Inseminasi Buatan
Kandang Komunal Kambing/Domba
Kandang Komunal Kambing/Domba
Oleh : Dayat Hermawan (Widyaiswara Madya)
Gambar 32. Kandang Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)
Latar Belakang
Kandang adalah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada tempat atau ruang terbatas yang dirancang khusus untuk menahan atau menyimpan hewan. Kandang dapat berupa struktur sederhana, seperti kandang kayu untuk hewan peliharaan di rumah, atau struktur yang lebih kompleks seperti kandang di peternakan atau fasilitas pemeliharaan hewan.
Kandang biasanya dirancang untuk memberikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi hewan tersebut. Desain kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan yang dipelihara, tujuan pemeliharaan, dan faktor-faktor lain seperti iklim dan lingkungan.
Secara umum, kandang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk:
- Pemeliharaan Hewan Peliharaan
Kandang digunakan untuk menjaga hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kelinci, dan lainnya agar tetap aman dan terkendali.
- Peternakan
Kandang di peternakan digunakan untuk menyimpan dan mengelola hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, ayam, dan lainnya. Kandang di peternakan dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus hewan-hewan tersebut.
- Pertanian
Pada pertanian, kandang dapat digunakan untuk menyimpan hewan-hewan yang digunakan dalam pekerjaan pertanian atau sebagai bagian dari sistem pertanian tertentu.
- Penelitian
Kandang juga dapat digunakan dalam konteks penelitian untuk menyelidiki perilaku atau karakteristik hewan tertentu.
Penting untuk memastikan bahwa kandang dirancang dengan memperhatikan kesejahteraan hewan, termasuk kebutuhan makanan, air, ruang gerak, dan kondisi lingkungan yang sesuai. Kandang yang baik dapat membantu menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan yang dipelihara di dalamnya.
Manfaat dan Fungsi Kandang
Kandang ternak memiliki berbagai manfaat dan fungsi yang penting untuk keberhasilan usaha peternakan. Berikut adalah beberapa di antaranya:
- Keamanan dan Proteksi
- Kandang harus menyediakan lingkungan yang aman dan terkendali untuk ternak, melindungi ternak dari predator dan potensi bahaya lainnya.
- Mencegah ternak keluar dari area yang berbahaya atau potensial menyebabkan cedera.
- Manajemen Populasi
- Membantu dalam mengatur dan mengelola populasi ternak dengan baik.
- Memisahkan ternak berdasarkan jenis kelamin, usia, kondisi kesehatan, atau kondisi fisiologis untuk menghindari perkawinan silang yang tidak diinginkan atau penyebaran penyakit.
- Pengendalian Lingkungan
- Memungkinkan pengaturan mikroklimat untuk ternak, termasuk suhu, kelembaban, ventilasi, dan cahaya.
- Memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem seperti hujan, angin, atau panas yang berlebihan.
- Pengaturan Pakan
- Memudahkan pemberian pakan yang terkendali dan terukur.
- Memungkinkan pemisahan ternak berdasarkan kebutuhan nutrisi atau kondisi kesehatan.
- Manajemen Kesehatan
- Memudahkan pemantauan kesehatan ternak dan penanganan medis jika diperlukan.
- Mencegah penyebaran penyakit melalui isolasi ternak yang sakit.
- Efisiensi Produksi
- Meningkatkan efisiensi produksi dengan pengendalian yang lebih baik terhadap berbagai aspek seperti reproduksi, pertumbuhan, dan pemberian pakan.
- Mengurangi risiko stres pada ternak, yang dapat mempengaruhi produksi dan kesehatan.
- Manajemen Limbah
- Memungkinkan pengumpulan lumpur dan pupuk ternak untuk digunakan sebagai pupuk organik dalam pertanian.
- Membantu dalam pengelolaan limbah ternak, seperti kotoran dan urin, untuk mengurangi dampak lingkungan.
- Kotoran padat dan cair digunakan sebagai bahan baku pupuk, baik pupuk padat, pupuk cair, dan biogas.
- Peningkatan Kualitas Produk
Dengan memberikan lingkungan yang baik dan pakan yang terkontrol, kandang dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas produk seperti daging, susu, atau telur.
- Pengendalian Akses
Mengontrol akses ternak ke area tertentu, mencegah overgrazing pada padang penggembalaan (ranch), kebun hijauan pakan ternak, atau kerusakan lahan lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa desain dan manfaat kandang dapat bervariasi tergantung pada jenis ternak yang dipelihara dan tujuan peternakan. Faktor-faktor seperti ukuran kandang, material konstruksi, dan perawatan harian juga memainkan peran penting dalam keberhasilan sistem peternakan.
Jenis Atau Model Kandang
Ada beberapa jenis atau model kandang ternak kambing dan domba yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Berikut adalah beberapa model kandang yang umum digunakan:
- Kandang Tetap (Fixed Pens)
- Kandang Pagar Kayu atau Bambu. Kandang sederhana dengan dinding pagar kayu atau bambu yang tetap. Cocok untuk lingkungan pedesaan dengan sumber daya terbatas.
