Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Kementan Pastikan Program Pompanisasi di Kabupaten Sukabumi Berjalan Lancar

SUKABUMI – Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan program pompanisasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berjalan dengan sangat baik. Sebagai langkah nyata, saat ini pemerintah terus menargetkan perluasan areal tanam (PAT) hingga 6.522 hektare.

Diketahui, pompanisasi di Sukabumi tersebar di 17 Kecamatan. Di antaranya ada di Kecamatan Ciemas, Cibitung, Cidadap hingga wilayah pesisir Palabuhanratu. Sementara program pompa di Jawa Barat terus bergerak untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Saat ini di Kecamatan Ciemas ada sekitar 45 hektare yang terus diairi dan masih akan bertambah ke titik-titik lainya. Jadi saya melihat progresnya sudah berjalan dengan sangat baik,” ujar Dirjen PSP Kementan, Ali Jamil saat meninjau langsung program pompanisasi di Sukabumi, Selasa, 4 Juni 2024.

Ali Jamil mengatakan, rata-rata indeks pertanaman di Kecamatan Ciemas baru satu kali dalam setahun. Namun berkat pompa, progres pertanaman semakin membaik dan mengarah pada 3 kali dalam setahun. Hal ini karena pemerintah terus memperkuat bibit, benih hingga pupuk yang naik 100 persen.

“Tadinya IP-nya baru 1 kali dalam setahun artinya satu kali tanam setahun. Nah berkat dengan adanya program Pak Presiden, Pak Menteri Pertanian semua ada potensi untuk meningkatkan indeks pertanaman padi pada lahan sawah tadah hujan di Sukabumi,” katanya.

Menurut Ali Jamil, perluasan areal tanam di Indonesia ditargetkan mencapai 1 juta hektare untuk mengejar ketertinggalan produksi yang sempat menurun akibat el nino dan juga perubahan cuaca. Target tersebut semakin terlihat mengingat pemerintah terus menambah pompa dan juga alokasi pupuk hingga 9,55 juta ton.

“Kita harapkan antara bulan Agustus atau September mendatang kita sudah panen raya. Kami yakin program pompa yang dibantu langsung jajaran TNI dapat berjalan dengan optimal,” jelasnya.

Sebagai informasi, PAT adalah instruksi Menteri Pertanian melalui Kepmentan No. 243/2024 tentang Satgas Antisipasi Darurat Pangan untuk melalukan pertambahan areal tanam, khususnya di kabupaten Sukabumi, melalui pompanisasi dan penanaman padi gogo dalam rangka menghadapi musim kemarau panjang. Adapun potensi sawah tadah hujan (STH) di Kabupaten Sukabumi mencapai 17.599 hektare dan sudah terealisasi 30,16 persen atau seluas 5.307,86 hektare per 30 Mei 2024.

Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mendorong perluasan areal tanam dan juga progres pompanisasi sebagai solusi cepat masa depan bangsa dalam menghadapi musim kering sesuai prediksi BMKG.

“Kami mendorong sepenuhnya pompanisasi untuk peningkatan produksi dan perluasan areal tanam,” katanya.

Antisipasi Darurat Pangan, Kementan Latih Jutaan Petani Penyuluh dan Babinsa

KETINDAN – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) melatih jutaan petani dan penyuluh untuk mengantisipasi darurat pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman mengatakan, prioritas pemerintah saat ini adalah menggenjot produksi padi dan jagung untuk mencegah krisis pangan di Indonesia.

“Kalau krisis energi mungkin kita masih bisa bergerak, tapi kalau krisis pangan, seluruh aktivitas terhenti, bahkan negara pun tidak ada tanpa pangan. Sehingga, ini menjadi prioritas pemerintah saat ini,” kata Mentan Amran.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan, Sejak tahun lalu dampak covid 19, geopolitical tension khususnya perang rusia-ukraina, dan climate change (perubahan iklim) sangat terasa khususnya dalam hal pangan. Situasi dunia dalam kondisi tidak menentu dengan sekitar 60 negara mengalami krisis pangan dan 900 juta penduduk dunia terdampak krisis pangan.

“Dari berbagai masalah ini berdampak produksi pangan global terganggu. Di Indonesia, sejak Februari tahun lalu hingga Maret tahun kita mengalami fenomena alam yang disebut El Nino, kemarau yang berkepanjangan. Solusi mengatasi krisis pangan kita harus Swasembada,” ujar Dedi saat membuka Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh (PSPP) Volume 10 Tahun 2024, di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Malang, Rabu (5/6/24).

Dedi mengatakan, beras adalah kebutuhan pokok Indonesia. Per bulannya, kebutuhan beras dalam negeri tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare.

Dedi menjelaskan, konsumsi beras dalam negeri setiap bulannya tidak kurang dari 2,6 juta ton atau setara 1 juta hektare luas panen dengan produktivitas 5,2 ton per hektare. Sementara Indonesia hanya mampu menghasilkan beras 30,2 juta ton per tahun.

“Artinya kita masih defisit 1 juta beras. Belum lagi cadangan beras pemerintah (CBP) 2,5 juta ton, berarti dijumlah kurang lebih 3,5 juta ton beras setiap tahun. Itu setara dengan 7 juta ton gabah kering giling (GKG),” jelas Dedi.

Berdasarkan data yang ada, pada Maret 2024, petani baru bisa menanam seluas 800.000 hektare atau dengan kata lain terjadi kekurangan tanam seluas 300.000 hektare, yang akibatnya akan defisit beras.

