravaginal atau progesterone releasing intravaginal device. Perbaikan pakan sapi untuk ketersediaan yang berkesinambungan dalam jumlah dan keseimbangan nutrisi pada peternakan rakyat kecil .
Usaha memenuhi keseimbangan nutrisi untuk proses reproduksi, perlu suplemen protein, vitamin, dan mineral yang memadai. Perbaikan pakan pada sapi yang mengalami gangguan reproduksi akibat kekurangan nutrisi, harus dilakukan dengan hati -hati, sebab terlalu banyak maupun sedikit nutrisi pakan yang diberikan, akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan folikel, yang berakhi r terjadi unoestrus. Perbaikan nutrisi yang diberikan kepada ternak harus diperhitungkan berdasarkan keseimbangan nutrisi yang baik termasuk kebutuhan vitamin dan mineral untuk mecukupi mekanisme koordinasi yang sangat kompleks antar nutrisi pada proses reproduksi.
Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dalam upaya mengatasi gangguan reproduksi pada sapi potong setelah melahirkan.
Faktor Predisposisi Penyakit Mulut dan Kuku Pada Kambing dan Domba
Faktor Predisposisi Penyakit Mulut dan Kuku Pada Kambing dan Domba
Oleh : Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP
Penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit akut yang sangat menular, dan sangat penting karena menyerang ternak ruminansia dengan seroprevalensi keseluruhan sebesar 11,48%. Penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit virus akut yang sangat menular pada ruminansia, berkaki belah dan babi yang ditandai dengan anoreksia, demam, hipersalivasi, serta erupsi vesikular di mulut, puting susu, dan kaki . Sapi lebih banyak terdeteksi terinfeksi PMK dengan seroprevalensi 14,48% daripada domba dengan prevalensi 7,07% dan kambing sebesar 7,10%. Penyakit PMK ini menghambat pertumbuhan dan reproduksi pada kambing dan domba . Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas 9,0.
Faktor risiko pada kambing dan domba yang berhubungan dengan seropositif meliputi agroekologi, sistem produksi, umur, jenis kelamin, kontak dengan satwa liar, iklim, ras, interaksi dengan ternak lain, manajemen, dan sanitasi ternak. Faktor risiko yang sering dilaporkan antara lain: pembagian air atau pakan secara komunal , jenis sistem produksi ternak, jumlah anak kambing dan domba berusia hingga enam bulan yang ada di kandang, Faktor risiko tambahan yang teridentifikasi meliputi: jarak peternakan ke jalan utama , frekuensi pembelian ternak, hewan yang tinggal di daerah dengan riwayat PMK dalam 12 bulan terakhir, dan hewan yang dimiliki oleh pedagang ternak. Virus memengaruhi beberapa kelenjar hormon vital seperti hipofisis yang mengontrol fungsi metabolisme dalam tubuh.
Virus mempengaruhi beberapa kelenjar hormon vital seperti hipofisis yang mengontrol fungsi metabolisme dalam tubuh. Kerusakan yang ditimbulkan pada kelenjar- kelenjar tersebut dapat menyebabkan hewan menunjukkan gajala terengah-engah, gelisah, penurunan produksi, dan menyebabkan hewan lemas. Pada sapi dan kambing, infeksi pada ambing dan puting susu dapat berkembang menjadi mastitis yang dapat menyebabkan kehilangan puting secara permanen, sehingga produksi susu menurun. Hewan yang terinfeksi tetap sangat lemah untuk jangka waktu yang cukup lama dan penyakit PMK ini dapat menyebabkan kerugian dengan hilangnya produktivitas secara permanen
Beberapa faktor risiko PMK pada ternak kambing dan domba, yaitu spesies, ras, umur, jenis kelamin, dan asal hewan. Diketahui bahwa kambing lebih rentan daripada domba, ras lokal paling tinggi seroprevalensinya, umur ternak dewasa lebih rentan terinfeksi PMK. Hal ini terjadi karena kambing dan domba dewasa lebih lama terpapar saat berada di peternakan dan di pasar hewan dibanding dengan hewan muda, sehingga hewan dewasa diperkirakan memiliki antibodi dari berbagai serotipe PMK, sedangkan padakambing domba muda, umumnya peternak lebih menjaga kondisi hewan sehingga sedikit mengalami paparan. Ternak kambing domba yang berasal daridalam peternakan lebih rentan terhadap penyakit PMK dibandingkan hewan yang didatangkan dari luar peternakan.
Demikian tuisan ini disampaikan semoga bermamfaat bagi para peternak untuk mengantisipasi faktor pemicu / predisposisi yang berpotensi menyebabkan kejadian PMK pada kambing dan domba, sehingga dapat menjadi informasi yang berguna untuk menekan penyebarannya.
INTEGRITAS MENUJU KESUKSESAN
INTEGRITAS MENUJU KESUKSESAN
Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP
Integritas berarati mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Dengan sikap berkata baik atau diam (silent), hikmahnya dapat mencegah kata -kata yang tidak perlu dan bukan pada tempatnya. Karena kata-kata (ucapan) mengubah urutan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) kita dengan mencipta ulang masa depan, menciptakan kuantum yang memungkinkan kita mengendalikan nasib, yaitu sampai kepada sukses atau tidak sukses, sehingga untuk sampai kepada sukses kita harus dapat mengelola kuantum iman.