- Kandang Batako atau Bata. Kandang dengan dinding dari bata atau batako yang tetap. Memberikan keamanan dan perlindungan yang baik.
- Kandang Kombinasi. Kombinasi material seperti kayu, bambu, dan bahan lainnya untuk menciptakan kandang yang kokoh dan fungsional.
- Kandang Bergerak (Mobile Pens)
- Trailer Kambing. Kandang yang dapat dipindahkan dengan roda atau traktor. Ini memungkinkan penggembalaan rotasional dan pengelolaan lahan yang lebih baik.
- Pens Portabel. Kandang portabel yang mudah dipindahkan dan biasanya terbuat dari bahan ringan seperti baja atau kayu.
- Kandang Semi-Intensif
- Kandang Pola Lantai Beton. Kandang dengan lantai beton yang memudahkan pemeliharaan dan kebersihan, biasanya digunakan di area yang padat penduduk.
- Kandang dengan Atap. Kandang yang dilengkapi atap untuk memberikan perlindungan dari cuaca ekstrem.
- Kandang Intensif
- Kandang Dalam (Stall Fed Systems). Kandang intensif dengan pemberian pakan terkontrol dan manajemen kesehatan yang ketat. Cocok untuk produksi yang intensif.
- Kandang Susu. Kandang khusus untuk produksi susu dengan fasilitas seperti stanchion atau tempat pembibitan.
- Kandang Semi-Konvensional
- Kandang Sistem Pens Buka. Kandang dengan pintu terbuka yang memberikan akses ke padang rumput atau area penggembalaan.
- Kandang Kombinasi. Penggunaan kombinasi dari beberapa model di atas untuk memenuhi kebutuhan spesifik dan memaksimalkan kesejahteraan ternak.
Pemilihan jenis kandang akan tergantung pada beberapa faktor seperti iklim, topografi, skala usaha, tujuan pemeliharaan, dan sumber daya yang tersedia. Penting untuk memastikan bahwa kandang yang dipilih dapat memberikan kondisi yang nyaman dan sehat bagi kambing dan domba.
Kandang Komunal
Kandang komunal biasanya merujuk kepada fasilitas atau tempat di mana sekelompok hewan, seperti ternak atau hewan peliharaan, ditempatkan bersama-sama dalam satu area. Konsep ini sering digunakan dalam konteks pertanian atau peternakan di mana sejumlah hewan yang dimiliki oleh beberapa pemilik atau peternak ditempatkan dalam satu tempat yang sama untuk tujuan manajemen yang lebih efisien.
Kandang komunal dapat memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi penggunaan ruang, pemantauan yang lebih mudah, dan kemudahan pengelolaan sumber daya. Namun, perlu diperhatikan bahwa kandang komunal juga dapat menimbulkan risiko, seperti penyebaran penyakit dengan cepat jika tidak dikelola dengan baik.
Penerapan kandang komunal dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan, tujuan peternakan, dan praktik manajemen yang diterapkan oleh pemilik atau pengelola. Selain itu, aspek kesejahteraan hewan dan kepatuhan terhadap standar peternakan yang berlaku juga perlu diperhatikan dalam penggunaan kandang komunal.
Kelebihan Kandang Komunal
Kandang komunal memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam konteks peternakan dan pemeliharaan hewan. Berikut adalah beberapa kelebihan kandang komunal:
- Ekonomis
- Biaya Rendah. Kandang komunal dapat mengurangi biaya infrastruktur karena dapat digunakan bersama oleh sejumlah peternak.
- Pemakaian Sumber Daya Bersama. Sumber daya seperti air, listrik, dan lahan dapat dimanfaatkan secara bersama-sama, mengurangi biaya operasional.
- Pemanfaatan Lahan yang Efisien dan Optimal
Kandang komunal dapat dirancang untuk memanfaatkan lahan secara efisien dan optimal.
- Pemeliharaan Bersama
Dalam kandang komunal, peternak dapat berbagi tanggung jawab terkait pemeliharaan hewan, pemantauan kesehatan, dan manajemen kebersihan.
- Keberlanjutan Lingkungan
Kandang komunal dapat menyederhanakan pengelolaan limbah karena dapat dilakukan secara kolektif, dengan metode yang lebih berkelanjutan.
- Kemungkinan Diversifikasi
Kandang komunal dapat mendukung diversifikasi usaha dengan memberikan peluang bagi peternak untuk berkolaborasi dalam produksi yang berbeda.
- Sosial dan Pertukaran Pengetahuan
Kandang komunal menciptakan kesempatan bagi peternak untuk berinteraksi, berbagi pengalaman, dan saling memberikan dukungan.
- Manajemen Risiko
Dalam situasi krisis atau kesulitan ekonomi, kandang komunal dapat memberikan dukungan bersama, membantu mengurangi dampak negatif pada setiap peternak.
- Skalabilitas
Kandang komunal dapat dirancang untuk mengakomodasi pertumbuhan jumlah hewan atau peternak dengan lebih fleksibel.