“Oleh karena itu, kita harus melakukan perluasan tanam dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) kita di lahan rawa dan lahan tadah hujan agar produksi beras kembali melimpah,” ujar Dedi.

Kementan saat ini tengah fokus menggenjot produksi dua komoditas pokok, yaitu padi dan jagung nasional melalui optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, dan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan.

Dedi mengatakan, optimalisasi rawa sedang dilakukan di 11 provinsi dengan target meningkatkan IP 100 menjadi 200 untuk daerah yang sudah dilakukan survei investigasi dan desain (SID).

“Lahan rawa kita umumnya cuman tanam satu kali dalam satu tahun. Lahan Rawa kalau kita tingkatkan IP dari satu kali menjadi dua dalam satu tahun berarti kita harus optimasi lahannya. Kita harus perbaiki salurannya dan sebagainya,” sambung dia.

Kementan juga menggalakkan program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan persawahan tadah hujan ber-IP satu yang dekat dengan sumber air. Program ini akan dilakukan 500 hektare di Pulau Jawa dan 500 hektae di luar Pulau Jawa.

“Kita punya lahan tadah hujan 3-4 juta hektare, yang baru tanam satu kali dalam satu tahun karena apa irigasinya hanya mengandalkan hujan. Kalau ini kita tingkatkan IP-nya jadi dua kali, produksi kita juga akan meningkat,” ujar dia.

Selanjutnya, kata Dedi, Kementan juga menggalakkan tumpang sisip padi gogo di lahan perkebunan sawit dan kelapa yang sedang mengikuti program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Kita ada lahan sawit dan kakao sekitar 500.000 hektare untuk program tumpang sisip padi gogo. Sehingga yang tadinya tidak bisa tanam menjadi tanam,” kata Dedi.

Dengan latar belakang ini maka BPPSDMP akan menyelenggarakan PSPP Volume 10 Tahun 2024 bagi Petani, Penyuluh Pertanian, dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan tema “Gerakan Antisipasi Darurat Pangan Nasional”.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta dalam peningkatan produksi padi melalui optimalisasi lahan rawa dan pompanisasi di lahan sawah tadah hujan serta pemanfaatan lahan perkebunan untuk padi.

PSPP ini dilaksanakan selama tiga hari, tanggal 5 – 7 Juni 2024 secara luring di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan dan daring serentak di UPT Pelatihan Pertanian, Kantor Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/kota, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Kantor Koramil di seluruh Indonesia.

Peserta pelatihan yang mengikuti sebanyak 1.902.354 dari target sebanyak 1.800.000 orang yang terdiri dari Petani sejumlah 1.823.948 orang, Penyuluh PNS sejumlah 12.008 orang, Penyuluh PPPK sejumlah 7.690 orang, Penyuluh THL Pusat sejumlah 474 orang, Penyuluh THL Daerah sejumlah 3.184 orang, BABINSA sejumlah 48.347 orang dan Insan Pertanian lainnya sejumlah 6.703 orang.

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

PENGOBATAN SYMTOMATIS PADA KASUS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK)  DAN RESPON KESEMBUHAN

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

PMK atau Penyakit mulut dan kuku merupakan salah satu penyakit hewan menular yang morbiditasnya tinggi dan kerugian  ekonomi yang ditimbulkan  sangat besar.  Penyakit ini disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviride,  dan virus ini dapat menyerang berbagai spesies hewan yang berkuku genap  (sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan rusa) Gejala klinis PMK yakni demam, air liur berlebihan, dan kepincangan. Gejala klinis lainnya yakni adanya vesikel dan perlukaan pada mulut, kaki, dan puting susu, hewan lebih senang berbaring, perdarahan/lesi pada mulut, pada seluruh teracak kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C dan hewan sembuh 3-4 minggu setelah gejala klinis muncul.Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah/negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier. Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK.  Hewan yang terinfeksi tetap sangat lemah untuk jangka waktu yang cukup lama dan penyakit  PMK  ini  dapat menyebabkan  kerugian  dengan hilangnya  produktivitas secara permanen. Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas9,0.

