Skip to content Skip to left sidebar Skip to footer




Author: BBPKH

Penanggulangan Gangguan Reproduksi

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara

C.I.T.C.

Cinagara Information Training Center

Penanggulangan Gangguan Reproduksi


Pelatihan Gangguan reproduksi diperuntukan bagi dokter hewan, paramedik veteriner atau petugas reproduksi dalam rangka meningkatkan status reproduksi sapi/kerbau dan ruminansia kecil meliputi mendiagnosa, mengidentifikasi gangguan reproduksi, dan menangnani permasalahan reprduksi di lapangan.
Rp 7,5
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    14 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    - Aparatur dan Non aparatur
    - Dokter hewan, paramedik veteriner dan atau paramedik reproduksi
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaaan :
    Current Month

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara

C.I.T.C.

Cinagara Information Training Center

Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara

C.I.T.C.

Cinagara Information Training Center

Juru Sembelih Halal

Juru Sembelih Halal ( 2 Hari )


Pelatihan Juru Sembelih Halal diperuntukkan bagi calon maupun pelaku Juru Sembelih Halal dalam praktik penyembelihan hewan secara benar, memenuhi persyaratan halal,dan memperhatikan kesejahteraan hewan serta sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penyembelihan Hewan.
Rp 2
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    2 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    Aparatur atau Non Aparatur / Calon Juru Sembelih Halal
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaan :
    Cek Jadwal


Juru Sembelih Halal ( 4 Hari )


Pelatihan Juru Sembelih Halal diperuntukkan bagi calon maupun pelaku Juru Sembelih Halal dalam praktik penyembelihan hewan secara benar, memenuhi persyaratan halal,dan memperhatikan kesejahteraan hewan serta sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penyembelihan Hewan.
Rp 2,5
jt

/individu


  • • Biaya sudah termasuk training KIT, konsumsi dan akomodasi.
    • Biaya diluar transport pulang pergi dari daerah asal.
    • Biaya diluar uang saku peserta
    • Kegiatan Pelatihan dilaksanakan di BBPKH Cinagara
  • Lama Pelatihan :
    4 Hari Offline
  • Syarat peserta :
    Aparatur atau Non Aparatur / Calon Juru Sembelih Halal
  • Lokasi Pelatihan :
    BBPKH Cinagara
  • Jadwal Pelaksaan :
    Cek Jadwal


Konsistensi Kementan, Tingkatkan IP dan PAT di Kabupaten Sumedang

SUMEDANG – Kementerian Pertanian terus konsisten meninjau jalannya program pompanisasi di seluruh wilayah Indonesia. Peninjauan bertujuan guna memastikan semua pompa yang sudah didistribusikan telah dimanfaatkan dan benar-benar berfungsi dengan baik sesuai target, sehingga mampu memberi dampak positif pada peningkatan produksi.

Terbukti dibeberapa wilayah Indonesia program pompanisasi ini telah mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari yang tadinya hanya satu kali tanaman dalam setahun kini menjadi 3 kali tanam dalam setahun.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menuturkan, pompanisasi menjadi langkah antisipatif dan strategis dalam menghadapi tantangan El Nino dan perubahan iklim yang semakin tidak terduga.

Mentan Amran juga mengungkapkan pompanisasi ini sangat berdampak terhadap peningkatan Indeks Pertanaman (IP) sehingga produksi gabah kering giling (GKG) juga semakin meningkat signifikan dengan kenaikan 9,82 persen di banding tahun sebelumnya.

Plt. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengungkapkan optimalisasi irigasi dan pengairan lahan pertanian dengan pemanfaatan pompa yang baik dan benar akan mampu meningkatkan produksi dan Indeks Pertanaman (IP) diseluruh wilayah yang terdampak el nino.

“Peninjauan dan monitoring evaluasi program pompanisasi harus terus dilakukan agar semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan target. Ketika program pompanisasi berjalan dan sudah termanfaatkan dengan baik optimalisasi lahan juga akan meningkat sehingga hasil akhirnya panen dan produktivitasnya juga akan ikut naik” ujar Dedi

Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara yang di ketuai Tedy Cahyo Sulistiyo Widodo terus konsisten melakukan pemantauan dan monitoring evaluasi program pompanisasi untuk meningkatkan PAT dan IP di Kabupaten Sumedang (25-28/06).