Meskipun kandang komunal memiliki sejumlah kelebihan, penting untuk diingat bahwa keberhasilan implementasinya tergantung pada manajemen yang baik, koordinasi antarpeternak, dan pemahaman yang jelas tentang kebutuhan hewan serta faktor lingkungan. Selain itu, aspek hukum dan perizinan juga perlu diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan dan kepatuhan.
Kekurangan Kandang Komunal
Kandang komunal, atau sering disebut juga dengan “kandang bersama” atau “kandang kolektif,” adalah fasilitas tempat hewan ternak, seperti kambing atau domba, dipelihara secara bersama-sama oleh beberapa peternak. Meskipun konsep ini memiliki beberapa kelebihan, ada juga kekurangan yang perlu diperhatikan:
- Potensi Penyebaran Penyakit
Kandang komunal dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit antar hewan karena mereka berada dalam kontak yang lebih dekat satu sama lain. Jika satu hewan terinfeksi, ada kemungkinan besar penyebaran penyakit ke hewan lain.
- Kesulitan Pengawasan Individu
Monitoring kesehatan dan kondisi masing-masing hewan dapat menjadi lebih sulit dalam kandang komunal. Identifikasi masalah kesehatan atau reproduksi pada satu hewan dapat memerlukan usaha lebih lanjut.
- Ketidaksetaraan Pemeliharaan
Tidak semua hewan memiliki kebutuhan yang sama, dan kandang komunal mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan spesifik setiap hewan. Beberapa hewan mungkin memerlukan perhatian atau nutrisi tambahan yang sulit dipantau dalam konteks kandang bersama.
- Ketergantungan pada Sumber Makanan yang Terbatas
Terkadang, kandang komunal mengandalkan satu sumber pakan atau pasokan air, dan jika terjadi kekurangan atau masalah dengan sumber daya ini, semua hewan dalam kandang dapat terpengaruh.
- Tingkat Stres yang Mungkin Lebih Tinggi
Hewan-hewan dalam kandang komunal mungkin mengalami tingkat stres yang lebih tinggi karena lebih banyak interaksi sosial dan kurangnya ruang pribadi. Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan dan produksi hewan.
- Manajemen Limbah
Pengelolaan limbah dari kandang komunal dapat menjadi tantangan. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah dapat mencemari lingkungan sekitar dan mengakibatkan masalah kesehatan.
- Pencemaran Lingkungan
Kandang komunal dapat berkontribusi pada pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah hewan, seperti kotoran dan urin, dapat mencemari tanah dan air, memberikan dampak negatif pada ekosistem lokal.
- Kesulitan dalam Penerapan Praktik Pertanian Berkelanjutan
Kandang komunal mungkin menghadapi kesulitan dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan karena tantangan dalam manajemen sumber daya dan lingkungan yang melibatkan banyak peternak.
Dalam merencanakan atau mengelola kandang komunal, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor ini untuk meminimalkan risiko dan memastikan kesejahteraan hewan, produktivitas, dan keberlanjutan lingkungan.
Gambar 33. Kandang Komunal Kambing/Domba (Sumber : Dokumen Pribadi)
Penanggulangan Gangguan Reproduksi
Juru Sembelih Halal
Konsistensi Kementan, Tingkatkan IP dan PAT di Kabupaten Sumedang
SUMEDANG – Kementerian Pertanian terus konsisten meninjau jalannya program pompanisasi di seluruh wilayah Indonesia. Peninjauan bertujuan guna memastikan semua pompa yang sudah didistribusikan telah dimanfaatkan dan benar-benar berfungsi dengan baik sesuai target, sehingga mampu memberi dampak positif pada peningkatan produksi.
Terbukti dibeberapa wilayah Indonesia program pompanisasi ini telah mampu meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dari yang tadinya hanya satu kali tanaman dalam setahun kini menjadi 3 kali tanam dalam setahun.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menuturkan, pompanisasi menjadi langkah antisipatif dan strategis dalam menghadapi tantangan El Nino dan perubahan iklim yang semakin tidak terduga.
Mentan Amran juga mengungkapkan pompanisasi ini sangat berdampak terhadap peningkatan Indeks Pertanaman (IP) sehingga produksi gabah kering giling (GKG) juga semakin meningkat signifikan dengan kenaikan 9,82 persen di banding tahun sebelumnya.
Plt. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengungkapkan optimalisasi irigasi dan pengairan lahan pertanian dengan pemanfaatan pompa yang baik dan benar akan mampu meningkatkan produksi dan Indeks Pertanaman (IP) diseluruh wilayah yang terdampak el nino.
“Peninjauan dan monitoring evaluasi program pompanisasi harus terus dilakukan agar semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan target. Ketika program pompanisasi berjalan dan sudah termanfaatkan dengan baik optimalisasi lahan juga akan meningkat sehingga hasil akhirnya panen dan produktivitasnya juga akan ikut naik” ujar Dedi
Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara yang di ketuai Tedy Cahyo Sulistiyo Widodo terus konsisten melakukan pemantauan dan monitoring evaluasi program pompanisasi untuk meningkatkan PAT dan IP di Kabupaten Sumedang (25-28/06).