Pengobatan   khusus   pada  kasus  PMK   belum diketahui,   namun   dapat  di  berikan pengobatan   untuk   mengurangi    gejala   klinis   dan mencegah    inf eksi  sekunder   seperti antipiretik,  antibiotik  dan vitamin.  Berdasar  laporan  lapangan  pemberian  kombinasi obat antipiretik, antihistamin, antiinf lamasi nonsteroid dan multivitamin  dan pemberian garam serta gula pada air minum sapi memberikan tingkat kesembuhan yang baik yang mencapai 97 % dan semua  gejala  klinis  hilang  pada  hari  ke  7 -14. Antibiotik   yang  digunakan  di antaranya Sreptamysin  penicilin, amoxcilin,  Cyproplksasin  dan trimetropin  sulf a. Antibiotik  diberikan untuk mencegah  inf eksi sekunder bakteri.  Lesi  akibat  virus  pada hidung dan sela  teracak adalah  luka terbuka yang mudah terinf eksi bakteri  apabila diberikan  antibiotik, akan lebih cepat  sembuh.  Antipiretik   yang  digunakan  adalah  obat  yang  mengandung   Metamiz o le Sodium  Monohydrate   , dypirone, obat ini memiliki  sif at pereda nyeri, penurun  panas dan antiradang.    Sapi      yang   mengalami   gejala   kaki   yang  berat,   pengobatan  ditambahkan antiinf lamasi nonsteroid sepeerti meloxicamdan dexametason   untuk mengurangi  peradangan dan meredakan nyeri pada extermitas   sapi. Vitamin  yang  digunakan  adalah  multivitamin dengan komposisi vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh, vitamin B kompleks ( vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12 ) guna meningkatkan energi serta menjaga kesehatan saraf , atau kalsium untuk mencegah tulang keropos , vitamin A meningkatkan imunitas ternak, vitamin D3 berperan dalam dif erensiasi dan maturasi sel dendrik yang berfungsi sebagai antigen presenting cell, sedangkan vitamin E dapat menstimulasi multipikasi dan peningkatan aktivitas sel limf osit yang dapat  berperan  melawan  virus ,  Vitamin  K  memiliki  peran  dalam proses pembekuan darah sehingga  luka lebih cepat sembuh. Keseluruhan   vitamin  yang  diberikan dapat meningkatkan   sistem  imun,  antioksidan,  meningkatkan   naf su makan dan membantu mengatur  metabolisme  badan. Premix  pakan yang diberikan  juga mengandung  vitamin  A, D,  E,  mikromineral   dan makromineral   yang  berf ungsi  juga  meningkatkan   sistem  imun ternak. Lepuh  pada kaki dikompres  dengan  H2O2    atau  dengan  cupri  sulf at/ terusi  2%, H2O2   memiliki   aktivitas   yang   baik  dalam   proses   penyembuhan   luka ,  menginduk s i f osf orilasi dalam jaringan  yang luka, terutama  dalam meningkatkan  proses pemulihan  luka . Ternak terpapar PMK diberikan nutrisi yang memadai  terutama protein, diberikan  minum air yang cukup guna mempercepat proses penyembuhan. Minum air putih yang cukup dapat membantu  mencegah  dehidrasi  yang dapat  memperlambat  proses penyembuhan  lepuh. Disamping itu dilakukan juga   pengobatan secara tradisional melalui pembuatan  ramuan jamu dari tanaman herbal sebagai cairan untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, dan pengobatan suportif lainnya Kesembuhan   secara  klinis   dalam  waktu   7-14  hari  meliputi   naf su  makan  sudah kembali,  mata cerah, lesi   di mulut, hidung atau di sela teracak  sudah sembuh  dan hewan sudah lincah  seperti  biasanya.  Kesembuhan  secara  klinis  pada sapi yang terinf eksi  PMK dapat  terjadi  apabila  sapi ditanggani   dengan  cepat  dan  tepat  sehingga  gejala  klinis  tidak memperparah     inf eksi PMK,  sapi yang sembuh  dari PMK  dapat berperan  sebagai  carrier (mengeluarkan  virus dari f aring sampai lebih dari 2 tahun.

Desinf ektan  yang  digunakan   meliputi  untuk    Orang,Deter gen,   hydrochloric   acid, citric acid, untuk baju Sodium hypochlorite,  citric acid , Kandang (alat)Sodium  hypochlorit, calcium  hypochlorite,  virkon, sodium hydroxide  (caustic  soda, NaOH),  sodium carbonate anhydrous  (Na2CO3)  atau washing  soda (Na2CO3.10H2O) .  Untuk  lingkungan,air   dalam container   digunakan   Sodium   hydroxide  (caustic   soda,NaOH)   konsentrasi   2%,  sodium carbonate     anhydrous     (Na2CO3)     dengan     konsentrasi     4%    atau     washing     soda (Na2CO3.10H2O).    Sedangkan   untuk   karkas   (bangkai)   digunakan   Sodium   hydroxide (caustic soda, NaOH), sodium carbonate  anhydrous (Na2CO3.10H2O ),  Hydrochloric  acid, citric  acid.  Atau  dibakar/dikubur.   Zat-zat  aktif  tersebut  berperan  dalam  membunuh  virus dan dekontaminasi  lingkungan.  Penyemprotan  rutin desinf ektan pada ternak, area kandang dan lingkungan  kandang dapat mencegah  virus masuk kembali ke badan sapi dan penularan melalui sarana prasarana usaha peternakan .

Peranan Sumber Daya Usaha Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Peranan Sumber Daya Usaha  Dan SDM Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Sapi Perah

Oleh Dr. drh Euis Nia Setiawati,MP

Usaha ternak termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama dilakukan untuk  memenuhi kebutuhan pangan, baik daging, susu, telur, dan lainnya. Usaha ternak sapi dalam pemeliharaannya tentu memerlukan sebuah sumber daya untuk mendukung  pengembangannya, baik sumber daya alam maupun manusianya. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dari peternak, sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan peternak. Sumber daya sangat diperlukan untuk keberlangsungan serta keberhasilan usaha  ternak, karena  semakin besar  akses peternak terhadap sumber  daya, menjadikan peluang pengembangan usaha ternak semakin besar.

Pengembangan usaha ternak sapi perah didukung oleh berbagai macam sumber daya, salah satunya ialah sumber daya internal  yang meliputi sumber daya finansial, teknologi, dan fisik. Sumber daya finansial merupakan sumber daya yang berhubungan dengan modal atau aset keuangan.  Sumber  daya  teknologi  merupakan  sumber  daya  yang  berhubungan  dengan adopsi, inovasi, dan implikasi pemanfaatan teknologi. Sumber daya fisik merupakan sumber daya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana yang mendukung usaha ternak.