Tim satgas darurat pangan BBPKH Cinagara kali ini memantau proses pompanisasi dibeberapa tempat salah satunya DPKP Sumedang bidang PSP ALSINTAN TR-2 Anggaran APBD sebanyak 20 unit pompa TR-2 APBD yang sudah beroprasi mengairi lahan-lahan sawah sehingga kegiatan peningkatan PAT ketahanan pangan di Kabupaten Sumedang sudah berjalan sesuai target.

Tedy bersama tim BBPKH Cinagara juga bertolak ke Desa Kudawangi Kecamatan Ujungjaya untuk memantau pemanfaatan 1 unit pompa existing berukuran 6 inch dengan pemanfaatan sumber air permukaan sungai Cimanuk.

Dalam kunjungannya Tedy bersama tim didampingi Enceng selaku ketua kelompok Poktan Kenda memonitoring luasan lahan sawah yang sudah teraliri air dengan jumlah luasan sebanyak 42 ha. Selanjutnya monitoring di Desa Maronge Kecamatan Tomo di Poktan Bina Usaha didampingi Tatang selaku ketua Poktan. Pemanfaatan pompa existing di Poktan Bina Usaha ini sebanyak 2 unit berukuran 6 dan 4 inch telah mampu mengalirkan air dari sungai cilutung ke 47 ha lahan sawah.

Tedy menuturkan dengan adanya pemanfaatan pompanisasi salah satunya di poktan Bina Usaha ini telah mampu meningkatkan IP dari bulan November dari IP-1 ke IP-2 dan sekarang sudah masuk ke IP-3. Dengan demikian Poktan Bina Usaha ini merupakan poktan dengan progres yang cukup baik oleh karenanya pada Refocusing APBN T.A 2023 Poktan Bina Usaha mendapatkan bantuan 1 unit CHS yang sudah dipakai panen bulan April – Mei 2024 , dan direncanakan akan ada pembentukan UPJA di Poktan Bina Usaha, jelas Tedy.

Diakhir kunjungannya Tedy bersama tim BBPKH melakukan monitoring dan evaluasi bersama tim PSP, perwakilan Kodim dan PJ Kabupaten Sumedang ke Poktan Cipari dengan Admu selaku ketua kelompok tani, dalam monitoring dan evaluasi terseebut Tedy berharap dengan adanya bantuan 1 unit pompa berukuran 3″ mampu berjalan dengan baik dan mampu mengairi 8,96 ha lahan sawah, sehingga mampu meningkatakan IP yang signifikan seperti di poktan Bina Usaha.

“Dengan adanya monitoring dan evaluasi ini diharapkan progres optimalisasi lahan dan kegiatan pompanisasi di kabupaten Sumedang dapat terus terkontrol dan terpantau sehingga semuanya berjalan dengan baik, cepat dan tepat, sehingga mampu mempercepat masa tanam pada bulan Juli, Agustus, September mendatang dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) dengan signifikan ” pungkas Tedy

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI

Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP

Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi. Inefisiensi reproduksi pada sapi betina dapat menimbulkan  berbagai kerugian seperti menurunkan produksi kelahiran anak sapi / pedet, produktifitas sapi produktif, meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta   memperlambat   kemajuan  genetik   dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi, bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan   kontribusi    berbagai   faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak, oleh karenanya menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan performa reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan

Gangguan efesiensi reproduksi pada  petemakan  rakyat  lebih   banyak disebabkan oleh faktor pakan. Tingkat pemenuhan asupan pakan (energi) yang rendah sebelum beranak dan tinggi sesudah beranak menyebabkan tertundanya birahi pertama.   Kekurangan protein dalam ransum mengakibatkan  terjadinya  gangguan  reproduksi pada  temak  jantan    maupun    betina Temak. Kekurangan  protein menyebabkan timbulnya birahi yang lemah, birahi tenang, anestrus, kawin berulang, kelahiran anak yang lemah. K.ondisi ini akan lebih parah apabila dalam ransum tersebut juga terjadi kekurangan Calsium  (Ca) dan Phosfor (P)  dan akan  menyebabkan temak menjadi infertile.