Tim satgas darurat pangan BBPKH Cinagara kali ini memantau proses pompanisasi dibeberapa tempat salah satunya DPKP Sumedang bidang PSP ALSINTAN TR-2 Anggaran APBD sebanyak 20 unit pompa TR-2 APBD yang sudah beroprasi mengairi lahan-lahan sawah sehingga kegiatan peningkatan PAT ketahanan pangan di Kabupaten Sumedang sudah berjalan sesuai target.
Tedy bersama tim BBPKH Cinagara juga bertolak ke Desa Kudawangi Kecamatan Ujungjaya untuk memantau pemanfaatan 1 unit pompa existing berukuran 6 inch dengan pemanfaatan sumber air permukaan sungai Cimanuk.
Dalam kunjungannya Tedy bersama tim didampingi Enceng selaku ketua kelompok Poktan Kenda memonitoring luasan lahan sawah yang sudah teraliri air dengan jumlah luasan sebanyak 42 ha. Selanjutnya monitoring di Desa Maronge Kecamatan Tomo di Poktan Bina Usaha didampingi Tatang selaku ketua Poktan. Pemanfaatan pompa existing di Poktan Bina Usaha ini sebanyak 2 unit berukuran 6 dan 4 inch telah mampu mengalirkan air dari sungai cilutung ke 47 ha lahan sawah.
Tedy menuturkan dengan adanya pemanfaatan pompanisasi salah satunya di poktan Bina Usaha ini telah mampu meningkatkan IP dari bulan November dari IP-1 ke IP-2 dan sekarang sudah masuk ke IP-3. Dengan demikian Poktan Bina Usaha ini merupakan poktan dengan progres yang cukup baik oleh karenanya pada Refocusing APBN T.A 2023 Poktan Bina Usaha mendapatkan bantuan 1 unit CHS yang sudah dipakai panen bulan April – Mei 2024 , dan direncanakan akan ada pembentukan UPJA di Poktan Bina Usaha, jelas Tedy.
Diakhir kunjungannya Tedy bersama tim BBPKH melakukan monitoring dan evaluasi bersama tim PSP, perwakilan Kodim dan PJ Kabupaten Sumedang ke Poktan Cipari dengan Admu selaku ketua kelompok tani, dalam monitoring dan evaluasi terseebut Tedy berharap dengan adanya bantuan 1 unit pompa berukuran 3″ mampu berjalan dengan baik dan mampu mengairi 8,96 ha lahan sawah, sehingga mampu meningkatakan IP yang signifikan seperti di poktan Bina Usaha.
“Dengan adanya monitoring dan evaluasi ini diharapkan progres optimalisasi lahan dan kegiatan pompanisasi di kabupaten Sumedang dapat terus terkontrol dan terpantau sehingga semuanya berjalan dengan baik, cepat dan tepat, sehingga mampu mempercepat masa tanam pada bulan Juli, Agustus, September mendatang dan meningkatkan indeks pertanaman (IP) dengan signifikan ” pungkas Tedy
MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI
MENILIK FAKTOR PAKAN TERHADAP RERODUKSI SAPI
Oleh Dr. Drh Euis Nia Setiawati, MP
Reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha peternakan sapi. Inefisiensi reproduksi pada sapi betina dapat menimbulkan berbagai kerugian seperti menurunkan produksi kelahiran anak sapi / pedet, produktifitas sapi produktif, meningkatkan biaya perkawinan dan laju pengafkiran sapi betina serta memperlambat kemajuan genetik dari sifat bernilai ekonomis. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja reproduksi individu sapi yang sering kali sulit diidentifikasi, bahkan dalam kondisi optimum sekalipun, proses reproduksi dapat berlangsung tidak sempurna disebabkan kontribusi berbagai faktor, sehingga berpengaruh selama proses kebuntingan sampai anak terlahir dengan selamat. Memahami keterkaitan berbagai faktor dalam mempengaruhi fertilitas ternak, oleh karenanya menjadi hal esensial dalam upaya mengoptimalkan performa reproduksi setiap sapi betina dan usaha peternakan
Gangguan efesiensi reproduksi pada petemakan rakyat lebih banyak disebabkan oleh faktor pakan. Tingkat pemenuhan asupan pakan (energi) yang rendah sebelum beranak dan tinggi sesudah beranak menyebabkan tertundanya birahi pertama. Kekurangan protein dalam ransum mengakibatkan terjadinya gangguan reproduksi pada temak jantan maupun betina Temak. Kekurangan protein menyebabkan timbulnya birahi yang lemah, birahi tenang, anestrus, kawin berulang, kelahiran anak yang lemah. K.ondisi ini akan lebih parah apabila dalam ransum tersebut juga terjadi kekurangan Calsium (Ca) dan Phosfor (P) dan akan menyebabkan temak menjadi infertile.