Kondisi lingkungan berpengaruh terhadap hidup ternak, karena kemampuan adaptasi ternak terhadap kondisi lingkungan tertentu tidak sama. Memperhatikan lingkungan sebelum memilih ternak perlu dilakukan supaya jenis ternak yang akan dibudidayakan dapat hidup dan

berproduksi  dengan  baik. Hal itu juga berlaku pada  usaha  ternak sapi perah,  yang mana memerlukan lingkungan yang khusus supaya produksi susu yang dihasilkan sesuai kuantitas dan  kualitas. Lingkungan yang  sesuai  dengan  sapi  perah  supaya  dapat  berkembang  dan berproduksi dengan baik yaitu pada daerah yang mempunyai ketinggian 750 -1200 mdpl dan kondisi suhu 13⁰C-18⁰C.

Susu merupakan produk utama dari sapi perah, jadi memperhatikan hal yang akan mempengaruhi   banyaknya   produksi    susu   sapi  sangat   penting   untuk   meningkatkan pendapatan peternak. Sapi perah mempunyai potensi  besar untuk dikembangkan sebagai usaha ternak, karena sapi perah dapat menghasilkan susu berkualitas. Susu adalah produk yang menyehatkan dan digemari oleh berbagai kalangan dari segi rasanya maupun kandunga n gizinya. Kandungan  gizi yang  dimiliki susu  hampir semua  dibutuhkan  oleh  tubuh  seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Produk hasil utama dari usaha ternak sapi perah ini juga dapat digunakan sebagai bahan baku maupun bahan tambahan produk lain yang juga umumnya disukai masyarakat. Kebutuhan akan konsumsi susu juga menjadi prospe k yang baik terhadap usaha ternak sapi.

Usaha ternak dengan skala yang berbeda dari segi jumlah kepemilikan tentunya juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal dan penghasilan. Perbedaan skala usaha ternak selain dari jumlah ternak yang dipelihara, sumber daya yang dimiliki dan pengoptimalan s umber daya juga berbeda. Sumber Daya Usaha Ternak Sapi Perah yang dikelola oleh peternak dengan berskala kecil biasa disebut dengan usaha ternak rakya t, umumnya manajemen yang ada masih terbilang sederhana sehingga berpengaruh terhadap produksinya.

Memiliki usaha di  sektor  peternakan dengan  tingkat usaha  kecil maupun besar,  tentunya sumber  daya  usaha  sangat  diperlukan  untuk keberlangsungan  serta  keberhasilan usaha. Sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik merupakan beberapa bagian dari sumber daya  usaha  ternak. Indikator  pembentuk  sumber  daya  finansial ialah pendapatan utama, pendapatan total untuk kebutuhan hidup, kepemilikan sapi pedet, kepemilikan sapi dara, kepemilikan sapi bunting, kepemilikan sapi laktasi, kepemilikan sapi periode kering, dan jumlah populasi sapi yang dipelihara. Indikator pembentuk sumber daya teknologi ialah pemilihan sapi indukan (bibit), teknologi pakan, perkandangan, dan teknologi peningkatan produksi susu. Indikator pembentuk sumber daya fisik ial ah sarana transportasi, penguasaan lahan, dan ketersediaan sumber pakan. Tiga sumber daya tersebut mempunyai peran yang penting bagi pengembangan usaha ternak karena semakin besar akses peternak terhadap sumber daya, menjadikan peluang  pengembangan  usaha  ternak yang dilakukan semakin besar.

Demikiann tulisan ini Disampaikan semoga menambah wawasan bagi palaku usaha peternakan sapi perah. Dalam hali ini kualitas SDM peternak berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam  mengakses sumber daya finansial, sumber daya teknologi, dan sumber daya fisik dalam menjalankan usaha peternakan sapi perah rakyat.

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

MENILIK GAYA BELAJAR, METODE PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA PELATIHAN

Dr. drh Euis Nia Setiawati, MP

        Keberhasilan   penyelenggaraan   program   pelatihan   dapat   dilihat   berdasarkan perspektif sistemik yaitu Pertama, input yang berkualitas berupa kurikulum, widyaiswara yang berkompeten, sarana prasarana yang mendukung. Kedua, proses penyelenggaraan pelatihan yang profesional mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya, dan yang Ketiga kualitas hasil belajar berupa knowledge, skill, dan attitude yang diperoleh saat pelatihan serta hasil belajar berupa produk seperti tulisan ilmiah, laporan dan sebagainya. Dalam pencapaian tujuan pelatihan beberapa faktor ini memiliki peran penting dalam mencapai hasil belajar peserta pelatihan yaitu terkait dengan widyaiswara yang kompeten dan metode pembelajaran yang sesuai. Pada umumnya Peserta yang mengikuti Pelatihan memiliki latar belakang beragam baik  bidang pendidikan, rentang usia dan sebagainya yang dapat mempengaruhi terhadap capaian suatu program pelatihan.

         Gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang mungkin lebih efektif bagi peserta didik. Gaya belajar yang dimaksud adalah memahami metode-metode dalam pembelajaran agar pembelajaran untuk peserta didik lebih efektif. Menurut Hamzah B. Uno  dalam  bukunya  yang  berjudul  “Orientasi Baru  dalam  Psikologi  Pembelajaran”  Gaya Belajar adalah kemampuan sesorang untuk memahami dan menyerap perlajaran sudah pasti berbeda tingkatnya ada yang cepat sedang dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu mereka sering kali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.