Untuk mengoptimalkan kinerja reproduksi  tentu diperlukan    suatu  upaya  peningkatan efesiensi  reproduksi  induk  sapi   melalui pemberian  ransum  pakan  yang memadai,   terutama imbangan  TDN   dan  kandungan protein   serta  penerapan   teknologi   sederhana   yang  efektif agar mampu  mengatasi gangguan efesiensi reproduksi. Diharapkan  dengan pemberian ransumsesuai  dengan kebutuhan  sapi maka  akan  dapat  memacu  dan menormalkan   kembali  kadar hormon-hormon yang berperanan  didalam  siklus  reproduksi  sehingga sapi dapat  diharapkan terjadi estrus 2 – 3 bulan  post partus  kemudian, kasus sile nt heat dapat  dihilangkan dan angka konsepsi semakin  tinggi.

Kekurangan pakan, khususnya untuk daerah tropis   termasuk Indonesia merupakan salah satu  penyebab  penurunan  efesiensi  reproduksi, karena  selalu diikuti oleh adanya gagguann reproduksi menuju timbulnya kemajiran pada ternak betina. Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi sering bersifat majemuk,  artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lain.   Gangguan reproduksi pada induk dapat diperberat keadaannya bila selain kekurangan pakan juga dis ertai faktor penghambat antara lain cahaya matahari  yang kuat,   suhu kandang  panas, sanitasi rendah, keadaan lingkungan kurang serasi.  Produktivitas  ternak  selama  ini  diperkirakan  70%  dipengaruhi  oleh faktor  lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik . Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan untuk ternak  ruminansia di daerah tropik seperti Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada musim. Sebagai solusi dari permasalahan ini, peternak memanfaatkan hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi sebagai sumber pakan. Ruminansia yang diberi hijauan kualitas rendah membutuhkan rumen degradable protein (RDP) dan rumen undedradable protein (RUP) pada pakannya. RDP didegradasi sebagian besar menjadi amonia dalam rumen, kecukupan konsentrasi amonia dalam rumen diperlukan untuk pertumbuhan optimal mikrobia dan proses fermentasi. Suplai dari protein mikrobia  meskipun demikian  masih  kurang  mencukupi kebutuhan ternak sehingga  diperlukan suplementasi RUP yang tahan terhadap degradasi rumen dan membuat asa m amino tersedia untuk diserap di usus halus.  Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh tipe protein dalam  bahan pakan dan karakteristik asam aminonya, serta oleh metode pemrosesan dari bahan pakan tersebut. Bungkil kedelai merupakan salah satu sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradabilitas tinggi dalam rumen, sehingga memiliki nilai biologis   yang   kurang  menguntungkan bagi ternak ruminansia karena perombakannya.

Ransum sapi yang memenuhi    syarat     ialah     ransum    yang mengandung  :   protein, karbohidrat,  lemak,  vitamin,  mineral,  dan  air dalam  jumlah  yang  cukup.  Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pak an tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan  ternak (dewasa, bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi  sehingga untuk mengatasinya sapi dapat  diberikan pakan  tambahan. Oleh karena  itu pemberian pakan tambahan  yang baik  pada induk sapi   akan  sangat  berpengaruh terhadap pedetnya.

Demikian tulisan ini disampaikan, semoga menambah perbendaharaan kepustakaan bagi para peternak dan praktisi peternakan, dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tentunya akan menghasilkan kinerja reproduksi yang optimal.

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama

        Konsep One Health adalah pendekatan lintas disiplin ilmu yang mengakui keterkaitan erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Prinsip utama dari One Health adalah bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan ekosistem tempat mereka hidup (World Health Organisation (WHO, 2017). Konsep One Health muncul sebagai respons terhadap peningkatan kesadaran akan hubungan erat antara kesehatan manusia dan hewan, terutama dalam konteks penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies dan influenza. Pada tahun 2004, organisasi kesehatan global seperti World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organisation for Animal Health (WOAH – Dulunya OIE) mulai mengembangkan pendekatan lintas sektor untuk mengatasi ancaman penyakit yang melintasi batas spesies. Seiring berjalannya waktu, pengakuan akan pentingnya integrasi aspek kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan semakin meningkat. One Health menjadi landasan untuk mengembangkan kebijakan, strategi, dan program kesehatan global yang holistik. Organisasi internasional, pemerintah, akademisi, dan lembaga swasta bekerja sama dalam mempromosikan pendekatan One Health di tingkat global, regional, dan nasional. Kolaborasi ini melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan publik, kesehatan hewan, pertanian, lingkungan, dan lainnya.