Untuk mengoptimalkan kinerja reproduksi tentu diperlukan suatu upaya peningkatan efesiensi reproduksi induk sapi melalui pemberian ransum pakan yang memadai, terutama imbangan TDN dan kandungan protein serta penerapan teknologi sederhana yang efektif agar mampu mengatasi gangguan efesiensi reproduksi. Diharapkan dengan pemberian ransumsesuai dengan kebutuhan sapi maka akan dapat memacu dan menormalkan kembali kadar hormon-hormon yang berperanan didalam siklus reproduksi sehingga sapi dapat diharapkan terjadi estrus 2 – 3 bulan post partus kemudian, kasus sile nt heat dapat dihilangkan dan angka konsepsi semakin tinggi.
Kekurangan pakan, khususnya untuk daerah tropis termasuk Indonesia merupakan salah satu penyebab penurunan efesiensi reproduksi, karena selalu diikuti oleh adanya gagguann reproduksi menuju timbulnya kemajiran pada ternak betina. Pakan sebagai faktor yang menyebabkan gangguan reproduksi sering bersifat majemuk, artinya kekurangan suatu zat dalam ransum pakan diikuti oleh kekurangan zat pakan lain. Gangguan reproduksi pada induk dapat diperberat keadaannya bila selain kekurangan pakan juga dis ertai faktor penghambat antara lain cahaya matahari yang kuat, suhu kandang panas, sanitasi rendah, keadaan lingkungan kurang serasi. Produktivitas ternak selama ini diperkirakan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 30% dipengaruhi oleh faktor genetik . Ketersediaan bahan pakan berupa hijauan untuk ternak ruminansia di daerah tropik seperti Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada musim. Sebagai solusi dari permasalahan ini, peternak memanfaatkan hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi sebagai sumber pakan. Ruminansia yang diberi hijauan kualitas rendah membutuhkan rumen degradable protein (RDP) dan rumen undedradable protein (RUP) pada pakannya. RDP didegradasi sebagian besar menjadi amonia dalam rumen, kecukupan konsentrasi amonia dalam rumen diperlukan untuk pertumbuhan optimal mikrobia dan proses fermentasi. Suplai dari protein mikrobia meskipun demikian masih kurang mencukupi kebutuhan ternak sehingga diperlukan suplementasi RUP yang tahan terhadap degradasi rumen dan membuat asa m amino tersedia untuk diserap di usus halus. Degradasi protein dalam rumen dipengaruhi oleh tipe protein dalam bahan pakan dan karakteristik asam aminonya, serta oleh metode pemrosesan dari bahan pakan tersebut. Bungkil kedelai merupakan salah satu sumber protein pakan yang memiliki tingkat degradabilitas tinggi dalam rumen, sehingga memiliki nilai biologis yang kurang menguntungkan bagi ternak ruminansia karena perombakannya.
Ransum sapi yang memenuhi syarat ialah ransum yang mengandung : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air dalam jumlah yang cukup. Kesemuanya dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pak an tiap hari tergantung dari jenis atau spesies, umur, dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting, dan menyusui). Walaupun telah diberi pakan berupa hijauan atau kosentrat yang telah mengandung zat makanan yang memenuhi kebutuhannya, sapi masih sering menderita kekurangan vitamin, mineral dan bahkan protein, Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan atau kesehatan sapi sehingga untuk mengatasinya sapi dapat diberikan pakan tambahan. Oleh karena itu pemberian pakan tambahan yang baik pada induk sapi akan sangat berpengaruh terhadap pedetnya.
Demikian tulisan ini disampaikan, semoga menambah perbendaharaan kepustakaan bagi para peternak dan praktisi peternakan, dengan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, tentunya akan menghasilkan kinerja reproduksi yang optimal.
Terapkan Sistem Manajemen Mutu, Langkah Nyata Kementan Tingkatkan Kualitas Layanan
BOGOR – Penerapan sistem manajemen mutu merupakan suatu langkah strategis dalam suatu organisasi yang mana mampu membantu meningkatkan kinerja secara keseluruhan dan menyediakan dasar yang kuat untuk inisiatif pembangunan organisasi yang berkelanjutan.
Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama
Integrasi One Health: Peran Sentral Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara dalam Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Kesehatan Bersama
Konsep One Health adalah pendekatan lintas disiplin ilmu yang mengakui keterkaitan erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Prinsip utama dari One Health adalah bahwa kesehatan manusia tidak bisa dipisahkan dari kesehatan hewan dan ekosistem tempat mereka hidup (World Health Organisation (WHO, 2017). Konsep One Health muncul sebagai respons terhadap peningkatan kesadaran akan hubungan erat antara kesehatan manusia dan hewan, terutama dalam konteks penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies dan influenza. Pada tahun 2004, organisasi kesehatan global seperti World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan World Organisation for Animal Health (WOAH – Dulunya OIE) mulai mengembangkan pendekatan lintas sektor untuk mengatasi ancaman penyakit yang melintasi batas spesies. Seiring berjalannya waktu, pengakuan akan pentingnya integrasi aspek kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan semakin meningkat. One Health menjadi landasan untuk mengembangkan kebijakan, strategi, dan program kesehatan global yang holistik. Organisasi internasional, pemerintah, akademisi, dan lembaga swasta bekerja sama dalam mempromosikan pendekatan One Health di tingkat global, regional, dan nasional. Kolaborasi ini melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan publik, kesehatan hewan, pertanian, lingkungan, dan lainnya.