         Keberhasilan peserta dalam memgikuti proses pembelajaran selama pelatihan akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal peserta terutama gaya belajar masing – masing yang merupakan karakter unik dari setiap peserta. Terdapat tiga model (type) dalam gaya belajar yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Dimana pada hakikatnya setiap individu memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun hanya satu gaya yang biasanya mendominasi. Lebih lanjut Alan Pritchard (2009) mengungkapkan bahwa pembelajar dominasi visual lebih suka belajar dengan melihat dengan daya ingat visual yang kuat dan menggerakan tangan dalam mendeskripsikan sesuatu serta melihat keatas ketika berpikir. Pembelajar dominasi auditori lebih suka belajar dengan mendengarkan dengan memori yang kuat dalam mendengarkan cenderung sistematis dan ketika berpikir memiringkan kepalanya. Sedangkan pembelajar kinestetik lebih  suka belajar dengan melakukan, pandai mengingat peristiwa dan sangat menikmati aktifitas fisik. Visual Lebih cepat dengan melihat dan mendemonstrasikan sesuatu tidak terganggu dengan suara berisik berkemampuan menggambar dan mencatat sesuatu dengan detail memiliki kemampuan mengingat yang baik. Auditori Senang membaca dengan keras Lebih  suka bercerita dan mendengarkan cerita Mampu mengulang informasi yang didengarnya dengan detail Kinestetik Tidak suka baca petunjuk, lebih suka bertanya bergerak, lebih menyukai dengan permainan Menghafal dengan berjalan/membuat gerakan Tidak Latar  belakang pendidikan dan  keilmuan, serta pernah  atau tidaknya peserta menerima materi   pelatihan adalah salah satu diantara beberapa indikator yang memudahkan widyaiswara mata pelatihan dalam melakukan transfer knowledge di kelas.  Tidak semua peserta pernah menerima materi tertentu sebelumnya, baik itu di pelatihan teknis yang diikuti, maupun ketika menempuh pendidikan formal. Latar belakang yang berbeda-beda ini menjadi tantangan tersendiri bagi widyaiswara dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran adalah pada ketepatan mengidentifikasi gaya belajar peserta pelatihan. Gaya belajar ini nantinya akan diarahkan pada pemilihan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga nantinya system delivery materi pelatihan, akan memudahkan peserta pelatihan dalam tercapainya tujuan pembelajaran.

         Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan belajar dipandang sebagai proses transformasi yaitu dalam bentuk mengubah, mempelajari kembali, memperbarui, dan mengamati. Peserta yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih cenderung suka bertanya, tidak suka membaca petunjuk, lebih menyukai permainan, tidak terganggu dengan suara berisik, menghafal dengan membuat gerakan. Metode pelatihan yang paling disukai adalah dengan kombinasi diskusi dan praktik (35%). Sehingga di kelas pelatihan, pembelajaran tidak hanya terpusat pada widyaiswara. Pembelajaran dua arah yang melibatkan peserta, akan membantu peserta untuk memudahkan proses penyampaian materi. Beberapa karakteristik pembelajaran yang sesuai misalnya: peserta diminta untuk mendiskusikan metode pengolahan data sesuai dengan proposal dan rancangan penelitian yang sedang di desain, melakukan praktik pengolahan data dengan data-data yang telah dipersiapkan sebelumnya, melakukan demonstrasi untuk meyakinkan pada anggota kelompok lain tata cara pengolahan data yang benar, menjadi asisten praktikum bagi kelompok lain. Selain itu widyaiswara dalam proses pembelajarannya dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok-kelompok kecil, dengan membuat kelompok secara acak melalui games, membuat strategi pembelajaran melalui games.

         Dalam proses belajar mengajar, widyaiswara mengacu pada standar kompetensi dan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan, diharapkan bisa memilih model maupun sarana pembelajaran yang idealnya disesuaikan dengan karakteristik peserta   dan karakteristik mata pelajaran. Peran dan tugas widyaiswara dalam kegiatan pembelajaran antara lain menguasai dan mengembangkan materi pembelajaran, dan mempersiapkan program pembelajaran. Belajar Mandiri merupakan faktor internal peserta pelatihan yang pasif, artinya akan muncul dari akibat dampak langsung terciptanya kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif. Hal tersebut sesuai dengan paradigma yang menerangkan bahwa melalui desain pembelajaran yang berpusat pada peserta (learner centered instruction) merupakan bentuk pengkondisian. widyaiswara sebagai fasilitator dan komunikator dalam kegiatan pelatihan, memiliki peranan dalam kemajuan kemampuan para peserta pelatihan yang akan dikembangkan.

          Demikian tulisan ini disampaikan , semoga   dapat menambah pembendaharaan   kita dalam meningkatkan  yang bergelut dibidang pelatihan.  Gaya belajar, Kualitas dari materi pelatihan dan profesionalisme fasiitator merupakan hal yang perlu diperhatikan  dalam upaya mengoptimalkan manfaat dari pelatihan  atau Efektivitas Pelatihan dapat tercapai dengan optimal.

FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH

FAKTOR RESIKO RETENSI PLASENTA DAN DAMPAKNYA TERHADAP REPRODUKSI SAPI PERAH

Oleh Dr.drh Euis Nia Setiawati, MP

        Produktivitas sapi perah sangat ditentukan oleh faktor genetik dan manajemen yang meliputi pengelolaan kesehatan, pakan, perkandangan, dan reproduksi individu. Pada mamalia, keberhasilan reproduksi mendukung peningkatan populasi dan produksi susu, karena produksi susu meningkat setelah partus. Penurunan keberhasilan (efisiensi) reproduksi yang pada akhirnya  ditandai pemanjangan  dengan bertambah  lamanya  interval  beranak  akan menurunkan total produksi susu. Gangguan reproduksi yang sering ditemukan dan mempengaruhi memengaruhi fertilitas dan produksi susu antara lain adalah retensi plasenta. Retensio sekundinarum merupakan suatu kegagalan pelepasan plasenta fetalis (vili kotiledon) dan plasenta induk (kripta karunkula) lebih dari 12 jam setelah melahirkan. Dalam keadaan normal kotiledon fetus biasanya keluar 3 sampai 8 jam setelah melahirkan. Retensi plasenta yang dibiarkan lama tanpa penanganan yang baik akan menimbulkan infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan terjadinya endometritis sampai tingkat pyometra yang parah. Hal ini disebabkan karena defisiensi hormon seperti oksitosin dan estrogen sehingga kontraksi uterus berkurang atau karena proses partus yang terlalu cepat.