Gambar 1. Konsep One Health: Koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar sektor
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020

            Pendekatan One Health menyatakan bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait erat. Penyakit menular sering kali dapat berpindah antara spesies, baik dari hewan ke manusia (Zoonosis) maupun sebaliknya. Contoh penyakit seperti influenza, Ebola, dan COVID-19 adalah bukti betapa pentingnya memahami hubungan ini untuk mencegah penyebaran penyakit. One Health telah menjadi landasan penting dalam menanggapi tantangan global seperti penyebaran penyakit menular baru, resistensi antibiotik, dan perubahan iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Kesehatan manusia adalah fokus utama dalam konsep One Health, dengan fakta bahwa sebanyak 70% penyakit menular di dunia merupakan jenis penyakit zoonosis (World Organisation for Animal Health (WOAH), 2020). Kesehatan hewan turut memainkan peran penting dalam mencegah penularan penyakit ke manusia khususnya pada hewan domestik dan liar. Kesehatan hewan juga berdampak pada keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Selain itu, lingkungan fisik tempat manusia dan hewan hidup juga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit. Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan habitat dapat mempengaruhi kesehatan semua makhluk hidup.

         Aksi terbaru yang signifikan di tingkat global adalah pembentukan One Health High Level Expert Panel (OHHLE) yang melibatkan WHO, FAO, WOAH, dan UNEP. Panel ini bertujuan untuk menyusun One Health Joint Plan of Action (OH-JPA) tahun 2022-2026. OH-JPA dirancang sebagai panduan untuk mengarahkan pembuatan kebijakan di tingkat global, regional, dan nasional dengan pendekatan One Health (FAO, UNEP, WHO, and WOAH, 2022). Hal ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pemantauan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan serta respons terhadap tantangan kesehatan global seperti pandemi, zoonosis, dan resistensi antibiotik. OH-JPA juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan global dengan meningkatkan kapasitas pengawasan, deteksi dini, respons cepat terhadap kejadian luar biasa, dan perencanaan keberlanjutan sehingga dokumen yang dihasilkan tersebut diharapkan dapat mendorong kolaborasi yang lebih erat antara berbagai sektor terkait. Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bersama dan koordinasi dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang kompleks. Dalam Implementasinya, negara-negara diharapkan untuk mengadopsi dan menyesuaikan OH-JPA sesuai dengan konteks regional dan nasional mereka. Hal ini termasuk pengembangan rencana tindakan nasional yang mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan kesehatan dan lingkungan.