Gambar 1. Konsep One Health: Koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antar sektor
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2020
Pendekatan One Health menyatakan bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait erat. Penyakit menular sering kali dapat berpindah antara spesies, baik dari hewan ke manusia (Zoonosis) maupun sebaliknya. Contoh penyakit seperti influenza, Ebola, dan COVID-19 adalah bukti betapa pentingnya memahami hubungan ini untuk mencegah penyebaran penyakit. One Health telah menjadi landasan penting dalam menanggapi tantangan global seperti penyebaran penyakit menular baru, resistensi antibiotik, dan perubahan iklim yang mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Kesehatan manusia adalah fokus utama dalam konsep One Health, dengan fakta bahwa sebanyak 70% penyakit menular di dunia merupakan jenis penyakit zoonosis (World Organisation for Animal Health (WOAH), 2020). Kesehatan hewan turut memainkan peran penting dalam mencegah penularan penyakit ke manusia khususnya pada hewan domestik dan liar. Kesehatan hewan juga berdampak pada keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Selain itu, lingkungan fisik tempat manusia dan hewan hidup juga berkontribusi terhadap penyebaran penyakit. Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan habitat dapat mempengaruhi kesehatan semua makhluk hidup.
Aksi terbaru yang signifikan di tingkat global adalah pembentukan One Health High Level Expert Panel (OHHLE) yang melibatkan WHO, FAO, WOAH, dan UNEP. Panel ini bertujuan untuk menyusun One Health Joint Plan of Action (OH-JPA) tahun 2022-2026. OH-JPA dirancang sebagai panduan untuk mengarahkan pembuatan kebijakan di tingkat global, regional, dan nasional dengan pendekatan One Health (FAO, UNEP, WHO, and WOAH, 2022). Hal ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pemantauan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan serta respons terhadap tantangan kesehatan global seperti pandemi, zoonosis, dan resistensi antibiotik. OH-JPA juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan global dengan meningkatkan kapasitas pengawasan, deteksi dini, respons cepat terhadap kejadian luar biasa, dan perencanaan keberlanjutan sehingga dokumen yang dihasilkan tersebut diharapkan dapat mendorong kolaborasi yang lebih erat antara berbagai sektor terkait. Kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bersama dan koordinasi dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang kompleks. Dalam Implementasinya, negara-negara diharapkan untuk mengadopsi dan menyesuaikan OH-JPA sesuai dengan konteks regional dan nasional mereka. Hal ini termasuk pengembangan rencana tindakan nasional yang mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan kesehatan dan lingkungan.
Di Indonesia, beberapa Gerakan yang menunjukkan komitmen dalam menerapkan pendekatan One Health mencakup dibuatlah peraturan dan pedoman oleh pemerintah antara lain: (1) Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 yang menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons wabah penyakit, pandemi global, serta kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019); (2) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2022 yang berisi tentang pedoman tentang pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksius baru. Hal ini menunjukkan upaya untuk meningkatkan sistem pemantauan, deteksi dini, dan respons terhadap penyakit yang dapat menyebar antara hewan dan manusia; (3) Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan 2020-2024 yang berisi dokumen mencakup strategi untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional dengan pendekatan One Health; (4) Penyusunan ASEAN Leaders Declaration (ALD) on One Health Initiatives yang merupakan Deklarasi Pemimpin ASEAN mengenai Inisiatif One Health. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kerjasama regional ASEAN dalam menghadapi masalah kesehatan bersama yang melibatkan aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan; (5) Penyusunan One Health Joint Plan of Action yang merupakan panduan untuk mengintegrasikan pendekatan One Health dalam kebijakan dan praktik kesehatan nasional (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020). Selain itu, Indonesia juga secara aktif mengadvokasi pendekatan One Health dalam ketahanan nasional pada forum-forum internasional seperti G20 dan KTT ASEAN ke-42. Partisipasi ini penting untuk mempromosikan kerjasama regional dan internasional dalam menanggapi tantangan kesehatan global. Tidak berhenti sampai situ, Inisiatif Indonesia terkait One Health tercermin pada pembentukan National One Health Committee (NOHC) sebagai wadah untuk koordinasi lintas sektor antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, dan otoritas terkait lainnya (National One Health Committee (NOHC) Indonesia, 2021). NOHC bertujuan untuk meningkatkan pengawasan kesehatan hewan, mendukung deteksi dini penyakit zoonosis, dan mengembangkan kebijakan yang terintegrasi. Selanjutnya, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi One Health (RAOH) yang mengarahkan implementasi pendekatan One Health di tingkat nasional. RAOH ini mencakup strategi untuk meningkatkan kerjasama antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan, serta untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks (Direktorat Kesehatan Hewan, 2020). Pemerintah Indonesia telah meningkatkan sistem pemantauan dan deteksi dini penyakit zoonosis seperti rabies, avian influenza, dan leptospirosis. Langkah-langkah ini termasuk pengembangan jaringan laboratorium di seluruh Indonesia untuk mendukung diagnosa dan pemantauan penyakit yang bersifat lintas spesies. Untuk mendukung langkah tersebut, Indonesia terus berinvestasi dalam memperkuat infrastruktur kesehatan hewan, termasuk pengembangan fasilitas kesehatan hewan, peningkatan kapasitas tenaga medis hewan, dan promosi praktik biosekuritas di peternakan dan pasar hewan. Indonesia pun telah aktif membangun kerjasama dengan organisasi internasional seperti WHO, FAO, dan WOAH dalam hal pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosis, pengelolaan resistensi antimikroba, peningkatan keamanan pangan, dan program pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat tentang One Health. Melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat untuk menghadapi tantangan kesehatan global dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, memastikan perlindungan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara bersama-sama.
Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pertanian yang memiliki tugas pokok menyelenggarakan pelatihan dibidang kesehatan hewan telah memainkan peran penting dalam jejaring One Health di Indonesia sejak 2015. Beberapa kegiatan dan keterlibatannya yang signifikan meliputi:
- Penyusunan Modul Pelatihan dengan BBPK Ciloto dan INDOHUN. BBPKH Cinagara telah berkolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto dan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dalam penyusunan modul pelatihan. Modul ini dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas dalam pendekatan One Health di antara para profesional kesehatan hewan dan lainnya;
- Penyusunan Modul Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam penyusunan modul pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis serta penyakit infeksi baru. Kolaborasi dilakukan dengan Direktorat Kesehatan Hewan dan FAO ECTAD untuk memastikan pendekatan lintas sektor yang komprehensif.
- Pelatihan PELVI (Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia): BBPKH Cinagara telah menyelenggarakan pelatihan PELVI Frontline bagi dokter hewan. Program ini dilakukan bekerja sama dengan FAO ECTAD untuk meningkatkan kapasitas dokter hewan dalam menghadapi tantangan epidemiologi dan zoonosis di lapangan;
- Kolaborasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto – Kementerian Kesehatan dalam Peningkatan Kapasitas SDM One Health: BBPKH Cinagara juga telah berkolaborasi dengan BBPK Ciloto dalam upaya meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pendekatan One Health. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen untuk mengintegrasikan perspektif kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam pelatihan dan pengembangan professional;
- Training of Trainer Respon Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru (PIB): BBPKH Cinagara, bersama dengan Direktorat Keswan Ditjen PKH dan FAO ECTAD, telah menyelenggarakan Training of Trainer untuk respons terhadap zoonosis prioritas dan penyakit infeksi baru. Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan petugas lapangan dengan pendekatan One Health dalam menghadapi situasi darurat kesehatan yang melintasi spesies.
- Kolaborasi dengan INDOHUN dalam Manajemen Penyakit Zoonotik: BBPKH Cinagara juga terlibat dalam kolaborasi dengan INDOHUN dalam pelatihan manajemen penyakit zoonotik melalui pendekatan One Health. Ini mencakup upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan dan praktik terbaru dalam manajemen penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia.
Gambar 2. BBPKH Cinagara bekerjasama dengan FAO ECTAD dan Dirjen PKH menyelenggarakan Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Tertarget dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) Untuk Petugas Lapang Dengan Pendekatan One Health, Minahasa, Agustus 2018.
Sumber: Dokumentasi BBPKH Cinagara
Melalui berbagai inisiatif ini, BBPKH Cinagara tidak hanya memperkuat kapasitas nasional dalam bidang kesehatan hewan, tetapi juga berkontribusi secara signifikan dalam mempromosikan pendekatan One Health di Indonesia. Terlebih karena BBPKH Cinagara merupakan satu-satunya balai pelatihan milik pemerintah yang memiliki fokus pada kesehatan hewan sehingga BBPKH Cinagara memiliki peran sentral dalam peningkatan kesadaran dan kapasitas kesehatan Bersama. BBPKH Cinagara memiliki kesadaran bahwa untuk menghadirkan kesehatan bersama tersebut, Inisiasi yang proaktif haruslah diusahakan terus menerus oleh seluruh anggota masyarakat, seperti dalam kutipan dari Dr Monique Éloit, Director General WOAH bahwa “It’s everyone’s health. Together, we can find concrete solutions for a healthier, and more sustainable world.” (Demi kesehatan semua orang, bersama-sama kita dapat menemukan solusi nyata untuk dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan). (FR)
Author:
Farissa Romadhiyati
Dokter hewan
BBPKH Cinagara – Kementerian Pertanian RI (2018-2024).