          Kejadian retensi plasenta dapat mencapai 98% yang diakibatkan kurangnya Avitaminosa–A, karena kemungkinan besar vitamin A perlu untuk mempertahankan kesehatan dan resistensi epitel uterus dan plasenta. Periode postpartus dengan defisiensi vitamin A, D, dan E serta defisiensi mineral selenium, iodin, zink, dan kalsium dapat menyebabkan retensio sekundinae. Kondisi   infeksi pada uterus akan menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi, pakan (kekurangan karotin,vitamin A) dan kurangnya exercise (sapi dikandangkan) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.

          Beberapa parameter efisiensi reproduksi adalah conception rate (CR) dan service per conception (S/C). Conception rate merupakan angka kebuntingan hasil inseminasi buatan (IB) pertama, sedangkan S/C merupakan jumlah layanan IB yang dibutuhkan untuk setiap kebuntingan. Kasus retensi plasenta dipengaruhi oleh sanitasi kandang, kualitas pakan, pengalaman peternak, dan proses partus (Islam et al., 2013). Sanitasi kandang yang buruk berpotensi meningkatkan insidensi retensi plasenta, karena kandang yang basah dan kotor mempermudah masuknya mikroba mikrob lingkungan ke dalam saluran. Kualitas pakan buruk dan jumlah terbatas dapat mengakibatkan hewan kekurangan nutrisi dan penurunan daya tahan. Faktor-faktor lain yang dapat menentukan kasus bobot induk (gemuk), paritas induk (4 atau lebih), bobot (besar) dan jenis kelamin (jantan) anak, kelahiran kembar, dan kualitas pakan jelek. Buruknya penanganan partus dan kebersihan kandang mempermudah bakteri lingkungan memasuki uterus dan menyebabkan endometritis . Begitu juga defisiensi vitamin A, D dan E, serta selenium, iodin, seng, dan kalsium pascapartus berkontribusi 16,55% terhadap retensi plasenta dan dapat berlanjut menjadi endometritis (Alsic et al., 2008). Retensi plasenta merupakan faktor utama penyebab endometritis; 58,7% sapi yang mengalami retensi plasenta berlanjut menjadi metritis, endometritis, atau piyometra (Han dan Kim ,2005). Han dan Kim (2005) dan Gafaar et al. (20010) yang menyatakan bahwa retensi plasenta dapat menurunkan CR dan memperbesar S/C, sehingga menurunkan efisiensi reproduksi. Leblacn (2008) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, salah satunya adalah peningkatan umur sapi perah. Semakin tua umur sapi perah maka resiko mengalami retensio sekundinarum semakin tinggi (Leblacn ,2008). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun( Islam et al.,2012).

         Retensi plasenta dapat dipengaruhi oleh distokia, lahir kembar, aborsi, usia, paritas, infeksi, kekurangan gizi, gangguan hormonal (Islam et al., 2012); (Zubair and Ahmad, 2014). Kejadian retensio sekundinarum meningkat pada sapi perah yang berumur tua dengan periode kelahiran lebih dari empat ( Gaafar et al,. 2010). Kejadian retensio sekundinarum lebih tinggi pada sapi perah yang berumur lebih dari tujuh tahun. Induk sapi yang sudah tua kondisi alat reproduksinya sudah mengalami penurunan yang diakibatkan oleh penurunan fungsi endokrin (Hariadi et al., 2011).

           Sapi perah yang mengalami   retensio plasenta memiliki dampak negatif terhadap kinerja reproduksi ternak yaitu keterlambatan dalam perkawinan pertama, penurunan kebuntingan , peningkatan angka perkawinan per kebuntingan , calving interval yang lebih panjang dan jarak birahi postpartum diperpanjang. Retensio  plasenta dapat menimbulkan sejumlah masalah dengan memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan menimbulkan peradangan, penurunan berat badan dan penurunan produksi susu. Saat penanganan kelahiran apabila karankula terputus maka terjadi perlukaan dan dengan adanya infeksi mikroorganisme maka dapat mengakibatkan terjadinya endometritis. Kasus retensi plasenta yang berat akan selalu diikuti dengan terjadinya peradangan seperti metritis, peradangan pada lapisan miometrium, dan peritonitis.

            Pengobatan yang digunakan untuk kasus Retensio plasenta pada sapi perah yaitu dengan cara pengeluaran plasenta secara manual dan pemberian antibiotik intrauterin sistemik. Penanganan dengan manual removal yaitu melakukan penarikan terhadap plasenta yang masih menggantung di bibir vulva, dimana teknik penanganan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak menyebabkan perlukaan pada saluran reproduksi.

         Demikian tulisan ni disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai kasus retensio sekundinarum pada sapi perah, sehingga dapat digunakan dalam tindakan pencegahan terjadinya retensi plasenta yang berdampak terhadap birahi dan kebuntingan pada sapi perah.