        Di Indonesia, beberapa Gerakan yang menunjukkan komitmen dalam menerapkan pendekatan One Health mencakup dibuatlah peraturan dan pedoman oleh pemerintah antara lain: (1) Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 yang menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemi global, serta kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019); (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 yang berisi tentang pedoman tentang pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksius baru. Hal ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan sistem pemantauan, deteksi dini, dan respons terhadap penyakit yang dapat menyebar antara hewan dan manusia; (3) Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan 2020-2024 yang berisi dokumen mencakup strategi untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional dengan pendekatan One Health; (4) Penyusunan ASEAN Leaders Declaration (ALD) on One Health Initiatives yang merupakan Deklarasi Pemimpin ASEAN mengenai Inisiatif One Health. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama regional ASEAN dalam menghadapi masalah kesehatan bersama yang melibatkan aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan; (5) Penyusunan One Health Joint Plan of Action yang merupakan panduan untuk mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan dan praktik kesehatan nasional (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020). Selain itu, Indonesia juga secara aktif mengadvokasi pendekatan One Health dalam ketahanan nasional pada forum-forum internasional seperti G20 dan KTT ASEAN ke-42. Partisipasi ini penting untuk mempromosikan kerjasama regional dan internasional dalam menanggapi tantangan kesehatan global. Tidak berhenti sampai situ, Inisiatif Indonesia terkait One Health tercermin pada pembentukan National One Health Committee (NOHC) sebagai wadah untuk koordinasi lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan otoritas terkait lainnya (National One Health Committee (NOHC) Indonesia, 2021). NOHC bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kesehatan hewan, mendukung deteksi dini penyakit zoonosis, dan mengembangkan kebijakan yang terintegrasi. Selanjutnya, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi One Health (RAOH) yang mengarahkan implementasi pendekatan One Health di tingkat nasional. RAOH ini mencakup strategi untuk meningkatkan kerjasama antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan, serta untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks (Direktorat Kesehatan Hewan, 2020). Pemerintah Indonesia telah meningkatkan sistem pemantauan dan deteksi dini penyakit zoonosis seperti rabies, avian influenza, dan leptospirosis. Langkah-langkah ini termasuk pengembangan jaringan laboratorium di seluruh Indonesia untuk mendukung diagnosa dan pemantauan penyakit yang bersifat lintas spesies. Untuk mendukung langkah tersebut, Indonesia terus berinvestasi dalam memperkuat infrastruktur kesehatan hewan, termasuk pengembangan fasilitas kesehatan hewan, peningkatan kapasitas tenaga medis hewan, dan promosi praktik biosekuritas di peternakan dan pasar hewan. Indonesia pun telah aktif membangun kerjasama dengan organisasi internasional seperti WHO, FAO, dan WOAH dalam hal pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis, pengelolaan resistensi antimikroba, peningkatan keamanan pangan, dan program pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat tentang One Health. Melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat untuk menghadapi tantangan kesehatan global dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, memastikan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara bersama-sama.

         Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pertanian yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelatihan dibidang kesehatan hewan telah memainkan peran penting dalam jejaring One Health di Indonesia sejak 2015. Beberapa kegiatan dan keterlibatannya yang signifikan meliputi:

  1. Penyusunan Modul Pelatihan dengan BBPK Ciloto dan INDOHUN. BBPKH Cinagara telah berkolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto dan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dalam penyusunan modul pelatihan. Modul ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam pendekatan One Health di antara para profesional kesehatan hewan dan lainnya;
  2. Penyusunan Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam penyusunan modul pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksi baru. Kolaborasi dilakukan dengan Direktorat Kesehatan Hewan dan FAO ECTAD untuk memastikan pendekatan lintas sektor yang komprehensif.
  3. Pelatihan PELVI (Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia): BBPKH Cinagara telah menyelenggarakan pelatihan PELVI Frontline bagi dokter hewan. Program ini dilakukan bekerja sama dengan FAO ECTAD untuk meningkatkan kapasitas dokter hewan dalam menghadapi tantangan epidemiologi dan zoonosis di lapangan;
  4. Kolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto – Kementerian Kesehatan dalam Peningkatan Kapasitas SDM One Health: BBPKH Cinagara juga telah berkolaborasi dengan BBPK Ciloto dalam upaya meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pendekatan One Health. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan perspektif kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam pelatihan dan pengembangan professional;
  5. Training of Trainer Respon Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB): BBPKH Cinagara, bersama dengan Direktorat Keswan Ditjen PKH dan FAO ECTAD, telah menyelenggarakan Training of Trainer untuk respons terhadap zoonosis prioritas dan penyakit infeksi baru. Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan petugas lapangan dengan pendekatan One Health dalam menghadapi situasi darurat kesehatan yang melintasi spesies.
  6. Kolaborasi dengan INDOHUN dalam Manajemen Penyakit Zoonotik: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam kolaborasi dengan INDOHUN dalam pelatihan manajemen penyakit zoonotik melalui pendekatan One Health. Ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan dan praktik terbaru dalam manajemen penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.