Sumber:
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). One Health. Retrieved from https://www.cdc.gov/onehealth/index.html
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Kesehatan Hewan. (2020). Rencana Aksi Nasional Pengendalian Zoonosis Indonesia 2020-2024. Jakarta: Kementerian Pertanian.
FAO, UNEP, WHO, and WOAH. 2022. One Health Joint Plan of Action (2022–2026). Working together for the health of humans, animals, plants and the environment. Rome. https://doi.org/10.4060/cc2289en
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara.
National One Health Committee (NOHC) Indonesia. (2021). Indonesia’s Commitment to One Health: Progress and Challenges. Jakarta: NOHC.
World Health Organization (WHO). (2017). One Health. Retrieved from https://www.who.int/news-room/q-a-detail/one-health.
World Organisation for Animal Health (WOAH). (2020). One Health. Retrieved from https://www.oie.int/en/for-the-media/onehealth/.
Versi PDF :
Mentan Amran Dampingi Presiden Tinjau Program Pompanisasi di Kotawaringin Timur
SAMPIT, (26/6) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meninjau jalannya program pompanisasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Di sana, Presiden mengaku puas karena pompa yang dijalankan saat ini terbukti mampu memberi dampak positif pada peningkatan produksi. Mengenai hal ini, Presiden bersyukur Indonesia tetap mempertahankan produksinya di level aman. Sementara banyak negara di dunia dalam kondisi memprihatinkan. Dia yakin program pompa yang digencarkan ini dapat membawa manfaat besar khususnya bagi produksi nasional.
Tekan Biaya Produksi Padi di Kabupaten Kuningan, Kementan Andalkan Pompanisasi
KUNINGAN – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) yang selama ini berpotensi besar melalui program bantuan pompanisasi, khususnya di lahan sawah tadah hujan.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa, pihaknya melakukan percepatan tanam di sejumlah wilayah melalui pompanisasi. Amran optimis program pompanisasi bisa memicu aktivitas tanam di musim kedua tahun ini agar berjalan lebih cepat dan maksimal.
“Pompanisasi ini kami fokuskan di Pulau Jawa, semua kawasan sentra produksi dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Hari ini kita pompa airnya, langsung diolah lahannya dan lusa sudah bisa tanam,” kata Amran.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi juga mengungkapkan bahwa pompanisasi menjadi salah satu strategi dalam mengoptimalkan irigasi dan pengairan lahan pertanian, sehingga mampu mempercepat proses pengolahan lahan dan penanaman.
“Program pompanisasi ini harus terus difokuskan dan di monitoring secara berkala sehingga semuanya berjalan lancar dan sesuai dengan target. Ketika program pompanisasi berjalan dan sudah termanfaatkan dengan baik dimusim tanam kedua ini optimalisasi lahan juga akan meningkat, sehingga kita optimis di musim panen raya bulan September mendatang hasil panen dan produktivitasnya akan berlimpah” ujar Dedi.
Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara melakukan monitoring dan evaluasi Alsintan dan pemanfaatan pompanisasi di Kabupaten Kuningan, Sabtu (15/06/2024).
Salah satu lokasi monev pemanfaatan pompa air yaitu pada area sawah tadah hujan yang berada di Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana Kabupaten Kuningan.
Bantuan pompa sebanyak 8 unit yang terbagi kedalam dua wilayah kecamatan yaitu Ciwaru dan Karangkancana. Salah satu Kelompoktani yang memperoleh bantuan pompa di Desa Segong mengakui bahwa, setelah adanya bantuan pompa air dari Kementan biaya produksi menjadi lebih rendah.
Udin Saripudin, ketua kelompok tani Cipanas I mengungkapkan bawah selama ini ketika memasuki musim tanam kedua khususnya saat kemarau tiba, kelompoknya membentuk dam parit untuk mengairi sawah tadah hujan agar kebutuhan air saat tanam tetap terpenuhi.
“Pada saat itu membutuhkan biaya tidak kurang dari Rp.600.000,- per Hektar. Namun setelah menerima bantuan pompa air dari Kementan, biaya pengairan sawah bisa ditekan menjadi Rp.200.000,- per Hektar sehingga lebih efisien” jelas Udin.
Hal tersebut didukung oleh penyuluh dari UPTD Ketahanan Pangan dan Pertanian Kecamatan Ciwaru yang sangat bersyukur atas Program Pompanisasi dari Kementerian Pertanian. Karena melalui program Pompanisasi IP pada sawah tadah hujan di wilayah Kecamatan Ciwaru dan Karangkancana tetap terjaga dan optimis akan meningkat dari IP 100 ke IP 200 bahkan menjadi IP 300.
Kolaborasi Tim Satgas Pangan BBPKH Cinagara dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian serta Kodim 0615 Kabupaten Kuningan optimis target PAT akan tercapai dan IP akan meningkat melalui optimalisasi pemanfaatan Alsintan dan Pompanisasi Kementan tahun 2024.