PENANGANAN PADA SAPI  LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM

PENANGANAN PADA SAPI  LAMBAT BERAHI PASCA BERANAK DAN HYPOFUNGSI OVARIUM

Oleh  Dr.drh Euis  Nia Seiawati, MP

               Efisiensi  reproduksi  adalah salah satu faktor  terpenting  yang memengaruhi  usaha budidaya  sapi potong. Kondisi reproduksi  ideal yang diupayakan adalah mendapatkan satu anak perinduk setiap 12 bulan. Kondisi ideal tersebut tidak selalu dapat diwujudkan karena berbagai masalah yang mengganggu performans reproduksi  sapi. Anestrus postpartum (sapi lambat beerahi pasca beranak)   merupakan kondisi  ketiadaan estrus 60 hari  postpartum. Kondisi anestrus postpartum menjadi faktor penyebab utama perpanjangan interval kelahiran yang menimbulkan kerugian ekonomi. Kondisi anestrus dikaitkan dengan ovarium tidak aktif, sehingga  pertumbuhan  folikel tidak memungkinkan  folikel menjadi  cukup  matang  untuk diovulasikan. Anestrus postpartum dapat dipicu oleh status energi yang rendah , kekurangan protein, dan mineral. sapi induk dalam periode postpartum yang memperoleh pakan berenergi  rendah dan dengan kandungan protein yang rendah, sehingga tidak mencukupi kebutuhan  minimum untuk  mempertahankan kondisi  badannya. Kondisi  demikian secara nyata menekan proses sintesis dan pelepasan hormon gonadotropin  kelenjar pituitari, dan berakibat aktivitas ovarium terganggu. Implikasi nyata akibat kondisi tersebut adalah periode anestrus postpartum menjadi lebih lama daripada kondisi fisiologis yang normal .

         Pada peternakan dimana pola pemeliharaan sapi secara tradisionil, tentunya  sangat rawan pemberian pakan yang diberikan berkualitas rendah. Sapi yang diberi pakan yang mempunyai nutrisi  berkualitas rendah  sangat  berpengaruh  terhadap  keadaan reproduksi.   Kondisi di lapangan banyak ditemukan Sapi yang belum berahi lebih tiga bulan setelah beranak atau sapi lambat berahi setelah beranak. Berahi setelah beranak (estrus postpartum) pada sapi yang baik terjadi pada tiga bulan, dan induk sapi dapat beranak setiap tahun, sedangkan sapi yang tidak  berahi  minimal  empat  bulan  setelah  beranak  dinyatakan sapi  lambat  berahi  dan penyebab yang paling potensial adalah faktor pakan yang diberikan dan penyapihan anak.

            Pemeliharaan sapi yang tidak baik selama menyusui dapat menurunkan kondisi tubuh induk sapi  sampai di bawah kondisi  yang layak untuk  bereproduksi  dan menyebabkan fertilitas rendah sampai sapi menjadi infertile dan tidak berahi . Rendahnya status nutrisi yang diberikan berpengaruh sangat kompleks terhadap keadaan Reproduksi.  Pemberian pakan pada sapi setelah melahirkan yang mempunyai kandungan nutrisi rendah menyebabkan kerja hypofisi s dalam menghasilkan hormon reproduksi  lambat sehingga ovarium lamban kembali beraktivitas  dan  gonadotrophin   releasing  hormone  (Gnrh),  sehingga  follicle stimulating hormone (FSH) dan luteunizing  hormone (LH) yang dihasilkan oleh hypofisis rendah yang berakibat lama munculnya berahi postpartum.

            Ovarium tidak aktif adalah ovarium yang  tidak melakukan aktivitas pembentukan ovum, yang ditandai dengan permukaan ovarium yang halus. Ovarium yang tidak ada benjolan atau gelombang pada permukaannya menandakan tidak ada pertumbuhan folikel dan ovarium tersebut dinyatakan steril. Steril ada dua macam yaitu steril dan sub-steril. Kejadian pada ternak yang ovariumnya tidak mampu melakukan proses oogenisis ada dua macam yaitu yang disebabkan karena oleh faktor bakat atau genetik, sedangkan yang disebabkan faktor yang sangat ekstrim antara lain stres dan kekurangan nutrisi yang berat. Hipofungsi ovarium suatu kondisi dimana ovarium memiliki ukuran normal, tetapi tidak terdeteksi adanya folikel- folikel yang  tumbuh,  ditandai  oleh permukaan  mengadung  cairan (folikel). Kemungkinan penyebabnya adalah kurangnya pasokan nutrisi untuk proses fisiologis pembentukan folikel, proliferasi sel-sel granulosa dan pematangan oosit, juga konsentrasi  FSH dalam darah yang sangat rendah sehingga tidak mampu memicu perkembagan folikel. Sel telur yang dihasilkan ovarium  hipofungsi  pada  umumnya  fertilitasnya rendah  sehingga  sulit  atau  tidak  dapat dibuahi  walaupun  spermatozoa  berkualitas baik.  Ternak  yang  mempunyai  ovarium yang hipofungsi  pada  umumnya terjadi berahi  tenang (silent heat), berahi semu (berahi  tanpa ovulasi), siklus berahinya tidak teratur dan timbulnya berahi postpartum lambat. Gangguan reproduksi yang terjadi pada ternak yang mengalami hipofungi ovarium, menunjukkan adanya kesalahan mekanisme hormon reproduksi.  Kesalahan mekamisme dapat disebabkan ketidakseimbangan nutrisi, kondisi tubuh BCS yang tidak baik , lingkungan yang ekstrim dan stress.  Hipofungsi  ovarium dapat disembuhkan  secara terapi  dengan  singkronisasi  berahi menggunakan progesteron yang diberikan intravaginal atau progesterone  releasing intravaginal device. Perbaikan pakan sapi untuk ketersediaan yang berkesinambungan dalam jumlah dan keseimbangan nutrisi pada peternakan rakyat kecil .