Gambar 2. BBPKH Cinagara bekerjasama dengan FAO ECTAD dan Dirjen PKH menyelenggarakan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) Untuk Petugas Lapang Dengan Pendekatan One Health, Minahasa, Agustus 2018.
Sumber: Dokumentasi BBPKH Cinagara

Melalui berbagai inisiatif ini, BBPKH Cinagara tidak hanya memperkuat kapasitas nasional dalam bidang kesehatan hewan, tetapi juga berkontribusi secara signifikan dalam mempromosikan pendekatan One Health di Indonesia. Terlebih karena BBPKH Cinagara merupakan satu-satunya balai pelatihan milik pemerintah yang memiliki fokus pada kesehatan hewan sehingga BBPKH Cinagara memiliki peran sentral dalam peningkatan kesadaran dan kapasitas kesehatan Bersama. BBPKH Cinagara memiliki kesadaran bahwa untuk menghadirkan kesehatan bersama tersebut, Inisiasi yang proaktif haruslah diusahakan terus menerus oleh seluruh anggota masyarakat, seperti dalam kutipan dari Dr Monique Éloit, Director General WOAH bahwa “It’s everyone’s health. Together, we can find concrete solutions for a healthier, and more sustainable world.” (Demi kesehatan semua orang, bersama-sama kita dapat menemukan solusi nyata untuk dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan). (FR)

Author:

Farissa Romadhiyati
Dokter hewan
BBPKH Cinagara – Kementerian Pertanian RI (2018-2024).

Sumber:

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). One Health. Retrieved from https://www.cdc.gov/onehealth/index.html

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Kesehatan Hewan. (2020). Rencana Aksi Nasional Pengendalian Zoonosis Indonesia 2020-2024. Jakarta: Kementerian Pertanian.

FAO, UNEP, WHO, and WOAH. 2022. One Health Joint Plan of Action (2022–2026). Working together for the health of humans, animals, plants and the environment. Rome. https://doi.org/10.4060/cc2289en

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.

National One Health Committee (NOHC) Indonesia. (2021). Indonesia’s Commitment to One Health: Progress and Challenges. Jakarta: NOHC.

World Health Organization (WHO). (2017). One Health. Retrieved from https://www.who.int/news-room/q-a-detail/one-health.

World Organisation for Animal Health (WOAH). (2020). One Health. Retrieved from https://www.oie.int/en/for-the-media/onehealth/.


Versi PDF :

Mentan Amran Dampingi Presiden Tinjau Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur

SAMPIT, (26/6) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meninjau jalannya program pompanisasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Di sana, Presiden mengaku puas karena pompa yang dijalankan saat ini terbukti mampu memberi dampak positif pada peningkatan produksi. Mengenai hal ini, Presiden bersyukur Indonesia tetap mempertahankan produksinya di level aman. Sementara banyak negara di dunia dalam kondisi memprihatinkan. Dia yakin program pompa yang digencarkan ini dapat membawa manfaat besar khususnya bagi produksi nasional.

Read More

Tekan Biaya Produksi Padi di Kabupaten Kuningan, Kementan Andalkan Pompanisasi

KUNINGAN – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) yang selama ini berpotensi besar melalui program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan sawah tadah hujan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa, pihaknya melakukan percepatan tanam di sejumlah wilayah melalui pompanisasi. Amran optimis program pompanisasi bisa memicu aktivitas tanam di musim kedua tahun ini agar berjalan lebih cepat dan maksimal.

“Pompanisasi ini kami fokuskan di Pulau Jawa, semua kawasan sentra produksi dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Hari ini kita pompa airnya, langsung diolah lahannya dan lusa sudah bisa tanam,” kata Amran.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi juga mengungkapkan bahwa pompanisasi menjadi salah satu strategi dalam mengoptimalkan irigasi dan pengairan lahan pertanian, sehingga mampu mempercepat proses pengolahan lahan dan penanaman.

“Program pompanisasi ini harus terus difokuskan dan di monitoring secara berkala sehingga semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan target. Ketika program pompanisasi berjalan dan sudah termanfaatkan dengan baik dimusim tanam kedua ini optimalisasi lahan juga akan meningkat, sehingga kita optimis di musim panen raya bulan September mendatang hasil panen dan produktivitasnya akan berlimpah” ujar Dedi.

Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara melakukan monitoring dan evaluasi Alsintan dan pemanfaatan pompanisasi di Kabupaten Kuningan, Sabtu (15/06/2024).

Salah satu lokasi monev pemanfaatan pompa air yaitu pada area sawah tadah hujan yang berada di Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana Kabupaten Kuningan.