Keyakinan dan kejujuran kepada hati nurani akan mempertajam bashirah atau mata hati, sehingga tidak tersamar antara yang Haq dengan yang bathil. Juga akan menjaga kepekaan bathin dan ketajaman citarasa moral dalam menjalankan tugas serta feeling etis dalam menekuni tugas pokok profesi. Sehingga perlu selalu ditumbuhkan geliat hati yang baik, agar tidak terjadi bias nurani yang menyesatkan dan berakhir dengan penyesalan. Integritas berkorelasi dengan tersedianya energi dari dalam dan pola (template) atau prinsip yang membentuk arah pertumbuhan. Integritas memiliki dimensi kejujuran, moralitas, tanggungjawab, satu kata dengan perbuatan, konsisten terhadap kaidah kesuksesan.
Kejujuran dapat termanifestasikan dalam keceriaan hidup sebagai optimisme yang merupakan proses meneguhkan amal baik menuju visi hidup insan bertaqwa. Proses tersebut mengisyaratkan adanya persistensi atau ketekunan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dalam interaksi sosial yang dinamis dan senantiasa tidak lepas dari dimensi istiqamah. Orang yang mampu melintasi godaan dan tantangan berkorelasi dengan sikap beristigfar dan tawakkal, meninggikan ketahanan mental dan menjadikan siap melakukan kebaikan.
Koensidensi ada hubungan korelasional dengan kesabaran yang hanya dimiliki oleh orang yang kuat, bermartabat, serta tahan godaan dan ancaman. Perjalanan hidup akan lebih lancar bagi seseorang yang mau menginstrospeksi diri dan menjaga pengaruh negatif dari orang lain dan lingkungan beriklim permisif terhadap sikap koruptif, sehingga terhindar dari kolesterol moral yang merugikan dan mengakibatkan penyesalan. Pergaulan merupakan fakultas kebebasan yang memberikan kurikulum contoh pola dan pilihan hidup.
Orang berintegritas yang memiliki sikap mental positif akan dapat menikmati seni hidup, karena menghadapi hidup dengan sabar dan syukur serta memilki keyakinan pada potensi diri yang telah dianugerahkan oleh ALLAH Swt. Dengan modal kepercayaan pada diri se ndiri, maka potensi dapat dioptimalkan untuk melakukan cita -cita yang lebih besar dan berguna bagi masyarakat banyak. Orang berintegritas memiliki modal spiritual (spiritual capital) yang berkomitmen terhadap tujuan hidup yang mulia serta standar moral. Koensidensi, sikap tersebut menumbuhkan program sikap kreatif pengembangan diri mencapai kesuksesan. Dalam arti pula, integritas berkorelasi dengan mindset yaitu pola pikir yang berkelanjutan yang diperkuat dengan keyakinan dan proyeksi sehingga menjadi kenyataan. Dalam hubunga n ini integritas personal dapat menjadi contoh dalam komunitas Role Model pada lingkungan organisasi/institusi dan mengambil sikap tidak terintimidasi oleh lingkungan yang tidak jujur.
Orang berintegritas yang berpegang kepada kejujuran akan memiliki akuntabilitas, dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara moral, sosial dan yuridis. Sedangkan orang yang mengalami krisis integritas akan dihantui oleh rasa was-was, rasa galau, stress, rasa bersalah, atau penyesalan.
Setiap orang memiliki pilihan tersendiri dalam menentukan sesuatu yang dianggap akan menjadi sumber kebahagiaan. Banyak orang sulit menentukan kesalahan yang dilakukan dirinya sendiri. Kecuali orang yang memiliki Bashirah atau mata hati yang jernih. Mereka yang melakukan perbuatan tidak pantas atau tidak patut berarti tidak jujur, tidak tegas, tidak sungguh-sungguh, dan tidak layak. Dan untuk membangun prestasi KESUKSESAN seseorang disyaratkan untuk menggerakkan ketajaman ide, membuat prestasi dalam l ingkungan, dan menjaga marwah diri secara konsisten.
Semoga ulasan ini bermamfaat dan menjadikan diri kita dapat menemukan makna dalam hidup, sehingga menjadi orang yang pandai memetik hikmah setiap saat dari segala kejadian dan melihat kebaikan dalam segala hal, yang giliranya akan menumbuhkan program sikap kreatif pengembangan diri mencapai kesuksesan
Why do we use it?
t is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout. The point of using Lorem Ipsum is that it has a more-or-less normal distribution of letters, as opposed to using ‘Content here, content here’, making it look like readable English. Many desktop publishing packages and web page editors now use Lorem Ipsum as their default model text, and a search for ‘lorem ipsum’ will uncover many web sites still in their infancy. Various versions have evolved over the years, sometimes by accident, sometimes on purpose (injected humour and the like).