             Usaha  memenuhi  keseimbangan nutrisi  untuk  proses  reproduksi,  perlu suplemen protein, vitamin, dan mineral yang memadai. Perbaikan pakan pada sapi yang mengalami gangguan reproduksi  akibat kekurangan  nutrisi,  harus  dilakukan dengan  hati -hati,  sebab terlalu banyak  maupun  sedikit  nutrisi  pakan  yang  diberikan,  akan  berpengaruh  negatif terhadap  perkembangan  folikel, yang  berakhi r terjadi  unoestrus.  Perbaikan nutrisi  yang diberikan kepada ternak harus diperhitungkan berdasarkan keseimbangan nutrisi yang baik termasuk kebutuhan vitamin dan mineral untuk mecukupi mekanisme koordinasi yang sangat kompleks antar nutrisi pada proses reproduksi.

          Demikian tulisan ini disampaikan, semoga dapat memberikan informasi dalam upaya mengatasi gangguan reproduksi pada sapi potong setelah melahirkan.

Faktor Predisposisi Penyakit Mulut dan Kuku  Pada  Kambing dan Domba

Faktor Predisposisi  Penyakit Mulut dan Kuku  Pada  Kambing dan Domba

Oleh : Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

      Penyakit mulut dan kuku (PMK) merupakan penyakit akut yang sangat menular, dan sangat penting karena menyerang ternak ruminansia dengan seroprevalensi keseluruhan sebesar  11,48%.  Penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit virus akut yang sangat menular pada  ruminansia,   berkaki belah dan babi  yang  ditandai  dengan anoreksia, demam, hipersalivasi, serta erupsi vesikular di mulut, puting  susu, dan kaki . Sapi lebih banyak terdeteksi terinfeksi PMK dengan seroprevalensi 14,48% daripada domba dengan  prevalensi  7,07%  dan kambing  sebesar 7,10%.  Penyakit PMK  ini  menghambat pertumbuhan dan reproduksi pada kambing dan domba . Virus PMK sensitif terhadap pH, dan tidak aktif pada pH di bawah 6,0 atau di atas 9,0.

        Faktor  risiko pada  kambing  dan  domba  yang berhubungan  dengan seropositif meliputi agroekologi, sistem produksi, umur, jenis kelamin, kontak dengan satwa liar, iklim, ras, interaksi dengan ternak lain, manajemen, dan sanitasi ternak. Faktor risiko yang sering dilaporkan antara lain: pembagian air atau pakan secara komunal , jenis sistem produksi ternak, jumlah anak kambing dan domba berusia hingga enam bulan yang ada di kandang, Faktor risiko tambahan yang teridentifikasi meliputi: jarak peternakan ke jalan utama , frekuensi pembelian ternak, hewan yang tinggal di daerah dengan riwayat PMK dalam 12 bulan  terakhir, dan  hewan  yang  dimiliki  oleh  pedagang  ternak.  Virus  memengaruhi beberapa  kelenjar hormon vital  seperti  hipofisis  yang  mengontrol  fungsi  metabolisme dalam tubuh.

       Virus  mempengaruhi  beberapa  kelenjar  hormon vital  seperti   hipofisis   yang mengontrol fungsi metabolisme dalam tubuh. Kerusakan yang ditimbulkan pada kelenjar- kelenjar tersebut dapat menyebabkan hewan menunjukkan gajala terengah-engah, gelisah, penurunan produksi, dan menyebabkan  hewan lemas. Pada sapi dan kambing, infeksi  pada  ambing dan  puting  susu  dapat  berkembang menjadi mastitis  yang  dapat menyebabkan  kehilangan puting  secara permanen,  sehingga  produksi  susu  menurun. Hewan yang  terinfeksi  tetap sangat lemah untuk  jangka  waktu yang  cukup  lama dan penyakit PMK ini dapat menyebabkan kerugian dengan hilangnya produktivitas secara permanen

          Beberapa faktor risiko PMK pada ternak kambing dan domba, yaitu spesies, ras, umur, jenis kelamin, dan asal hewan. Diketahui  bahwa kambing lebih rentan daripada domba, ras lokal paling tinggi seroprevalensinya, umur ternak dewasa lebih rentan terinfeksi PMK. Hal ini terjadi karena kambing dan domba dewasa lebih lama terpapar saat berada di peternakan dan di pasar hewan dibanding dengan hewan muda, sehingga hewan dewasa diperkirakan memiliki antibodi dari berbagai serotipe PMK, sedangkan padakambing domba muda, umumnya peternak lebih menjaga kondisi  hewan sehingga sedikit mengalami paparan.  Ternak kambing domba yang berasal daridalam peternakan lebih rentan terhadap penyakit PMK   dibandingkan hewan yang didatangkan dari luar peternakan.

            Demikian tuisan ini   disampaikan semoga  bermamfaat bagi  para  peternak   untuk mengantisipasi faktor pemicu / predisposisi   yang berpotensi  menyebabkan kejadian PMK pada kambing dan domba, sehingga dapat menjadi informasi yang berguna untuk menekan penyebarannya.

Skip to content