Bantuan pompa sebanyak 8 unit yang terbagi kedalam dua wilayah kecamatan yaitu Ciwaru dan Karangkancana. Salah satu Kelompoktani yang memperoleh bantuan pompa di Desa Segong mengakui bahwa, setelah adanya bantuan pompa air dari Kementan biaya produksi menjadi lebih rendah.

Udin Saripudin, ketua kelompok tani Cipanas I mengungkapkan bawah selama ini ketika memasuki musim tanam kedua khususnya saat kemarau tiba, kelompoknya membentuk dam parit untuk mengairi sawah tadah hujan agar kebutuhan air saat tanam tetap terpenuhi.

“Pada saat itu membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp.600.000,- per Hektar. Namun setelah menerima bantuan pompa air dari Kementan, biaya pengairan sawah bisa ditekan menjadi Rp.200.000,- per Hektar sehingga lebih efisien” jelas Udin.

Hal tersebut didukung oleh penyuluh dari UPTD Ketahanan Pangan dan Pertanian Kecamatan Ciwaru yang sangat bersyukur atas Program Pompanisasi dari Kementerian Pertanian. Karena melalui program Pompanisasi IP pada sawah tadah hujan di wilayah Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana tetap terjaga dan optimis akan meningkat dari IP 100 ke IP 200 bahkan menjadi IP 300.

Kolaborasi Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Kodim 0615 Kabupaten Kuningan optimis target PAT akan tercapai dan IP akan meningkat melalui optimalisasi pemanfaatan Alsintan dan Pompanisasi Kementan tahun 2024.

Jaga Ketahanan Pangan dalam 30th AWGATE Meeting, Kementan Gandeng Negara ASEAN Tingkatkan Kapasitas SDM

JAKARTA – Kementerian Pertanian terus berupaya menjaga ketahanan pangan nasional dan regional Asean. Bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya yang terjalin dalam ASEAN Sectoral Working Group On Agricultural Training And Extension (AWGATE) berfokus terhadap penyuluhan dan pelatihan sumber daya manusia pertanian.

Menurut Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, pemerintah Indonesia menegaskan komitmen dukungan terhadap program strategis ASEAN, utamanya dalam mengatasi berbagai tantangan terkait ketahanan pangan.

“Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian mendukung program ASEAN dalam Ketahanan Pangan termasuk upaya meningkatkan produksi pangan untuk menjamin kecukupan pasokan pangan jangka panjang, serta meningkatkan kapasitas SDM Pertanian, ” tegas Amran.

Hal ini didukung juga dengan pernyataan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi “Dalam Working Group AWGATE, Indonesia berusaha aktif mendukung program dan rencana kerja Asean dalam penyuluhan pertanian dan pelatihan sumber daya manusia pertanian, ” ujar Dedi.

“Pada Tahun 2023 kami melaksanakan amanat AWGATE, berupa pelatihan Asean Online Animal Husbandry and Health Management yang diselenggarakan BBPKH Cinagara dan Pertukaran Petani Milenial negara anggota AWGATE ” tambah Dedi.

Upaya yang dilakukan Indonesia ini mendapatkan respon positif dari sekretariat ASEAN dan negara anggota ASEAN dalam The 30th Meeting Of The ASEAN Sectoral Working Group On Agricultural Training And Extension (AWGATE) yang diselenggarakan virtual oleh Malaysia pada tangal 10-12 Juni 2024. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Focal Point AWGATE, Siti Munifah aktif menyampaikan progres yang dilakukan Indonesia pada tahun 2023, rencana kerja 2024 dan 2025. Delegasi Indonesia meliputi Pusat Pelatihan Pertanian, Pusat Penyuluhan Pertanian, Pusat Pendidikan Pertanian, BBPKH Cinagara Bogor, dan BBPP Lembang.

“Alhamdulillah Indonesia mendapatkan apresiasi positif dari sekretariat ASEAN dan negara anggota lainnya karena telah aktif dan menjadi satu-satunya anggota yang menjalankan program yang direncanakan dalam AWGATE meeting sebelumnya. Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung program AWGATE ke depannya dalam menjaga ketahanan pangan” ujar Munifah. (RHB)

Skip to content