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesettingLorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesettingLorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesettingLorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesettingLorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesettingLorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting
EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SPERMA SEXING TERHADAP PEDET YANG DILAHIRKAN
PEMANFAATAN ESTRAK DAUN SIRIH (Piper betle) DALAM PENYEMBUHAN LUKA IRIS
PEMANFAATAN ESTRAK DAUN SIRIH (Piper betle) DALAM PENYEMBUHAN LUKA IRIS
Oleh : Dr, drh Euis Nia Seiawati, MP
Penggunaan tanaman sebagai obat sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, hanya saja dasar penggunaan tanaman sebagai obat dan khasiatnya diketahui berdasarkan pengalaman orang-orang tua terdahulu, tanpa mengetahui kandungan dari tanaman tersebut. Salah satu tanaman obat yang cukup dikenal masyarakat ialah daun sirih (Piper betle). Daun sirih bermanfaat sebagai antiseptik dan vulnerary yaitu menyembuhkan luka. Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan minyak atsiri. Saponin, flavonoid serta tanin dapat membantu proses penyembuhan luka karena berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba yang memengaruhi penyambungan luka juga mempercepat epitelisasi. ekstrak etanol daun sirih konsentrasi 10% topikal pada luka iris selama 14 hari dapat mengingkatkan kecepatan penyembuhan luka iris. Selain kaya akan zat aktif, daun sirih sangat mudah didapatkan dan sudah sejak dahulu banyak digunakan sebagai obat tradisional. Kesembuhan luka yang ditandai dengan penutupan luka saja tidak cukup, tetapi akan lebih baik jika proses kesembuhan luka terjadi dengan proses regenerasi yang tepat sehingga diperoleh hasil kesembuhan sempurna tanpa cacat. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap ketebalan epidermis, jumlah fibroblas, dan jumlah kolagen dari proses penyembuhan luka yang diaplikasikan ekstrak daun sirih. pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle) dengan konsentrasi 10% secara topikal 1 tetes (50 µl), 2x/hari selama 14 hari. Pada hari ke 14dapat meningkatkan ketebalan epidermis, jumlah fibrolas, dan jumlah kolagen pada luka
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologis yang terjadi di dalam tubuh, melibatkan rangkaian proses yang rumit, rentan, dan sangat mungkin terjadi gangguan ataupun kegagalan, sehingga diperlukan kondisi yang optimal untuk mendapatkan penyembuhan yang baik. Pada proses penyembuhan luka, terjadi serangkaian interaksi antara berbagai jenis sel mediator sitokin, dan matriks ekstrasel terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, serta fase remodeling jaringan.5 Tujuan dari manajemen luka ialah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang cukup dan oksigenasi, serta nutrisi yang tepat untuk jaringan luka.6 Pengobatan dari luka bertujuan untuk mengurangi faktorfaktor risiko yang menghambat penyembuhan luka, mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan kejadian luka yang terinfeksi.
Daun sirih mengandung saponin, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri. Kandungan saponin, flavonoid, serta tanin dapat membantu proses penyembuhan luka karena berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba yang memengaruhi penyambungan luka, dan juga mempercepat epitelisasi. Senyawa aktif ini berperan sebagai antioksidan yang berpengaruh pada kontraksi luka, meningkatkan kecepatan epitelisasi, dan juga steroid dalam hal ini sterol atau steroid alkohol yang berpengaruh pada penyembuhan luka serta berfungsi sebagai antioksidan dan pembasmi radikal bebas, mengurangi lipid peroksidasi, mengurangi nekrosis sel, dan meningkatkan vaskularisasi. Aktivitas antioksidan yang tinggi dapat mempercepat penyembuhan luka karena dapat menstimulasi produksi antioksidan endogen pada situs luka dan menyediakan lingkungan yang kondusif untuk terjadinya penyembuhan luka.
Tanin mempunyai aktivitas mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif, meningkatkan penyambungan luka, serta meningkatkan pembentukan pembuluh darah kapiler serta aktivasi fibroblas. Tanin merangsang pertumbuhan epidermis dan membantu reepitelisasi dengan cara mengendapkan lipid protein kompleks dan mempercepat pembentukan keropeng fleksibel yang menutup luka. pemberian ekstrak metanol 5% daun sirih (Piper betle) selama 12 hari dapat meningkatkan epitelisasi. Flavonoid bekerja dengan cara menurunkan lipid peroksidasi sehingga terjadi peningkatan viabilitas serat kolagen. Luka yang diberi ekstrak daun sirih dengan kandungan zat aktif tersebut akan merangsang proliferasi fibroblas, dan fibroblas yang teraktivasi akan menyekresi kolagen dan membentuk jaringan granulasi. Terbentuknya jaringan granulasi yang sempurna akan menutup permukaan luka. Pembentukan jaringan granulasi mengakhiri fase proliferasi proses penyembuhan luka dan dimulai pematangan dalam fase remodeling.
Demikian tulisan ini disampaikann , semoga bermamfaat bagi pembaca , diharapkan pemberian ekstrak daun sirih dapat digunakan sebagai terapi pengobatan luka pada ternak dan hewan peliharaan.